Oleh: Djohermansyah Djohan (Dirjen Otda 2010-2014, Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN, dan Founder i-Otda)
Penolakan dua Gubernur PDI-P, Ganjar Pranowo (Jawa Tengah) dan Wayan Coster (Bali) terhadap penyelenggaraan laga sepak bola dunia U-20 di daerahnya, gara-gara keikutsertaan kesebelasan Israel, telah menggemparkan jagad raya.
Namun yang mencengangkan adalah reaksi pemerintah pusat lewat Presiden Joko Widodo yang tak menegur kedua gubernur itu. Tindakan mereka dinilai oke-oke saja, dengan dalih kebebasan berpendapat di alam demokrasi. Meskipun, orang tahu bahwa gubernur tidak saja sebagai kepala pemerintahan provinsi, tapi juga sebagai wakil pemerintah pusat yang nota bene wajib hukumnya mendukung kebijakan yang dibuat pusat. Lebih-lebih bila kebijakan pusat itu penuh manfaat bagi kehidupan dan kebahagiaan rakyat.
Lagi pula alasan kedua gubernur itu bukanlah yang menjadi bidang kewenangannya sebagaimana telah diatur di dalam UU Pemda No 23 Tahun 2014. Dalih tak bisa jamin keamanan, itu bukanlah otoritas gubernur. Keamanan dalam sistem desentralisasi kita menjadi urusan absolut pemerintah pusat. Polisi yang bertanggung jawab di-back up TNI.
Dalih Israel tak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia, itu pun bukan domain gubernur. Urusan politik luar negeri juga merupakan wewenang absolut pusat, tidak dilimpahkan kepada daerah. Menteri luar negeri yang mengurusnya.
Di samping itu, secara “clear cut” di dalam lampiran UU Pemda No 23 Tahun 2014 telah digariskan bahwa urusan event penyelenggaraan lomba olahraga internasional adalah wewenang pusat. Mirip halnya dengan urusan pembangunan jalan tol, jalan kereta api, bandara, dan pelabuhan yang menjadi program prioritas nasional.
Gubernur berkewajiban mendukungnya. Bila kepala daerah “macam-macam” dia bisa dikenai sanksi, mulai dari ditegur hingga diberhentikan sementara.
Sebenarnya kalau saja pemerintah pusat tegas menghadapi manuver politik kedua gubernur yang tak sesuai pakem sistem desentralisasi kita itu dengan cara menegurnya seperti telah diatur mekanismenya di dalam UU Pemda tadi, maka hajatan lomba sepak bola dunia U-20 tetap bisa diadakan di Indonesia, tak perlu dipindahkan FIFA ke Argentina(?). Dan PSSI kita tak perlu pula terkena sanksi. Lebih jauh lagi masyarakat negeri ini bisa menikmati 1001 manfaatnya.
Sayang sekali, gara-gara kebijakan pemerintah pusat yang lembek terhadap kedua gubernur itu, bangsa dan negara menderita kerugian yang tak terkira besarnya. Bukan hanya ekonomi, tapi kebahagiaan hati rakyat bersorak sorai mendukung timnas U-20 kita direnggut oleh buruknya penanganan relasi pusat-daerah.
Apakah pusat bisa dijatuhi sanksi? Kita belum punya regulasinya saat ini. Dan apakah ada dampaknya terhadap suara pemilih pada waktu pemilu 2024 nanti? Saya yakin, “sing salah seleh”. Siapa yang menabur angin akan menuai badai.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Djohermansyah Djohan |
Editor | : Fiqram |
Sumber | : |