DETIKINDONESIA.CO.ID, LANGKAT – Maraknya pemberitaan terkait adanya perambahan kawasan hutan yang dilakukan oleh pengusaha perkebunan kelapa sawit, bukanlah rahasia umum lagi. Lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku, membuat praktik mafia alih fungsi lahan di Kabupaten Langkat, masih terus bergeliat.
Khusunya di Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura,Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Seperti apa yang terjadi kepada Ketua Kelompok Tani Nipah Samsul Bahri beberapa tahun lalu. Dia diduga menjadi korban kriminalisasi, demi untuk melestarikan hutan dan fungsinya.
Samsul melawan pengusaha perkebunan kelapa sawit yang mengklaim sebagai pemilik lahan 60 Ha atas 242 Ha di wilayah kelola kawasan hutan Kelompok Tani Nipah. Dengan tanpa perlindungan hukum yang berarti dari pemerintah saat itu, akhirnya Samsul mendapatkan perhatian dunia internasional dan mempertanyakan permasalahan ini kepada pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal itu disampaikan Kepala Divisi Sumber Daya Alam (Kadiv SDA) LBH Medan M Ali Nafiah Matondang SH MH via pesan tertulisnya. “Beberapa waktu lalu Gakkum Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Dishut Provsu) telah menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan masyarakat,” kata Ali, Sabtu (10/12/2022) siang.
Hal itu, lanjut Ali, terkait adanya aktivitas 1 unit alat berat jenis eskavator di kawasan hutan di Desa Kwala Serapuh. Saat akan dilakukan penyitaan alat berat tersebut, petugas Gakkum dihadang oleh sekelompok orang. Penghadangan itu diduga diprovokatori oleh oknum Ketua Kecamatan salah satu partai politik di Tanjung Pura berinisial SA.
Secara sadar, SA mengetahui areal tersebut merupakan kawasan hutan, namun dia terkesan tidak memperdulikannya. Dengan mengatasnamakan warga untuk membuat tanggul sepanjang 150 meter agar warga tidak kebanjiran, SA ikut menghadang Gakkum untuk mengevakuasi eskavator itu.
Petugas Balai Gakkum Dishut Provsu yang cek lokasi dan akan menyita alat berat barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, telah melaksanakan amanat sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) huruf a dan d UUU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Serta sesuai dengan amanat dalam Pasal 17 Ayat 2, Jo Pasal 19, Jo Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Semestinya, bagi siapa saja pihak pihak yang menghalangi petugas Balai Gakkum dalam menindak dan menyita alat berat dalam kawasan hutan termasuk SA, dapat dikategorikan telah melakukan tindak pidana kejahatan menghalang – halangi proses hukum. Kemudian dapat dijerat dengan Pasal 221 KUHPidana, dan yang bersangkutan harus segera diproses hukum.
“Siapa pun orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 19 tersebut, dapat dijerat Pasal 92 Ayat 1 atau Ayat 2 UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Perbuatannya dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun, dan paling lama 20 tahun. Serta pidana denda paling sedikit Rp20 Miliar dan paling banyak Rp50 Miliar,” tagas Ali.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Teguh |
Editor | : Admin |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya