DETIKINDONESIA.CO.ID, MEDAN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan perubahan yang terjadi pada UUD 1945 bukanlah amandemen konstitusi. Melainkan penggantian konstitusi.
Karena secara fundamental ada beberapa hal yang terjadi dalam proses Penggantian UUD yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 tersebut.
“Konstitusi baru tersebut telah dikaji dan diteliti oleh Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada dengan peneliti di antaranya Profesor Kaelan dan Profesor Sofian Effendi. Dan ditemukan bahwa perubahan yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 itu bukanlah Amandemen Konstitusi. Tetapi penggantian Konstitusi,” tutur LaNyalla.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal itu disampaikan LaNyalla saat memberi Kuliah Umum bertema Rekonstruksi Terhadap Kewenangan Istimewa Lembaga Legislatif di Indonesia Melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang digelar Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Rabu (24/8/2022).
Menurut LaNyalla, berdasarkan penelitian itu Profesor Kaelan tidak sependapat bila Konstitusi baru itu tetap disebut sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Seharusnya konsitusi baru itu disebut sebagai Undang-Undang Dasar 2002.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, secara fundamental ada beberapa hal yang terjadi dalam proses Penggantian UUD yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 tersebut.
“Yang pertama adalah Pembubaran Negara Proklamasi. Karena berdasarkan analisis fungsi dan tujuan konstitusi, penggantian UUD 1945 dengan UUD 2002 merupakan suatu penggantian norma fundamental negara,” ujarnya.
LaNyalla menjelaskan, pada hakikatnya Pemberlakuan UUD 2002 sama halnya dengan pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
“UUD 2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada Pembukaan UUD 1945 Alinea IV. Namun pasal-pasal UUD 2002 adalah penjabaran dari ideologi lain, yaitu Liberalisme-Individualisme. Karena logika dari pasal-pasal yang ada sudah tidak konsisten dan tidak koheren dengan basis filosofi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,” paparnya.
Yang kedua adalah Penghilangan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi. Dijelaskan LaNyalla, identitas suatu konstitusi adalah esensi dan substansi dari suatu konstitusi, sekaligus suatu ciri khas suatu konstitusi.
“Ciri dari Konstitusi yang berdasar Pancasila ada di Sila ke-Empat dan Sila ke-Tiga yang menjadi penjelmaan seluruh elemen rakyat di dalam Lembaga Tertinggi Negara. Karena peran MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang melaksanakan sekaligus penjelmaan kedaulatan rakyat dan pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan Republik Indonesia telah dibubarkan,” jelasnya.
Selain itu, UUD 2002 juga menghapus sistem pembangunan dan sistem ekonomi berbasis perencanaan dengan menghapus GBHN yang merupakan instrumen kebijakan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan Sila ke-Lima Pancasila.
Yang ketiga adalah Menghapus Penjelasan UUD 1945. Menurut LaNyalla, fakta bahwa UUD 2002 tidak memiliki Penjelasan sudah dinyatakan sendiri dalam Aturan Tambahan UUD 2002.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Fiqram |
Sumber | : Lanyallacenter |
Halaman : 1 2 Selanjutnya