Perppu Cipta Kerja; Kegentingan Memaksa Atau Mengada-ada?

Rabu, 10 Mei 2023 - 07:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Muhammad Aldiyat Syam Husain/W Ketua Komisi Hukum Dan Ketahanan Nasional PB HMI (MPO)

Muhammad Aldiyat Syam Husain/W Ketua Komisi Hukum Dan Ketahanan Nasional PB HMI (MPO)

Oleh : Muhammad Aldiyat Syam Husain – Wakil Ketua Komisi Hukum Dan Ketahanan Nasional PB HMI (MPO)

Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut Perppu 2/2022 atau Perppu Ciptaker) pada 21 maret 2023. Dari UU Ciptaker lama sampai Perppu Ciptaker baru sudah menjadi sorotan publik dan mendapat kritikan serta penolakan oleh sebagian besar elemen masyarakat dan jaringan Gerakan sosial dihampir seluruh Indonesia.

Sebelumnya, Undang-Undang Ciptaker lama telah menjadi hot issue. Undang-Undang ini merupakan Omnibuslaw yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum, dimana didalamnya merangkap 11 klaster peraturan yang meliputi penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek, serta pemerintah kawasan ekonomi. Setelah pidato Presiden Joko Widodo di tahun 2020, pemerintah membentuk satgas pembentukan undang-undang ini yang kemudian draftnya dilanjutkan ke DPR RI. Dalam proses pengesahan UU ini diljalankan sangat terburu-buru bahkan DPR RI rela untuk mengadakan rapat secara cepat. Disaat yang bersamaan banyak pihak yang menolak disahkannya UU Ciptaker ini bahkan setelah resmi menjadi undang-undang diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Setelah dilakukan peninjauan secara seksama, mengutip keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 91.PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja adalah cacat formil dengan begitu UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat. MK menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat karena MK ingin menghindari ketidakpastian hukum dan dampak yang lebih besar yang akan ditimbulkan, serta mempertimbangkan penyeimbangan syarat pembentukan undang-undang yang harus memenuhi seluruh unsur, seperti kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan serta juga mempertimbangkan tujuan dari terciptanya UU Ciptaker.

Baca Juga :  Menjadi Motivasi Diri

Di satu sisi, untuk menggantikan UU Ciptaker lama, pemerintah seakan-akan bersiasat dengan dibuatnya Perppu 2/2022 yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Desember 2022. Mengutip Prof. Jimly Asshiddiqie (detik.com,10/1/2023), Perppu ini jelas melanggar prinsip hukum yang dicari-carikan alasan pembenaran oleh sarjana tukang stempel. Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong.

Setelah dilakukan peninjauan kembali, Perppu Ciptaker ini masih belum ada perbaikan signifikan dari UU Ciptaker lama yang disahkan pada tahun 2020. Pasal-pasal dalam Perppu Ciptaker masih memiliki nafas yang serupa dengan mengutamakan investor. Banyaknya kejanggalan dalam isi Perppu Ciptaker ini menimbulkan kesan seolah pemerintah melarikan tanggungjawab dari permasalahan yang seharusnya diselesaikan dan terutama pula ruang bagi partisipasi publik dalam membuat peraturan perundang-undang.

Baca Juga :  Fahd A Rafiq : Jangan Anggap Sepele Kekuatan Kata Kata

Alasan kegentingan yang memaksa dalam Perppu Nomor 2/2022, menghilangkan sejumlah hak asasi manusia dalam hal pemerintahan dan pembentukan peraturan perundang-undangan. Pelanggaran hak partisipasi rakyat dalam pemerintahan (lihat; Pasal 28 D ayat (3) UUD 45, Pasal 43 Ayat (2) dan Pasal 44 UU No. 39/1999 tentang HAM), karena tidak dapat memberikan masukan dan usulan. Kemudian, tertutupnya ruang partisipasi masyarakat juga menyebabkan terlanggarnya hak kebebasan berpendapat dan berekspresi (lihat; Pasal 28E Ayat (3) UUD 45, Pasal 23 Ayat (2) Nomor 39/1999 tentang HAM), serta hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (lihat; Pasal 28F UUD 45 dan Pasal 14 UU Nomor 39/1999 tentang HAM).

Meski demikian, pemerintah menyatakan bahwa pertimbangan dalam menerbitkan Perppu Ciptaker sudah sangat matang seperti melihat kondisi ancaman inflasi, stagflasi, krisis multisektor, masalah suku bunga, kondisi geopolitik, krisis pangan, serta melindungi pelaku usaha dalam hal antisipasi ekonomi global. Namun, realita yang sesungguhnya terjadi kontradiktif terkait anggapan yang diyakini oleh pemerintah. Menurut direktur eksekutif Centre of Economic Law and Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kondisi dalam Perppu Cipta Kerja bertolak belakang dengan asusmsi makro ekonomi APBN 2023, dimana pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen cenderung tinggi. Kemudian, dalam hal kekosongan hukum, pemerintah melihat perlu diciptakan suatu peraturan yang mampu menjaga stabilitas negara yang dipengaruhi oleh keadaan hubungan internasional pada saat ini. Hal ini mengundang pertanyaan dikarenakan peraturan sebelumnya yaitu UU Ciptaker lama sebenarnya mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang dijadikan alasan pemerintah untuk menerbitkan Perppu ini, namun sejatinya memang perlu dilakukan revisi. Jadi tidak sepenuhnya dapat dikatakan bahwa kekosongan hukum adalah salah satu dasar dalam menerbitkan Perppu Ciptaker.

Baca Juga :  Halaman 74 Putusan MK

Aksi peringatan hari buruh pada 1 Mei 2023 memperlihatkan bahwa dengan wujud barunya UU Ciptaker masih disambut kurang baik alias ditolak secara meluas karena Perppu Ciptaker diyakini sama sekali tidak memihak atau tidak menguntungkan pekerja bahkan para buruh yang berdemonstrasi menuntut Perppu Ciptaker dicabut dan melakukan aksi terus menerus sampai tuntutannya tercapai. Banyaknya pasal-pasal yang dapat merugikan pekerja dalam Perppu Ciptaker, seperti menghilangkan upah minimum dan menggantinya dengan penerapan upah per jam, menghilangkan pesangon, penerapan fleksibilitas pasar kerja yang menimbulkan ketidakpastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWT), hingga pasal yang dinilai akan membuka ruang besar bagi tenaga kerja asing (TKA) yang tidak berketerampilan (unskilled) untuk masuk dan bekerja di Indonesia disaat sebelumnya peraturan tersebut mengatur bahwa TKA yang dapat berkerja di Indonesia adalah mereka yang memiliki keterampilan tertentu dan belum dimiliki oleh pekerja lokal dengan harapan dapat tercapainya transfer of knowledge semakin meresahkan masyarakat. Waallahu A’lam bishawab.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Muhammad Aldiyat Syam Husain
Editor : Mufik
Sumber :

Berita Terkait

Catatan Politik Senayan; Prioritaskan Program dengan Berpijak Pada Aspirasi Publik
Politik di Spice Islands
Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua
Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat
Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden
Kerek Lamok dan Wunuk Kerek
Perempuan Lani dan Cawat Tali
Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Berita Terkait

Rabu, 20 November 2024 - 15:49 WIB

Politik di Spice Islands

Jumat, 15 November 2024 - 21:27 WIB

Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua

Minggu, 10 November 2024 - 12:57 WIB

Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat

Selasa, 5 November 2024 - 16:12 WIB

Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:20 WIB

Kerek Lamok dan Wunuk Kerek

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:13 WIB

Perempuan Lani dan Cawat Tali

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 15:14 WIB

Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Rabu, 23 Oktober 2024 - 19:30 WIB

Papua Bukan Tanah Kosong

Berita Terbaru

Nasional

Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

Kamis, 21 Nov 2024 - 15:08 WIB