DBH Maluku Utara Dalam Pusaran Kutukan Sumberdaya Alam

Sabtu, 25 Maret 2023 - 15:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Riyanda Barmawi – Direktur Eksekutif Nasional Institut

Reformasi politik yang berlangsung pada pertengahan tahun 1998 menjadi babak baru dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah. Paket kebijakan otonomi daerah yang diterbitkan sejak 1999 turut membangkitkan harapan akan futur daerah yang lebih menjanjikan, karena reorganisasi hubungan pusat-daerah, kian memuluskan proses artikulasi dan pembangunan di aras lokal dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan dan kesejahteraan sosial ekonomi.

Perubahan rezim politik demokratis pada 1998 menandakan lahirnya era baru bagi pemerintah daerah. Paket kebijakan otonomi daerah yang diterbitkan sejak 1999 mengubah posisi daerah dalam pembangunan nasional. Bukanya di tempatkan sebagai entitas yang marginal, perubahan hubungan pusat-daerah, telah memperluas ruang pemerintah daerah untuk melaksanakan tanggubjawabnya. Harapan baru akan masa depan daerah yang lebih menjanjikan akhirnya tumbuh-mengakar di kalangan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Reorganisasi hubungan pusat-daerah membawa konsekuensi makin mudahnya proses artikulasi dan pembangunan di aras lokal, dengan tekad, mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial ekonomi. Sehingga desentralisasi sebagai realitas baru pasca-reformasi sudah mestinya diterima dengan konsekuen. Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab dari pemerintah pusat kepada daerah harus dilihat dalam konteks yang lebih substansial, yakni potensi sumberdaya yang dimiliki dikelola dan diperuntukkan untuk kemakmuran.

Daerah memiliki wewenang mengatur dan mengurus urusan mereka sendiri, dengan harapan, memberikan kontribusi bagi pembangunan yang merata, berkeadilan dan berkelanjutan. Terbitnya Undang-Undang No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, semangatnya dapat dilihat dalam pengertian tersebut, yang di dalamnya memuat ketentuan mengenai Dana Bagi Hasil atau DBH. DBH sendiri diklasifikasi menjadi dua jenis, yakni DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).

Baca Juga :  Komunitas Jabar Unggul dan Indonesia Unggul: Siapapun Pemenang Pilpres 2024, Jawa Barat Tetap Bangkit

Secara definitif, DBH merupakan dana yang dialokasikan dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara, yang bertujuan untuk memperbaiki keseimbangan keuangan pusat-daerah dengan porsi tertentu antara pemerintah pusat dan daerah penghasil, serta menjadi instrumen desentralisasi fiskal untuk mengoreksi ketimpangan fiskal vertikal antara pusat-daerah, dan mengurangi ketimpangan kemampuan fiskal antar daerah melalui pembagian yang merata.

DBH memuat dua prinsip pengalokasian. Pertama, prinsip by origin. Berdasar prinsip ini, pengalokasian DBH hendak dibagi dengan imbangan daerah penghasil mendapatkan porsi yang lebih besar, sementara daerah lainnya (dalam satu provinsi) mendapat bagian pemerataan dengan porsi tertentu, sesuai dengan UU No.33/2004. Kedua, adalah prinsip penyaluran berbasis atau sesuai dengan realisasi penerimaan negara yang dibagi hasilkan (based on actual revenue), seperti tercantum dalam Pasal 23 UU No.33/2004.

Kendati telah ada aturan yang menggariskan mengenai dana perimbangan, namun dalam prakteknya, tampak menyisakan residu sehingga tidak jarang menimbulkan tuntutan maupun gugatan dari pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat lantaran dinilai belum menjawab rasa keadilan, sebagaimana terefleksi dari gugatan pemerintah daerah se-provinsi Maluku Utara (Malut) atas DBH Sumber Daya Alam (SDA), termasuk di dalamnya terkait transparansi data ekspor pertambangan.

Baca Juga :  Rekontruksi HMI : Upaya Mewujudkan Kualitas Insan Cita

Menanti Pertanggungjawaban Pemerintah Pusat

Dana Bagi Hasil (DBH) selalu menjadi isu menarik yang kerap memantik perdebatan publik. Hal ini dikarenakan DBH sangat terkait erat dengan “hajat hidup” daerah. Munculnya gugatan pemerintah daerah se-provinsi Malut atas Pemerintah Pusat, terkait DBH-SDA, tidak terlepas dari kesadaran akan hak-hak daerah penghasil yang belum dipenuhi. Sehingga sangat logis kalau sebagai daerah yang memiliki potensi tambang terbesar menuntut pertanggungjawaban pusat agar hak DBH-nya tidak ditahan.

Merujuk pada data Pemerintah Provinsi Maluku Utara tahun 2022, dikatakan bahwa, DBH SDA mineral dan batu bara dari periode 2019-2022, ditemukan kurang bayar sebesar Rp. 320 miliar lebih. Padahal tertahannya hak daerah, di pemerintah pusat, memiliki konsekuensi serius bagi suksesi pelaksanaan pembangunan di ranah lokal. Spirit untuk menyeimbangkan pembangunan nasional dengan pembangunan daerah, yang di dalamnya juga tertuju mengatasi ketimpangan antar daerah, dapat terbengkalai kalau penyaluran dana alokasi DBH SDA di Maluku Utara terhambat.

Pemerintah daerah se-provinsi Maluku Utara setidaknya telah mencanangkan lima program strategis pembangunan daerah yang mencakup dimensi sosial, ekonomi dan pemberdayaan. Kelima program ini antara lain adalah pembangunan Kawasan Industri Rempah (KIERAHA), kesehatan, stabilisasi harga barang. Program-program ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan desentralisasi yang sudah seharusnya mendapat dukungan dari pemerintah pusat.

Baca Juga :  Kapolri Berprestasi Demi Kepentingan Rakyat

Hanya saja memang muncul persoalan di tengah pelaksanaan program yang dicanangkan pemerintah daerah se-provinsi Malut. Pembiayaan percepatan pembangunan yang bersumber dari DBH SDA Minerba tahun 2019-2022, untuk dialokasikan pada tahun anggaran 2023, justru masih dihadapkan dengan kendala lantaran pemerintah pusat mempunyai tanggungan Rp. 320 miliar yang belum ditunaikan pemerintah pusat. Sejauh hak daerah masih tertahan di pemerintah pusat, maka konsekuensinya, program percepatan pembangunan daerah bisa terbengkalai.

Tertahannya hak daerah untuk mendapatkan DBH SDA yang sesuai dengan porsi yang layak dapat menyebabkan mismatch antara pendapatan dan belanja APBD tahun 2023 dalam jumlah yang signifikan. Sehingga hal ini justru membuat pemerintah daerah sulit untuk memaksimalkan pendapatannya di kemudian hari. Karenanya spirit menyeimbangkan pembangunan dan mengatasi ketimpangan antar daerah yang mengalasi DBH jadi taruhannya. Apakah dapat terealisasi atau justru terhenti sebatas angan-angan belaka.

Sebagai daerah penghasil sumber daya pertambangan, Pusat harusnya lebih peka dengan keperluan daerah, yang notabene tengah mengejar ketertinggalan pembangunan. Bukannya bisa mendorong akselerasi daerah, sebaliknya, ketidakpastian DBH justru hanya akan memicu stagnasi pembangunan daerah. Sehingga pada akhirnya daerah-daerah se-provinsi Malut rentan terseret ke dalam apa yang dikenal sebagai “kutukan sumberdaya alam” (the curse of natural resources).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Riyanda Barmawi
Editor : Fiqram
Sumber :

Berita Terkait

Catatan Politik Senayan; Prioritaskan Program dengan Berpijak Pada Aspirasi Publik
Politik di Spice Islands
Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua
Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat
Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden
Kerek Lamok dan Wunuk Kerek
Perempuan Lani dan Cawat Tali
Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Berita Terkait

Rabu, 20 November 2024 - 15:49 WIB

Politik di Spice Islands

Jumat, 15 November 2024 - 21:27 WIB

Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua

Minggu, 10 November 2024 - 12:57 WIB

Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat

Selasa, 5 November 2024 - 16:12 WIB

Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:20 WIB

Kerek Lamok dan Wunuk Kerek

Minggu, 27 Oktober 2024 - 20:13 WIB

Perempuan Lani dan Cawat Tali

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 15:14 WIB

Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah

Rabu, 23 Oktober 2024 - 19:30 WIB

Papua Bukan Tanah Kosong

Berita Terbaru

Nasional

Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

Kamis, 21 Nov 2024 - 15:08 WIB