DETIKINDONESIA.C.ID,HALTIM– Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol. Drs. Waris Agono, M.Si, didesak segera menindak Ahmad Hi. Djaim yang diduga menjadi dalang aksi provokasi dan penghinaan terhadap Kesultanan Tidore. Kasus ini dinilai melanggar hukum positif maupun adat, serta berpotensi memicu konflik horizontal dan mengancam integritas budaya kesultanan yang memiliki sejarah panjang dalam perjalanan Republik Indonesia.
Dasar Hukum dan Ancaman Sanksi
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Praktisi hukum Mohtar Basrah, SH., menjelaskan bahwa tindakan Djaim dapat dijerat Pasal 310 dan 311 KUHP (penghinaan), Pasal 14-15 UU ITE No. 19/2016 (penyebaran hoaks), serta Pasal 160 dan 107 KUHP terkait provokasi dan makar. “Ancaman hukumannya mencapai 6 tahun penjara,” tegasnya. Selain sanksi pidana, pelaku juga berhadapan dengan hukum adat Kesultanan Tidore yang diakui Perda Malut No. 7/2019, termasuk denda simbolis, pengucilan, atau penyerahan ke hukum negara.
Kronologi Aksi Provokasi di PT STS
Pada Senin (21/4), Djaim dan Rifai Husain disebut mengorganisir unjuk rasa “settingan” di lokasi PT STS, Halmahera Timur. Mereka mengklaim Djaim sebagai “Kimalaha Wayamli”, gelar adat yang tidak diakui kesultanan. Aksi ini diduga dibiayai pihak tertentu untuk memeras perusahaan tambang dan memanas-manasi hubungan antara aparat, masyarakat, dan kesultanan.
Bukti video viral menunjukkan Rifai memprovokasi massa, sementara seorang peserta aksi pura-pura pingsan untuk menuduh aparat melakukan kekerasan. Surat edaran dan flyer digital palsu juga disebar via WhatsApp, menuduh Kesultanan Tidore tidak membela rakyat.
Pernyataan Resmi Kesultanan Tidore
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Abdila Moloku |
Editor | : Delvi |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya