DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA-Tokoh Maluku di Jakarta, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina mengatakan participating interest (PI) 10 persen hanya gula-gula yang tidak akan membawa kesejahteraan bagi rakyat Maluku, terutama Seram Bagian Timur (SBT). Semestinya, pengelolah Blok Bula dan Non Bula harus diaudit menyeluruh. Maluku harus menagih hak yang semestinya diperoleh selama eksploitasi Bula dan Non Bula.
“Sekarang baru bicara PI 10 persen untuk Maluku. Mereka sudah berapa lama di sana dan siapa yang selama ini mengelola jatah PI 10 persen. Sebelum bicara PI 10 persen, audit dulu, selama ini siapa yang mengelola 10 persen itu. Logikanya mereka harus membayar semua hasil dari 10 persen itu selama mereka beroperasi di Seram Timur,” tegas Engelina kepada wartawan di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Engelina, selama ini Maluku dirugikan karena tidak diberikan hak PI 10 persen, sehingga Maluku hanya memperoleh dana bagi hasil Migas, yang mungkin saja nilainya kecil jika dibandingkan dengan beban lingkungan yang harus ditanggung Maluku, terutama Seram Timur. “Secara pribadi, saya harap semuanya diaudit dulu. Kemudian berapa kerugian Seram Timur selama ini akibat kehilangan hak PI 10 persen. Setelah itu baru bicara PI 10 persen yang memang menjadi hak daerah,” tegasnya.
Dia mengatakan, sangat aneh kalau eksploitas yang sudah berlangsung lama, tetapi baru bicara PI 10 persen saat ini. Artinya, ada kerugian yang dialami Seram Timur akibat haknya untuk mengelola PI 10 persen selama ini tidak diberikan. “Ini siapa yang bertanggung jawab? Kalau pihak pengelola yang tidak memberikan, maka semua hak yang hilang harus dibayarkan dulu selama puluhan tahun. Kalau sekarang mereka bicara PI 10 persen, tentu itu untuk ke depan. Yang kita pertanyakan bagaimana dengan hak Seram Timur selama ini? Siapa yang ambil keuntungan? Ini hanya bisa diketahui dengan melakukan audit investigasi,” tutur Engelina.
Engelina mengatakan, dirinya tidak menuduh pihak siapapun, tetapi faktanya Seram Timur tidak memperoleh hak yang semestinya. Padahal, kekayaan alam itu ada di Seram Timur dan harus menanggung beban akibat kerusakan lingkungan. Apalagi, keberadaan Blok Migas itu bakal mengancam flora dan fauna di Manusela. “Stop mempermainkan SDA Maluku! Mereka ambil SDA Maluku seperti zaman kolonial saja. Bagi saya, PI 10 persen itu hanya gula-gula. Seharusnya pemerintah didorong untuk membangun industry di Maluku, karena hanya dengan begitu kekayaan alam Maluku dikelola di Maluku, sehingga kita dapar manfaat ekonomi yang lebih besar,” tegasnya.
Engelina mengatakan, dengan PI 10 persen itu apakah bisa mensejahterakan rakyat Maluku? Yang terjadi, kekayaan alam dikeruk dan membiarkan para pemilik kekayaan alam menjadi penonton di atas kekayaan alamnya sendiri. Semestinya, pemerintah mengajak Maluku saat mulai perencanaan sampai dengan pengelolaan. “Tapi, ini tidak terjadi. Mereka serobot dengan alasan milik negara, tetapi berlaku tidak adil dengan Maluku. Ini yang saya bilang, tidak ada bedanya dengan praktik di masa colonial,” tegasnya.
Mengenai PI 10%, Engelina mengingatkan bahwa Peraturan Menteri (Permen) 37 Tahun 2016, menyatakan bahwa kontrkator wajib menawarkan PI 10% kepada Wilayah Kerja Minyak dan Gas bumi (Pemerintah Daerah Penghasil/ BUMD Kabupaten) ketika suatu lapangan diberikan persetujuan pengembangan. Dalam hal ini, Operator wajib menawarkan PI 10% kepada BUMD Kabupaten Seram Timur saat penandatangan kontrak, atau perpanjangan kontrak.
Selanjutnya Permen Nomor 37 Tahun 2016 menyatakan bahwa pembiayaan PI 10% tersebut dilakukan terlebih dahulu ( “digendong” ) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)/ Operator. Pengembalian biaya diambil dari bagian BUMD dari hasil produksi tanpa dikenakan bunga.
“Kalau saya dengar di tempat lain itu begitu. Hak 10 persen itu dijual dari satu investor ke investor lain. Artinya, yang menikmati keuntungan para makelar dan investor. Kemudian rakyat dan daerah dapat apa dengan praktik seperti itu. Modal Maluku itu sumber daya alam, sehingga tidak pantas diminta ikut setor modal. Bagaimana mungkin, seolah modal mereka lebih besar dari kekayaan alam. Mereka serahkan keuntungan 10 persen kepada rakyat dan daerah itu sebenarnya hal yang wajar, karena mereka pemilik SDA. Kalau memang tidak bisa seperti, ya silakan cari Minyak di tempat lain,” tegasnya.
Menurut Engelina, berdasarkan laporan dari satu kantor Peneliti dan Konsultan Migas Internasional, yang kredibilitasnya sangat tinggi, issue kunci dari Blok Seram Non Bula adalah belum dilaksanakannya transfer 10 persen PI yang wajib diberikan oleh Citic Seram Energy & partners kepada Pemerintah Daerah Penghasil ( Kabupaten Seram Timur, dan Kabupaten Maluku Tengah sebagai wilayah perbatasan). Padahal Citic sudah mendapatkan perpanjangan kontrak selama 20 tahun pada tahun 2018, dan efektif berlaku pada November 2019.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : TIM |
Editor | : BIM |
Sumber | : SINAR HARAPAN |
Halaman : 1 2 Selanjutnya