“Hal ini akan menurunkan gap supply-demand baja dan impor baja sebesar 35-44% di tahun 2030,” ujar Silmy.
Menurut data World Steel, produksi baja dunia sudah meningkat 10 kali lipat sejak 1950. Khusus wilayah ASEAN, produksi baja mentah di ASEAN meningkat 2,7 kali lipat menjadi sebanyak 32 juta metrik ton selama 1 dekade hingga 2021. Di saat bersamaan, produksi bahan baku baja pig iron juga meningkat mencapai 23 juta metrik ton hingga periode 2021.
“Produksi baja yang diperkirakan tumbuh 1% setiap tahunnya selama 30 tahun ke depan ini akan mencapai jumlah produksi baja sebanyak 2,2-2,4 miliar metrik ton di 2050. Sedangkan produksi baja mentah China akan mencapai puncaknya di periode 2020-2030. Jumlah ini harus kita perhitungkan penyerapannya di masing-masing negara,” terang Silmy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Megatren yang memberikan perubahan setelah masa pandemi diantaranya perubahan iklim dunia, perkembangan teknologi, perubahan sosial ekonomi, maupun geopolitik. Dekarbonisasi, Net Zero Emision, hingga Green Steel mulai banyak dikembangkan oleh produsen baja di dunia.
Diperkirakan permintaan baja rendah karbon mencapai 25% di tahun 2040. Indonesia termasuk dalam negara ke-dua yang menerapkan dekarbonisasi dengan kisaran target 32% di 2030 setelah Malaysia dengan kisaran target 45%.
“Ke depan, industri baja akan menyesuaikan dengan pengembangan industri baja ramah lingkungan, industri baja yang berbasis teknologi digital, maupun industri baja yang mengusung Green Steel Industry. Ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk menyelesaikan masalah emisi karbon tanpa mengurangi efisiensi biaya dan produktivitas pada saat yang bersamaan,” tutup Silmy Karim yang juga merupakan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Penulis | : Tim |
Editor | : Admin |
Sumber | : |
Halaman : 1 2