“Orang Papua pimpin orang Papua itu biasa, tapi kalau saya? Ini taruhannya keturunan!” Kalimat ini penulis sering dengar bahkan bukan satu atau dua kali terlontar dari Freddy Thie baik dalam pertemuan formal maupu informal, salah satunya ketika penulis mendapati Freddy Thie sedang memarahi beberapa oknum ASN yang bekerja tidak maksimal dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat.
Kalimat ini tentu bukanlah sekedar gimik, sensasi atau mencari simpati, kalimat ini memiliki makna yang teramat penting bagi seorang Freddy Thie sebab jika dalam kepemimpinanya tidak berhasil membawa orang Papua khususnya masyarakat Kabupaten Kaimana ke arah yang lebih baik dari sebelumnya maka akan berdampak terhadap kepercayaan orang Papua bukan semata untuk seorang Freddy Thie saja. Tetapi, ibarat peribahasa rusak nira setitik rusak susu sebelanga, artinnya jika Freddy Thie tidak berhasil semasa kepemimpinannya maka yang akan menangung bebanya juga mereka semua orang keturunan Tionghoa yang tinggal dan hidup di tanah Papua khususnya Kota Senja Kaimana.
Sebuah Ketulusan; Servant Leadership!
Betapa berat beban yang ada dalam diri seorang Freddy Thie menjadi pemimpin di tanah Papua. Ketulusan dalam memimpin merupakan sebuah pilihan mutlak yang harus Freddy Thie lakukan, jika tidak maka konsekuensinya sudah jelas dan taruhannya pun mahal.
Melihat pilihan yang penuh dengan resiko diatas dalam satu kesempatan, penulis pernah mengajukan pertanyaan yakni kenapa mau terjun ke dunia politik? Padahal kalau dilihat dari sepak terjangnya Freddy Thie adalah seorang pengusaha sukses yang namanya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kaimana, Papua Barat bahkan nasional.
Dengan tenang dan penuh keyakinan, Freddy Thie menjawab “Saya lahir ditanah ini, besar dan dapat berkat dari tanah ini. Ini cara saya untuk berterima kasih untuk tanah ini. Orang bilang jadi pengusaha itu enak, banyak uang. Tapi bagi saya tidak karena kalau saya jadi pengusaha kemampuan saya terbatas untuk bantu beberapa orang saja. Sedangkan di dunia politik jadi Bupati dengan kewenangan dan kebijakan yang saya miliki, sudah pasti saya bisa bantu saya punya basudara orang Papua (Kaimana).
Tak hanya sampai disitu penulis kembali mengajukan pertanyaan lanjutan, kali ini agak sedikit nyeleneh atau menguji; Tapi banyak orang diluar sana sering bilang begini politik itu kan kotor, dalam politik kan janji bisa ditepati bisa juga tidak tergantung kepentingan?
“Orang bilang saya ini kulit putih, rambut lurus. Tapi hati saya keriting untuk tanah Papua! Kalau barang ini kotor jangan kita bikin dia tambah kotor, ambil dia lalu cuci kasih dia bedak biar bagus”. Tentu sontak penulis dibuat terkesima dengan jawaban ini bahkan tak segan penulis menaruh hormat padanya. Freddy Thie Bupati berdarah Tionghoa ini benar-benar memiliki komitmen yang tulus dalam melayani masyarakatnya atau dengan kata lain memimpin untuk melayani (servant leadership)
Oleh karena itu, tak heran belum genap setahun kepemimpinannya berbagai terobosan pun telah Freddy Thie lakukan mulai dari perhatiannya terhadap orang asli Papua melalui program 4 Milyar per Kampung, memberikan pelatihan dan bantuan modal usaha menciptakan pengusaha baru asli Papua, Komitmen penyediaan air bersih dan listrik, pemasagan Wifi Gratis di pusat-pusat kota, membuka akses diberbagai lembaga guna mendorong Kaimana sebagai Kota Wisata, melakukan reformasi birokrasi, membentuk UPTD Persamapahan Terpadu guna mewujudkan Kaimana Nol Sampah dan masih banyak lagi yang belum penulis tuliskan.
Terakhir, kepemimpinan jika dilandaskan pada sebuah ketulusan akan melahirkan kualitas pelayanan yang bernilai. Sekecil apa pun kebaika jika itu berangkat dengan penuh kepercayaan dan ketulusan harus kita dukung. Doa penulis diusia satu tahun kepemimpinan Freddy Thie dan Hasbulla Furuada pada 26 April mendatang. Semoga selalu diberkahir oleh Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis | : Abul Nizam Al-ZanZami |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2