Maka dalam kesempatan ini Arvindo Noviar, Ketua Umum Partai Rakyat ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada seluruh Intelektual yang dituntut adil sejak dalam pikiran.
1. Jika Bung Karno sebagai pencetus Pancasila ialah juga perasan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme, apakah Pancasila dimungkinkan mengandung komunisme?
2. Mungkinkah kami dan generasi setelah kami mampu mempelajari sejarah, terutama pemikiran Bung Karno tanpa mengetahui apa itu komunisme?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
3. Bukankah sesungguhnya Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 justru membelenggu kita untuk bisa mempelajari sejarah Bangsa dan Negara Indonesia secara holistik dan komperehensif?
Karena bukan hanya Bung Karno, Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Republik Indonesia ialah juga seorang Tokoh Komunis Internasional, termasuk juga Alimin seorang Pahlawan Nasional yang juga seorang tokoh komunis dll.
Saya tidak sedang mencari siapa salah-siapa benar dalam lembaran gelap sejarah 1965-1966, bahkan saya menghindari untuk mengurai lebih dalam mengenai tragedi apa saja yang terjadi pra-pasca Supersemar itu diterbitkan. Saya hanya ingin rakyat Indonesia di kemudian hari mampu mempelajari sejarah Bangsa dan Negaranya dengan adil dan tanpa rasa takut.
Bukankah rasa hayat sejarah dan akses terhadap sejarah Bangsa dan Negara Indonesia yang utuh yang kemudian mampu melahirkan rakyat-rakyat yang Pancasilais?.
Maka kami menilai Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sudah tidak lagi relevan. Komunisto-phobia bukan sikap yang ksatria. Silahkan hukumi siapapun yang terbukti melakukan upaya pemberontakan terhadap NKRI. Silahkan bubarkan PKI, DI/TII dsj. Tapi jangan halang-halangi rakyat untuk mengetahui sejarah yang sebenar-benarnya, seadil-adilnya.
Dan saya, Arvindo Noviar, Ketua Umum Partai Rakyat mendorong kepada semua pihak, terutamanya Pemerintah untuk segera mencabut Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 demi merevitalisasi kembali Pancasila.
Saya tutup uraian ini dengan mengutip penggalan pidato Bung Karno 17 Agustus 1966 yang tertulis dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi:
“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah! Jangan meninggalkan sejarahmu yang sudah, hai bangsaku, karena jika engkau meninggalkan sejarahmu yang sudah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan, dan lantas engkau menjadi bingung, dan perjuanganmu paling-paling hanya akan berupa amuk, amuk belaka! Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap.” Tutup Arvindo Noviar, Ketua Umum Partai Rakyat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2