DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan dua indikator dalam demokrasi Indonesia semakin memburuk. Kedua indikator itu adalah politik dan kebebasan sipil.
Hal tersebut disampaikan LaNyalla secara virtual saat menjadi pembicara kunci di Seminar Nasional
Ikatan Alumni Universitas Diponegoro dengan tema ‘Penundaan Pemilu, Kemunduran atau Terobosan Demokrasi?’ sekaligus Peluncuran Buku LP3ES ‘Kemunduran Demokrasi dan Resiliensi Masyarakat Sipil’, Senin (28/3/2022)
LaNyalla menjelaskan, awal Februari 2022 The Economist Intelligence Unit, sebuah lembaga riset dan analisis multi isu, menyatakan secara umum Demokrasi di Indonesia dalam kondisi cacat, atau flawed democracy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kondisi ini disebabkan semakin memburuknya dua indikator dalam demokrasi di Indonesia. Yaitu budaya politik dan kebebasan sipil. Ini mungkin sangat cocok bila kita kaji dari buku yang ditulis Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt yang berjudul Bagaimana Demokrasi Mati,” katanya.
Dijelaskan LaNyalla, polarisasi tajam di masyarakat sejak 2014 lalu, menjadi salah satu penyumbang kemunduran budaya politik bangsa ini dalam konteks demokrasi.
“Karena, sepanjang waktu kita disuguhi kegaduhan nasional. Disuguhi pertunjukkan drama kolosal yang sangat tidak bermutu. Sesama anak bangsa saling melakukan persekusi. Saling melaporkan ke ranah hukum. Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran,” katanya.
Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, kondisi tersebut menjadi lebih parah ketika ruang-ruang dialog yang ada juga semakin dibatasi dan dipersekusi. Baik secara frontal oleh pressure group, maupun dibatasi secara resmi oleh institusi negara.
Hal itu yang akhirnya membuat masyarakat akhirnya disuguhkan dengan sweeping bendera, sweeping kaos, sweeping forum diskusi, pembubaran forum pertemuan dan lain sebagainya.
Penulis | : Tim |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya