Mata Uang Dunia

Selasa, 18 Februari 2025 - 19:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Mikhail Adam

Coba kita bayangkan jika literasi adalah mata uang dunia?

Bukan dollar, bukan euro, bukan yuan, ataupun bukan poundsterling, tetapi literasi yang menjadi mata uang dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Premis ini memiliki landasan sederhana. Peradaban yang besar dan terkemuka dihidupi dengan ilmu pengetahuan dan budaya literasi yang kuat. Itu semua lahir dari tradisi membaca yang menjulang.

Jika kita melihat kota-kota peradaban bisa kita lihat cara kota-kota itu bertumbuh:

Athena tumbuh dengan gagasan.

Hangzhou dibasuh dengan keindahan puisi.

Florence mekar dengan cita rasa seni tinggi.

Edinburgh diasuh dengan ide-ide dan budaya riset yang kokoh.

Wina dibangun dengan energi intelektual dan semangat artistik.

Alexandria dengan inovasi dan interaksi peradaban yang konstruktif.

Baghdad bersinar dengan cahaya akal dan ilmu pengetahuan.

Dari beberapa contoh kota peradaban terdapat benang merah, akan pentingnya: ilmu pengetahuan dan budaya literasi. Keduanya itu berpangkal pada ketekunan membaca.

Baca Juga :  LaNyalla for President: Cita – Cita, Pengabdian, Keyakinan dan Rasionalitas

UNESCO menyebut literasi sebagai hak asasi manusia, alat pemberdayaann pribadi, dan sarana untuk pengembangan sosial dan manusia.

Literasi menjadi Hak Asasi Manusia bagi semua orang. Literasi menjadi dasar pembelajaran sekaligus pendidikan sepanjang hayat. Kendati teknologi berkembang pesat dan canggih, literasi tetaplah kekuatan di abad 21.

Tingkat literasi turut membawa dampak bagi perekonomian global. World Literacy Foundation merilis tingkat literasi yang rendah diperkirakan merugikan ekonomi dunia sekitar 1,19 triliun setiap tahunnya.

Tingkat literasi berpengaruh besar bagi dunia usaha, lebih dari dua miliar orang dewasa di seluruh dunia tidak memiliki keterampilan literasi yang dibutuhkan pengusaha atau sesuai standar kemampuan industri pasar kerja.

Tingkat literasi yang rendah dua kali lebih mungkin untuk menganggur, mengalami kesehatan yang buruk, dan memiliki pola hidup yang merugikan.

Baca Juga :  Generasi Muda Harapan Papua

Keterpurukan literasi berpengaruh bagi aspek ekonomi, sosial, dan politik. Rendahnya literasi membuat cost sosial semakin tinggi dan berdampak lebih jauh ke segala aspek bidang kehidupan. Jika dibiarkan ini dapat menghambat pembangunan sosial dan nasional suatu negara.

Riset lain memperkuat temuan pengaruh tingkat literasi terhadap perekonomian. Studi Literacy Texas yang dilakukan di Amerika Serikat menjelaskan, Meningatkan literasi akan mendatangkan manfaat ekonomi yang besar. Kemampuan membaca yang baik bagi orang dewasa mendorong tambahhan pendapatan tahunan sebuah negara sebesar $2,2 triliun – atau 10% dari PDB sebuah negara.

Literasi menjadi landasan dasar yang memberikan pondasi untuk pembangunan sosial dan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, kondisi tingkat literasi Indonesia masih terpuruk. UNESCO memaparkan indeks minat baca masyarakat Indonesia berada di angka 0,0001% atau dalam kata lain hanya 1 orang yang rajin membaca dari 1000 orang di negeri Khatulistiwa itu.

Baca Juga :  Relawan Jokowi LRJ: BUKAN PETUGAS PARTAI

Sedangkan studi Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut Indonesia berada di peringkat 71 dari 77 dalam posisi literasi dunia.

Tingkat literasi digital sendiri, Indonesia berada di urutan paling buncit di ASEAN dengan angkat 62% di bawah nilai rata-rata ASEAN yang mencapai 70%.

Data lain menunjukkan rata-rata IQ orang Indonesia berkisar di angka 78,49 yang dirilis oleh World Population Review tahun 2024.

Merujuk data-data ini, Jika literasi adalah mata uang dunia berapa harga mata uang Indonesia di hadapan mata uang dunia? Indonesia bertengger di posisi berapa dengan tingkat literasi yang minim? Bisakah disebut Indonesia dilanda hyperinflasi? Dan pertanyaan pamungkas, dengan tingkat literasi yang minim, ke mana Indonesia 2045: Menuju Utopia atau Distopia?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Mikhail Adam
Editor : LUKAS
Sumber :

Berita Terkait

Revisi UU Minerba; Langkah Maju Percepatan Hilirisasi
Berita Acara Sumpah (BAS) Firdaus dan Razman Dibekukan Pengadilan Tinggi, Apa Pelajaran Bagi Advokat Lain?
Pesan Ketum di Rakernas, Partai Golkar Solid
Kongkriet! Arahan Ketua Umum DPP Partai Golkar di Rakernas
Menteri Bahlil Cermat
Pemerintah dan DPR Guyup Wujudkan Swasembada Energi
Presiden Prabowo Tentang Urgensi Patuh Pada Sistem Hukum dan Undang-Undang
Gereja Suku menutup Pintu penginjilan

Berita Terkait

Jumat, 21 Februari 2025 - 22:34 WIB

Anak Suku Dayak Wujudkan Pendidikan Inklusif bagi Semua di Borneo

Jumat, 21 Februari 2025 - 11:46 WIB

DPRD Jabar Dukung Langkah Gubernur Dedi Mulyadi Pecat Kepsek SMAN 6 Depok

Jumat, 21 Februari 2025 - 11:28 WIB

KAMMI Gelar Green Leadership di Universitas Mulawarman, Fokus pada Keberlanjutan Hutan

Jumat, 21 Februari 2025 - 11:24 WIB

MTPI Desak Freeport Patuh UU Minerba, Tolak Ekspor Konsentrat

Jumat, 21 Februari 2025 - 09:41 WIB

Jan Oratmangun Kembali Terpilih sebagai Ketua Umum DPP SPTJ Periode 2025-2028

Jumat, 21 Februari 2025 - 09:16 WIB

Warga Berhak Melaporkan Pejabat yang Bertindak Diskriminatif, Ini Dasar Hukumnya

Jumat, 21 Februari 2025 - 03:35 WIB

PSI Jakarta Menunggu Gebrakan Pramono-Rano di 100 Hari Pertama Memimpin Jakarta

Jumat, 21 Februari 2025 - 02:07 WIB

KAHMI JAYA Apresiasi Pelantikan Bursah Zarnubi sebagai Bupati Lahat: Sosok Inspiratif bagi Generasi Muda

Berita Terbaru

Hukum & Kriminal

Dinamika Sengketa Merek: Antara Regulasi dan Realitas Bisnis

Jumat, 21 Feb 2025 - 16:22 WIB