Cagub Politik Identitas Berpotensi Menghasilkan Pemimpin Korup

Minggu, 22 September 2024 - 19:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DETIKINDONESIA.CO.ID, TIDORE – Praktisi hukum dan pemerhati demokrasi (Ridwan hanafi), menilai bahwa penggunaan politik identitas dalam Pilkada berpotensi menghasilkan pemimpin yang korup. Dalam wawancara via telepon pada Sabtu (21/09), menurutnya politik identitas tidak menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang sebenarnya. “Politik identitas hanya akan memunculkan polarisasi yang tajam dan isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang bisa menimbulkan perpecahan. Hal ini pernah terjadi di Maluku Utara dan membuktikan bahwa politik identitas tidak menciptakan pemimpin yang kompeten, tetapi justru memperparah perpecahan,” tegasnya.

Ridwan, berpandangan bahwa Sumpah Pemuda adalah bentuk politik identitas adalah keliru dan tidak berdasar. Sumpah Pemuda dimaksudkan untuk menyatukan bangsa, bukan untuk memecah belah. Dia (Ridwan) juga mengkritik pandangan yang meromantisasi politik identitas dalam konteks Pilkada sebagai bentuk kebanggaan identitas lokal, padahal kenyataannya praktik tersebut sering disalahgunakan.

Baca Juga :  Relawan Jokowi LRJ: BUKAN PETUGAS PARTAI

Pernyataan Ridwan ini kontras dengan pendapat Basri Salama, seorang bakal calon wakil gubernur Maluku Utara, yang mengatakan bahwa politik identitas bukan sesuatu yang buruk. Dalam diskusi publik bertema “Pilkada dan Wajah Maluku Utara” di Kota Ternate pada Sabtu (14/09/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Basri menegaskan bahwa politik identitas merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Basri mencontohkan Sumpah Pemuda sebagai wujud persatuan dari berbagai suku yang ada di Indonesia, seperti Jong Java, Jong Sumatera, dan Jong Ambon.

Menurut Basri, narasi politik identitas dalam Pilkada adalah bagian dari hak setiap orang dan tidak perlu dianggap sebagai ancaman terhadap persatuan bangsa. “Kita harus memahami politik identitas sebagai bagian dari demokrasi kita yang menganut prinsip ‘one man, one vote’. Jika ada orang yang menentukan pilihannya berdasarkan agama atau suku, itu adalah hak mereka,” ujarnya.

Baca Juga :  Praktisi Hukum Ingatkan DPD Gerindra Malut Jangan Mengulang Kasus Harun Masiku

Namun, Ridwan mengingatkan bahwa penggunaan politik identitas bisa menutup ruang kompetisi yang sehat dalam memilih pemimpin. “Ketika politik identitas dimainkan, kompetensi dan rekam jejak seorang kandidat sering kali diabaikan. Ini berbahaya bagi demokrasi karena hanya menonjolkan perbedaan daripada gagasan dan program yang bisa membawa perubahan positif,” tambah Ridwan.

Kasus korupsi yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara menjadi contoh nyata bagaimana politik identitas dapat menjadi bumerang. Ridwan memperingatkan bahwa pemimpin yang terpilih melalui narasi politik identitas rentan terhadap praktik-praktik yang tidak transparan dan koruptif. “Ketika seorang pemimpin terpilih bukan karena kompetensinya, melainkan karena identitas yang ia wakili, integritas dan komitmennya terhadap penegakan hukum dan kesejahteraan publik sering kali dipertanyakan,” tuturnya.

Baca Juga :  Menjelang Pilpres 2024, Sekjen LRJ: Relawan Jokowi Berpotensi Saling Berseberangan

Diskursus ini menunjukkan betapa kompleksnya isu politik identitas dalam Pilkada di Indonesia. Sementara sebagian pihak melihatnya sebagai wujud ekspresi kebebasan dalam demokrasi, ada kekhawatiran bahwa politik identitas akan terus memicu polarisasi dan membuka peluang bagi praktik korupsi di tingkat pemerintahan daerah.

Perdebatan tentang politik identitas dalam Pilkada menyoroti dilema besar dalam demokrasi Indonesia. Di satu sisi, identitas lokal dianggap sebagai bagian dari kekayaan budaya dan demokrasi, namun di sisi lain, praktik tersebut berisiko memicu perpecahan dan membuka peluang korupsi. Penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin, dengan menekankan kompetensi, rekam jejak, dan visi yang jelas untuk kemajuan bersama. Ke depan, perlu upaya serius untuk menyeimbangkan ekspresi politik identitas dengan kebutuhan akan pemimpin yang berintegritas dan kompeten.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : TIM
Editor : YULIANA
Sumber :

Berita Terkait

Cerita Nia dan Bambang, Petani Binaan Harita Nickel yang Sukses Jadi Pemasok Bahan Pangan
Langgar Edaran Mendagri, Kades  Dowora Eli Saleh Nekat Bagikan BLT Jelang Pilkada 2024
Kampanye Akbar Paslon Berkat, Freddy Thie Paparkan 3 Program Unggulan Untuk Kaimana 5 Tahun Kedepan
Sekertaris Dinas Kesehatan Halsel, Diduga Terlibat Politik Praktis
Ribuan Warga Padati Kampanye Akbar Freddy Thie-Somat Puarada
Debat Kedua Husain-Asrul Berkomitmen  Tol Laut Harus di Nikmati 10 Kabupaten/Kota 
Debat Kedua Dampak Pertambangan, MK-BISA Skak Sherly soal Jabatan Komisaris Tambang
Pemkot Tidore Gelar Rakor Percepatan Puskesmas Menjadi BLUD

Berita Terkait

Rabu, 20 November 2024 - 15:49 WIB

Politik di Spice Islands

Jumat, 15 November 2024 - 21:27 WIB

Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua

Minggu, 10 November 2024 - 12:57 WIB

Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat

Selasa, 5 November 2024 - 16:12 WIB

Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:20 WIB

Kerek Lamok dan Wunuk Kerek

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:13 WIB

Perempuan Lani dan Cawat Tali

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 15:14 WIB

Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Rabu, 23 Oktober 2024 - 19:30 WIB

Papua Bukan Tanah Kosong

Berita Terbaru

Nasional

Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

Kamis, 21 Nov 2024 - 15:08 WIB