Ambiguitas Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

Rabu, 24 Agustus 2022 - 18:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kondisi ini penulis menyebut sebagai ambiguitas dalam penanganan tindak pidana pemilu khsusnya pada tahapan pendaftaran partai politik. Jika pencatutan nama tersebut dalam penerepan pasal hanya berkonsekuensi pada penyelenggara pemilu (KPU) maka bagaimana dengan pihak yang menjadi korban atas pencatutan nama tersebut?.

Ambiguitas Pidana Pemilu

Jika kita menjadikan alas hukum  pada UU no 7 tahun 20217

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pasal 520 yang berbunyi “ setiap orang yang dengan segaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuru orang lain memakai, atau setiap orang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi DPRD kabupaten/Kota, untuk menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai mana dimaksud dalam pasala 254 dan pasal 260 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.72.000.000.00 (Tujuh puluh dua juta rupiah ).

Pertanyaan “selanjutnya” adalah soal pencatutan nama orang lain untuk kepentingan keterpenuhan sebagai syarat administrasi keanggotaan partai politik tidak di temukan pada tahapan pendaftaran partai politik jika kita menggunakan pendekatan pasal 520 diatas,hal sama juga ditemukan pada ketentuan pidana dalam

pasal 544 yang berbunyi “Setiap orang yang dengn sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.72.000.000.00(tujuh puluh dua juta rupiah)

Artinya konstruksi yang dibangun dalam penerapan pasal 520 dan 544 sama sekali tidak menyentu subtansi “pemalsuan’’ dan’pencatutan ‘pada tahapan pendaftaran partai politik, kondisi ini kemudian dari penyelenggara pemilu Bawaslu akan kesulitan jika menggunakan diksi ‘pemalsuan’ pada tahan pendaftaran partai politik karena sama sekali tidak menyebutkan unsur pemalsuan dokumen tersebut pada tahapan pendaftaran partai politik, inilah yang penulis sebut sebgai ambiguitas dalam penenganan pelanggaran pemilu pada saat pendaftaran partai politik.

Baca Juga :  Miras Bukan Budaya Orang Asli Papua

Jika kondisi dalam penanganan pelanggaran pemilu pada saat pendaftaran partai politik tidak menemukan kepastian hukum ditengah masyarakat terkhusus yang merasa dirugikan oleh oknum parpol yang suda mencatut identitas pribadi untuk keterpenuhan syarat keanggotan partai politik, lantas bagaimana langkah penyelesaiaan selanjutnya. Kerena hampir pada tahapan akhir penaftaran partai politik ironisnya Gakkumdu tingkat kabupaten /kota juga belum ada kepastian untuk pembentukan mengingat hal ihwal krusial yang harusnya menjadi leading sectore dari penanganan pelanggaran pidana pemilu.

Pidana Umum

Pada persoalan pecatutan identitas pada pokok persoalan diatas jika publik tidak segerah mendapat kepastian hukum karena persoalan regulasi dan belum terbentuknya gakkumdu pada tingkatan kabupaten /kota maka ada alternatif penyelesaian hukum yang bisa ditempuh lewat pidana umum. Orang-orang tersebut yang merasa di catut namanya pada saat pendaftaran partai politik  tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang menerangkan sebagai berikut:

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Hal tersebut di atas dipertegas oleh pendapat ahli Moh. Anwar dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid I  yang menyatakan bahwa dalam Pasal 378 KUHP terdapat unsur-unsur sebagai berikut: Pertama Unsur Subyektif: dengan maksud  a. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum.Kedua Unsur Objektif: membujuk atau menggerakkan orang lain dengan alat pembujuk atau penggerak a. Memakai nama palsu b. Memakai keadaan palsu c. Rangkaian kata bohong; d. Tipu Muslihat agar: ( 1) Menyerahkan suatu barang; ( 2)  Membuat hutang; (3)  Menghapuskan hutang.

Baca Juga :  Sah! MK Putuskan Tolak Sistem Pemilu Tertutup

Bila melihat isi ketentuan dan pendapat ahli hukum pidana tersebut di atas, memasukkan nama orang lain dengan mencatut dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum maka sesunggunya penarapan pasal penipuan dalam pencatutan identitas orang lain adalah merupakan sebuah pelanggaran hukum. Penipuan adalah delik laporan, oleh karena itu, baik pihak yang mengetahui adanya pencatutan nama seorang oleh oknum partai politik agara terpenuhnya syarat administrasi pendaftaran partai politik maka sesunggunya telah melanggara pasal 263 KUHP .Selain itu, dapat juga dipidana atas dasar pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Ayat (1)    Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun Ayat (2)Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Terkait pasal di atas, Adami Chazawi dalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Pemalsuan, menjelaskan tentang pengertian pemalsuan surat sebagai berikut:“Membuat surat palsu (membuat palsu/ valselijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.”

  1. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan mengenai surat yang dipalsu sehubungan dengan Pasal 263 KUHP, yaitu bahwa surat yang dipalsukan tersebut harus suatu surat yang:
Baca Juga :  Bola dan Otda

Dapat menerbitkan suatu hak misalnya: (1).ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain); (2). Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya: surat perjanjian utang piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);(3). Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi atau surat semacam itu); atau (4).Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa (misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).Artinya suda secara jelas dijelaskan pada bagian diatas bahwah perbuatan dengan mencatut atau memalsukan identitas seseorang untuk kepentingan sebagai syarat keterpenuhan syarat administrasi partai politik akan memiliki dampak dan implikasi serta konsekwensi hukum .

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Nasarudin Sili Luli
Editor : Fiqram
Sumber :

Berita Terkait

Catatan Politik Senayan; Prioritaskan Program dengan Berpijak Pada Aspirasi Publik
Politik di Spice Islands
Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua
Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat
Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden
Kerek Lamok dan Wunuk Kerek
Perempuan Lani dan Cawat Tali
Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Berita Terkait

Rabu, 20 November 2024 - 15:49 WIB

Politik di Spice Islands

Jumat, 15 November 2024 - 21:27 WIB

Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua

Minggu, 10 November 2024 - 12:57 WIB

Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat

Selasa, 5 November 2024 - 16:12 WIB

Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:20 WIB

Kerek Lamok dan Wunuk Kerek

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:13 WIB

Perempuan Lani dan Cawat Tali

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 15:14 WIB

Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Rabu, 23 Oktober 2024 - 19:30 WIB

Papua Bukan Tanah Kosong

Berita Terbaru

Nasional

Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

Kamis, 21 Nov 2024 - 15:08 WIB