“Itulah sebagian pemikiran para pendiri bangsa yang berada dalam suasana kebatinan yang sama. Pemikiran-pemikiran jernih tersebut lahir karena mereka merasakan bagaimana menjadi bangsa yang terjajah,” tegas LaNyalla.
Menurut LaNyalla, demokrasi Pancasila berbeda dengan Isme-Isme yang ada, seperti liberalisme di barat atau komunisme di timur.
“Demokrasi Pancasila dengan titik tekan permusyawaratan perwakilan adalah jalan tengah yang lahir dari akal fitrah manusia sebagai mahluk yang berfikir dengan keadilan,” urai LaNyalla.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh karena itu, ciri utama dari demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan tertinggi yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini.
“Itulah mengapa pada konstitusi kita yang asli, sebelum dilakukan amandemen pada tahun 1999 hingga 2002, MPR adalah Lembaga
Tertinggi Negara. Karena, MPR adalah perwujudan kedaulatan rakyat dari semua elemen bangsa ini, baik elemen partai politik, elemen daerah-daerah dan elemen golongan-golongan. Utusan Daerah adalah representasi seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke. Harus ada wakil-wakil dari daerah, meskipun daerah tersebut terpencil, terisolasi secara sosial-kultural, daerah khusus dan sebagainya,” ucapnya.
Menurutnya, tahun 1999 hingga 2002, bangsa ini melakukan amandemen
terhadap Undang-Undang Dasar dan dilakukan dalam empat tahap. Saat itu terjadi euforia reformasi pasca-tumbangnya Orde Baru.
Dari amandemen itu, MPR tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Utusan daerah dan utusan golongan dihapus digantikan Dewan Perwakilan Daerah.
Presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik dan dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga, mandat rakyat diberikan kepada dua ruang politik yaitu
kepada parlemen dan kepada presiden. Masing-masing bertanggungjawab langsung kepada rakyat melalui mekanisme pemilu 5 tahunan.
Lantas, kata LaNyalla, di mana konsepsi dasar atau genealogi pola dan sistem
kepemimpinan bangsa yang ia sebutkan tadi, dengan prinsip dasar
dari demokrasi Pancasila yang semuanya harus terwakili?
“Jawabnya sudah tidak ada lagi. Karena sejak amandemen itu, Indonesia telah secara tegas meninggalkan demokrasi Pancasila menjadi demokrasi Liberal,” katanya.
Untuk itu, LaNyalla meminta Indonesia menyiapkan generasi menuju Indonesia Emas di tahun 2045 di mana pada saat itu terjadi ledakan demografi, di mana penduduk usia produktif mencapai 70 persen dari jumlah total populasi.
“Karena itu, satu-satunya jalan adalah kita harus berani bangkit. Harus berani melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa ini demi Indonesia yang lebih baik, demi masa depan generasi berikut,” saran LaNyalla.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2