Ia menyebut nilai harta Andika yang fantastis justru jadi ironi bila membandingkan dengan kehidupan mayoritas prajurit di lapangan, yang justru hidup sederhana.
“Patut untuk diselidiki lebih dalam. Bagaimana mungkin prajurit yang tunduk kepada Sapta Marga, di mana poinnya untuk berlaku jujur, tetapi malah muncul kecurigaan terkait nominal harta kekayaannya. Menurut kami, tidak sesuai dengan pangkat dan jabatan yang diemban,” kata Hussein.
Sayangnya, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adityo Rizaldi, mengatakan pihaknya tidak akan menanyakan soal sumber harta kekayaan dalam uji kepatutan dan kelayakan yang digelar pada Sabtu, 6 November 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya rasa hampir dipastikan tidak ada lagi pertanyaan mengenai itu (LHKPN) dan pajak dalam uji kelayakan,” ujar Bobby seperti dikutip dari kantor berita ANTARA pada Jumat (5/11/2021).
Dalam diskusi itu, Imparsial berharap agar anggota Komisi I DPR memanfaatkan sesi uji kepatutan dan kelayakan untuk mendalami hal-hal yang selama ini menjadi tanda tanya publik. Termasuk mengenai sumber harta kekayaan Andika.
“Kami berharap DPR jangan sekedar menjadi stempel bagi pemerintah saja seperti yang terjadi di Orde Baru,” ungkap Hussein.
Namun, bila masukan dari publik diabaikan, kata dia, artinya sama saja Indonesia kembali ke otoritarian Orde Baru. Ia menggarisbawahi pentingnya bagi TNI memiliki calon panglima dengan rekam jejak baik, sebab ia akan mengurusi hajat hidup orang banyak.
Hussein juga menekankan DPR memiliki kewenangan untuk tidak sepakat terhadap calon Panglima TNI yang diusulkan Presiden Jokowi. “Mereka bisa menolak (calon Panglima TNI yang diajukan) lalu dikembalikan ke presiden,” katanya.
Sementara, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, mengatakan alasan di balik penunjukkan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI lebih didominasi faktor politis ketimbang yuridis. Ia tak menampik Andika memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi melalui mertuanya yang notabene mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono.
“Mertuanya ini kan sudah jadi rahasia umum dekat sekali dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (Megawati Soekarnoputri). Dalam banyak hal presiden terlihat tidak punya otonomi dan tergantung terhadap kepentingan politik yang ada di sekitarnya,” ujar Usman dalam diskusi sama.
Ia juga mendorong agar perlu diungkap di mana peran Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) TNI dalam proses pencalonan Panglima TNI pada tahun ini. Usman khawatir justru Wanjakti memberikan masukan untuk menunjuk Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono sebagai pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto, tetapi pada menit-menit terakhir keputusan itu malah diubah.
“Dugaan kami adanya perubahan keputusan di menit-menit terakhir itu lebih didasari faktor politis ketimbang filosofis, mengenai pertahanan negara atau yuridis,” kata dia.
Pendapat Usman seolah terkonfirmasi dengan analis militer dari Universitas Paramadina, Anton Aliabbas. Ia menilai selama ini justru Jokowi kerap kali merilis kebijakan yang bersifat anomali. Sebagai contoh, Jokowi ingin membangun negara poros maritim tetapi belum pernah menunjuk Panglima TNI dari matra TNI Angkatan Laut.
Di sisi lain, Anton menduga, Jokowi memilih pemimpin institusi didasari faktor kedekatan yang sudah dibangun, karena pernah bekerja sama secara dekat pada masa lalu. Sekadar pengingat, Andika pernah bekerja sama dengan Jokowi sebagai Komandan Paspampres.
“Itu sebabnya pemilihan Panglima TNI tidak didasarkan pada matra, tetapi pada person-nya,” kata dia ketika berbincang di stasiun Kompas TV, kemarin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Harris |
Sumber | : abadikini.com |
Halaman : 1 2