Ekonom Cukai Rokok Optimal di Indonesia, Ekonomi UI: Industri Rokok Justru Memainkan Ilusi Harga

Rabu, 14 September 2022 - 23:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rokok merupakan zat adiktif yang menimbulkan kecanduan, tambah Faisal, seluruh dunia bukan melarang rokok, melainkan dikendalikan, baik produksinya, konsumsinya, penjualannya, iklannya, dan sebagainya. Mereka tidak boleh promosi seenaknya meskipun memiliki anggaran promosi yang sangat besar.

Faisal mengungkapkan, bahwa sasaran industri rokok adalah Gen-Z, bahkan Pos Gen-Z yang usia di bawah 9 tahun pun sudah mulai merokok. “Perokok di usia muda dibawah 18 tahun, pada tahun 2013 sebesar 7.2 persen, tahun 2016 sebesar 8.8 persen, tahun 2018 sebanyak 9.1 persen. Padahal target pemerintah itu turun dari 7.2 persen menjadi 5.4 persen. Bahkan target 2024 itu malah menjadi 8.7 persen, ini seperti tidak ada gairah pemerintah menyelamatkan generasi muda. Oleh karena itu, refelansi merokok di Indonesia nomor 7 tertinggi di dunia,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kunci Utama Pengendalian Konsumsi Rokok, Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembako

Perumbuhan ekonomi rokok di Indonesia masih terbilang tinggi meskipun pandemi, padahal di negara lain sudah mengalami penurunan yang signifikan. “Secara keseluruhan, baik laki-laki dan perempuan yang merokok di Indonesia menduduki peringatan 7 Dunia, namun untuk laki-lakinya yang merokok Indonesia menduduki peringatan satu dunia. Ini sudah sangat parah sekali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Justru kontribusi pemasukan rokok untuk negara secara keseluruhan itu tidak mencapai 1 persen untuk ekonomi negara. Sumbangannya kecil, tapi efek merusaknya yang tinggi. Tahun 2010 saja hanya 0.98 persen sumbangan dari rokok, sekarang malah 0.73 persen pemasukan negara dari rokok. Artinya sosial cost lebih besar dari pada sosial benefit,” kata Faisal.

Jadi seharusnya Indonesia dapat mengendalikan rokok, bukan melarang. Rokok itu penyumbang garis kemiskinan terbesar ke dua setelah beras. Ini harus di perangi agar orang miskin itu tidak banyak mengeluarkan uang hanya untuk rokok. Yang paling sensitif adalah harga, tapi harga cukai bukan segalanya.

Baca Juga :  J-Trust Serahkan Sertifikat pada Billy, Sharen: Saya mau Healing dulu Ya

“Pemerintah mengatakan harus ada keseimbangan, baik tani, rokok, dan pendapatan negara. Justru itu paradigma yang salah, karena rokok itu sudah seperti candu bagi masyarakat. Disaat pajak yang lain turun, cukai rokok malah meningkat, namun tidak mengurangi jumlah konsumsi. Harusnya tidak mengatakan untuk penerimaan negara, melainkan sebagai Pengendalian Konsumsi,” ucapnya.

Penurunan jumlah kemiskinan di Indonesian malah makin melambat. Ada yang tidak miskin tapi dekat dengan garis kemiskinan yang jumlahnya sangat besar. Kontribusi rokok kretek membuat garis kemiskinan makin bertambah, contohnya di pedesaa pada Tahun 2010 kontribusinya 5.19 persen, sekarang sudah 11.63 persen pada 2022.

“Cukai bukan satu-satunya instrumen dalam pengendali konsumsi rokok, melainkan syarat yang wajib. Jadi semua harus ada unsur peningkatan cukainya untuk mempengaruhi harga. Harga juga bukan segalanya, karena mereka bisa menciptakan ilusi harga. Meskipun memiliki merek yang sama, namun harga jual yang berbeda. Rokok dengan porsi cukai yang lebih tinggi justru lebih terjangkau,” ujar Faisal dalam paparannya.

Baca Juga :  Dalam HUT ke-20, BPH Migas Mencapai Target yang Memuaskan Sepanjang Tahun 2022

Meskipun harga semakin mahal, namun siasat industi rokok dengan ilusi harga malah dapat meningkatkan jumlah konsumsi rokok. Akibatnya pemerintah secara sengaja memberikan peluang kepada penjual untuk lebih berkembang dengan produk baru yang di keluarkan sebagai ilusi harga. Untuk itu, harusnya kita lebih cermat menganalisa pesaing bisnis dari para industri rokok, apa lagi produk luar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Michael
Editor : Michael
Sumber : Webinar KBR

Berita Terkait

KNPI Goes To Campus: Mempersiapkan SDM Unggul Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045
Pemprov Babel Gandeng Perguruan Tinggi Kembangkan Desa Wisata Batu Beluban
Penenun Sumba Timur Produksi Wastra Otentik dan Ecofriendly Bersama Bakti BCA dan WARLAMI
Toddy Beberkan Latar Belakang Dualisme Kepemimpinan KADIN Indonesia Saat Ini
Menkumham Tegaskan Pemerintah Tidak Ikut Campur Internal Kadin
Kolaborasi Pokdarwis-Pop Ice Semarakkan Pantai Telapak Antu, UMKM Bangkit bersama Pariwisata
Lia Istifhama Dukung Perhimpunan UKM Indonesia Harapkan Pemerintah Berikan Akses ke UMKM
BPD HIPMI Jaya Akan Adakan Musda ke XVIII. Rifki Auliya: Kita Dukung Rangga Derana Niode Sebagai Ketum HIPMI Jaya Berikutnya

Berita Terkait

Sabtu, 23 November 2024 - 13:54 WIB

Maruar Sirait: Anies Dukung Pramono Bangunkan Macan Tidur, Namanya Jokowi dan Prabowo

Sabtu, 23 November 2024 - 13:45 WIB

Ahok Hadiri Kampanye Akbar Pramono-Rano di GBK

Jumat, 22 November 2024 - 22:29 WIB

KPU RI Nyatakan Cagub Abdul Faris Umlati Bisa Kembali Ikut Pilkada

Jumat, 22 November 2024 - 12:54 WIB

Hadiri Kampanye Pakai Baret Orange, Anies Resmi Dukung Pramono-Rano di Pilgub Jakarta

Jumat, 22 November 2024 - 09:39 WIB

Gibran Minta Mendikdasmen Hapus Sistem Zonasi

Kamis, 21 November 2024 - 15:08 WIB

Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

Rabu, 20 November 2024 - 15:43 WIB

Bertemu Jajaran Bappebti, Bamsoet Apresiasi Beroperasinya Bursa Kripto Indonesia 

Sabtu, 16 November 2024 - 22:27 WIB

Bahlil Optimis Golkar Menang 60 Persen di Pilkada Serentak 2024

Berita Terbaru

DKI JAKARTA

Ahok Hadiri Kampanye Akbar Pramono-Rano di GBK

Sabtu, 23 Nov 2024 - 13:45 WIB