Menurut warga setempat, Bahera itu menghilangkan rasa lelah. Karena seni memainkan anak lesung saat menumbuk, bangkitkan jiwa bekerja.
Sekitar 4 sampai 5 orang yang Bahera. Mereka kerap lantunkan lagu-lagu khas untuk mengiringi proses penumbukan padi. Sesekali para penumbuk menari sembari sediki menjauh dari lesung. Tapi bunyian tumbukan kompak seirama yang asyik didengar. Peladang lainnya menyaksikan dengan penuh riang gembira.
Kini Bahera sama sekali tak lagi didengar, karena memang tak ada lagi petani padi ladang (kalau ada, mungkin hanya perorangan di desa lain di Sula).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama hidup, baru dua kali saya saksikan Bahera kembali dimainkan.
Sekitar tahun 2008 ketika beras Raskin mulai jadi rebutan hingga diributkan, lalu Bahera kembali dipragakan tanpa sengaja. Dan saya juga tak tahu apa maksud ritus itu kembali gelar.
Saat itu Bahera dipragakan oleh, sebut saja Aba Taju, Baba Aya (Alm), Om Muli dan Tena Yaha. Tepat di depan Mushallah jelang sore. Puluhan warga setempat (termasuk saya) berkumpul menyaksikan. Ada yang spontan mengaku bahwa teringat dengan masa berladang. Memang asyik didengar..!. Kemudian di bulan Oktober tahun 2021 Behara kembali dipragakan.
Mereka yang memperagakan Bahera ini, dulunya adalah para pelaku yang mahir dan lihat memainkan anak lesung. Namun kini tampak terbata-bata.
Sanana, 17 Maret 2023
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : |
Sumber | : |
Halaman : 1 2