“Dulu, simbol-simbol ini ditulis di perahu, pintu rumah, atau jendela sebagai perlindungan dari roh jahat. Motif ini juga dipercaya memberi kekuatan kepada pelaut saat menghadapi badai di laut,” jelasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Minimnya Regenerasi Seniman Ukir
David mengaku prihatin karena generasi muda kurang tertarik meneruskan seni ukir.
“Anak muda sekarang lebih senang main HP daripada belajar mengukir. Saya membuka sanggar bagi siapa saja yang mau belajar, tapi peminatnya hampir tidak ada,” katanya.
Beberapa kelompok tari di Sorong pernah datang untuk belajar membuat tifa, tetapi David berharap lebih banyak generasi muda yang serius mempelajari seni ukir agar warisan budaya ini tidak punah.
Harapan terhadap Pemerintah
David telah mengajukan proposal kepada Pemerintah Papua Barat Daya pada 24 Oktober 2024 untuk mendirikan museum seni ukir Papua. Namun, hingga kini belum ada tanggapan.
“Saya ingin ada museum atau galeri khusus agar karya-karya ini dihormati. Seniman lokal harus diberdayakan, bukan diabaikan,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan minimnya keterlibatan seniman asli Papua dalam proyek-proyek besar.
“Saya pernah lihat ukiran di Bandara Marinda, Raja Ampat. Itu bukan karya seniman lokal. Seharusnya pemerintah melibatkan seniman Papua agar hasilnya benar-benar mencerminkan budaya kami,” ujarnya.
Menjaga Identitas Papua Lewat Seni
Di tengah berbagai tantangan, David tetap berkomitmen menjaga seni ukir Papua agar tidak hilang ditelan zaman.
“Saya ingin dunia tahu bahwa Papua punya seni dan budaya yang kaya. Jika pemerintah serius ingin m
elindungi budaya, harus ada aksi nyata,” tutupnya. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : TIM |
Editor | : BIM |
Sumber | : JUBI.ID |
Halaman : 1 2