DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Demokratisasi yang dialami Indonesia sejak reformasi 1998, telah membuka ruang-ruang baru yang di satu sisi memberi kebebasan bereskpresi, pembangunan kesetaraan hingga supremasi sipil. Namun kebebasan di masa demokrasi juga telah membuka pemanfaatan isu primordial, khususnya agama ke dalam arena perebutan kekuasaan. Sejarah Indonesia mencatat, bahwa memang beberapa kali identitas keagamaan telah dimanfaatkan dalam pertarungan politik praktis. Salah satu yang muktahir adalah Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 silam, dan dikhawatirkan juga akan terjadi pada Pemilu 2024 yang akan datang.
Dalam waktu dekat Indonesia memang akan memasuki tahun politik, jelang Pemilihan Umum 2024. Pemilihan Presiden tentu menjadi momen kontestasi paling sengit, bahkan nama-nama bakal calon presiden pun sudah beredar sejak tahun lalu. Setidaknya sudah ada beberapa nama yang mencuat dan menjadi pilihan warganegara Indonesia di berbagai survei. Momentum pemilu memanglah masa dimana hak memilih dan dipilih dari setiap warganegara direalisasikan. Suatu hak yang membedakan antara warganegara dan bukan warganegara.
Sekretaris Umum IKI, Albertus Pratomo dalam sambutannya menyampaikan pesan penting bahwa kesetaraan warganegara adalah hal yang dijamin konstitusi. “Jangan seolah-olah kesetaraan kemudian dikaitkan dengan identitas kelompok tertentu. IKI menekankan hal ini dalam motonya yaitu Kita Satu, Kita Sama, Kita Setara, Satu Tujuan Indonesia,” ungkapnya saat membuka diskusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) mengangkat tema kontekstual pada diskusi awal tahunnya, yaitu Kewarganegaraan, Agama, dan Politik Identitas. IKI mengundang narasumber yang terdiri dari Prof. Musdah Mulia Ketua ICRP, Khoirul Muqtafa, Ph.D, Peneliti PMB BRIN, dan KH Saifullah Mashum, M.Si, Ketua II IKI. Diskusi yang dihadiri kalangan lintas agama dan profesi ini, dimoderatori oleh Dr. Rofiqul Umam Ahmad, di Function Hall, Lt.3, Wisma 46, Jalan Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023) pagi.
Narasumber yang dipilih menunjukkan betapa kental nafas akademis dari diskusi ini. Ketiganya adalah akademisi dan cendikiawan senior dibidangnya, dan memberikan pemaparan berlandaskan keilmuan dalam diskusi yang berlangsung menarik dan interaktif. Menariknya, ternyata berdasar pendapat salah satu pakar, ada 3 kategori Politik Identitas yaitu Good, Bad, dan Ugly. Bentuk Bad dan Ugly itulah yang ditekankan ketiga narasumber agar diwaspadai, disadari oleh mereka yang mengaku warganegara. Sementara Politik Identitas dalam kategori Good, dicontohkan perjuangan kaum perempuan, masyarakat adat, hingga perkumpulan hobi.
Penulis | : Tim |
Editor | : Michael |
Sumber | : Press Release |
Halaman : 1 2 Selanjutnya