Oleh: Muhammad Fadly Hasbullah – Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Fokus Kajian pada Isu-isu
Keamanan Nasional.
Meskipun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang rencana
pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru masih menuai pro kontra, DPR RI
telah mengesahkannya menjadi UU beberapa waktu lalu (19/01). IKN baru
juga telah diberi nama yaitu Nusantara. Namun pengaturan tentang IKN
tentu tidak hanya sebatas pemindahan serta pembangunan infrastruktur
saja. Tantangan selanjutnya yang tak kalah penting adalah menjaga
keberlanjutan stabilitas keamanan IKN Nusantara.
Membaca UU IKN memunculkan kekhawatiran khususnya terkait
pembahasan aspek pertahanan IKN. Karena dari seluruh isi UU IKN paling
tidak hanya satu pasal yang membahas tentang pertahanan dan keamanan
IKN. Yaitu pada pasal 19 yang menyebutkan bahwa “pertahanan dan
keamanan wilayah IKN dilaksanakan berdasarkan sistem dan strategi
pertahanan dan keamanan yang terintegrasi dengan Rencana Induk IKN”.
Padahal jika merujuk pada Pasal 1 UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara didefinisikan sebagai usaha mempertahankan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan
bangsa dari ancaman serta gangguan keutuhan bangsa dan negara. Di
dalamnya termasuk ibu kota negara yang merupakan simbol dan pusat
pemerintahan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Artinya bahwa aspek pertahanan keamanan negara sangat penting untuk
diperhatikan. Apalagi IKN yang merupakan representasi, jantung serta
simbol negara. Maka, IKN Nusantara tentunya harus memiliki nilai
pertahanan strategis yang tinggi. Sebab tidak menutup kemungkinan, jika
sistem pertahanan IKN lemah, ancaman keamanan bisa saja terjadi.
Dalam studi Hubungan Internasional, Hans Morgenthau seorang tokoh
realisme klasik memandang bahwa sistem internasional tidak terlepas dari
kondisi anarki. Hal ini terjadi karena fenomena politik global dipenuhi
dengan konflik kepentingan. Dengan demikian, negara dituntut untuk
mengantisipasi serta bersikap menghadapi setiap potensi ancaman yang
akan berimplikasi pada instabilitas keamanan nasional.
Jika dipetakan ancaman keamanan IKN yang berlokasi di wilayah Penajam
Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Utara cukup beragam.
Sumber ancaman bisa saja datang dari aktor non-militer. Misalnya lokasi
IKN rentan terjadi penyelundupan orang, narkoba, tempat transit teroris
serta kejahatan transnasional lainnya.
Dan yang lebih mengkhawatirkan, jangan sampai IKN mudah diserang
ancaman militer negara lain. Apalagi lokasi IKN Nusantara relatif
berdekatan dengan perbatasan darat Malaysia sepanjang 2.062 km. Meski
kita tidak sedang berperang dengan Malaysia, IKN yang berdekatan
dengan negara tetangga tidak menutup kemungkinan mudah terjadi
gesekan. Belum lagi, Indonesia dan Malaysia rentan dengan “perang mulut”
yang berpotensi memicu adanya perang terbuka.
Pepatah dalam dunia pertahanan menyebutkan bahwa tetanggamu adalah
musuh terdekatmu. Entah dalam perebutan pengaruh di kawasan (regional)
atau yang berkaitan dengan perbatasan teritorial daratan dan lautan. Itu
sebabnya lokasi ibu kota di banyak negara berusaha untuk berjauhan
dengan perbatasan dengan negara tetangga.
IKN Nusantara juga berhimpitan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) II dari Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Bali, Selat Lombok dan
titik sempit dunia (choke point). Dengan demikian, resistensi IKN bertambah
karena ALKI merupakan alur laut terbuka perairan internasional baik untuk
jalur perdagangan bahkan jalur lintas kapal perang.
Padahal resistensi serangan dari laut ini harus menjadi aspek yang
diperhatikan untuk memindahkan ibu kota negara. Atau paling tidak lokasi
IKN bisa terlindungi secara alamiah oleh dataran tinggi atau pegunungan.
Beberapa negara misalnya Myanmar memindahkan IKN ke Naypyidaw,
daerah pedalaman serta dilindungi oleh Sungai Irrawaddy yang jauh dari
laut. Sama halnya dengan Australia memilih Canberra daripada Melbourne
atau Sydney yang rentan diserang dari laut.
Tak berhenti sampai disitu, lokasi IKN mendekati Flight Information Region
(FIR) milik beberapa negara tetangga. Yakni Filipina, Singapura, Kinabalu
Malaysia, dan Manila. Begitu juga lokasi IKN ini masuk dalam radius jelajah
Intercontinental ballistic missile (ICBM) dan rudal hypersonic negara
tertentu.
Di lain sisi mengingat IKN Nusantara akan dibangun dengan model smart
city berbasis teknologi yang salah satunya yaitu Internet of Things (IoT).
Kita tidak boleh meremehkan jenis ancaman keamanan baru yang
berkelindan dengan pesatnya perkembangan teknologi itu.
Karena selain memberikan efektivitas serta kemudahan dalam
menjalankan roda pemerintahan, teknologi juga memberi arena baru bagi
peperangan hibrida yang saat ini marak terjadi di berbagai belahan
dunia. Misalnya seperti ancaman rudal jarak jauh, pencurian data strategis,
spionase, radikalisasi hingga aksi terorisme dan ancaman lainnya.
Minimnya pembahasan terkait pertahanan keamanan dalam UU IKN baru.
Serta kompleksitas ancaman keamanan IKN Nusantara di atas hendaknya
diperhitungkan. Pemerintah perlu untuk melakukan akselerasi terkait
penataan kembali kebijakan, dan aturan tentang upaya keamanan nasional.
Sebelum aktivitas pemerintahan akhirnya dipindahkan, IKN Nusantara
sudah kuat dan mumpuni. Sebagai upaya untuk mewaspadai serta menjaga
stabilitas keamanan IKN Nusantara.
Setidaknya, melakukan akselerasi pengadaan alat utama sistem
persenjataan (alutsista) pemukul strategis seperti rudal jarak jauh dan
sedang serta pesawat tempur. Dari sisi pertahanan matra laut, penting
untuk membangun wilayah pertahanan seperti peningkatan kekuatan kapal
perang, penempatan rudal di ALKI I, II, dan III. Sementara pembangunan
pertahanan udara dengan pembentukan Zona Identifikasi Pertahanan
Udara/ ADIZ.
Karena IKN selain sebagai simbol negara, ia juga merupakan centre of
gravity negara. Meskipun sukar dibayangkan terjadinya perang dalam
pengertian militer (tradisional) untuk beberapa tahun kedepan.Sebab
sejarah telah membuktikan bahwa penguasaan suatu negara ialah dengan
menundukkan atau menguasai ibu kota negaranya.
Penulis | : MUHAMMAD FADLY HASBULLAH |
Editor | : YULI A.H |
Sumber | : |