DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Usai mendapatkan kesepakatan bersama (penggugat dan tergugat) pada sidang mediasi ke tiga dengan perkara nomor 129 di Ruang Mediasi Pengadilan Negeri Cibinong pada 19 Juni kemarin, Ricky Wijaya dan Jamaludin (kuasa hukum Priscilla Georgia) bersama Agustina Th Raweyai dan Roger Melles (penerima kuasa) menghadiri undangan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya (PMJ).
Undangan dari Ditreskrimum PMJ tak lain adalah untuk melakukan gelar perkara atas bukti Laporan Polisi Nomor: LP/B/3219/VI/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 8 Juni 2023 di Gedung Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), pukul 17.56 WIB.
Ada pun gelar perkara tersebut terkait dugaan Tindak Pidana Penggelapan UU Nomor 1 Tahun 1946, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, di Gedung Ditreskrimum PMJ, Unit 1, Keamanan Negara (Kamneg), Selasa (20/6/2023) Siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Turut hadir dalam gelar perkara tersebut, diantaranya Nafri, Endar dan Fadilah (Kanit), Agustina Th Raweyai (Pemilik Sertifikat), Roger Melles, Ricky Wijaya (kuasa hukum), dan Jamaludin (kuasa hukum).
Pada gelar perkara itu, Ricky menjelaskan kronologis awal terjadinya dugaan penggelapan sertifikat atas nama Agustina Th Raweyai yang dilakukan oleh Direktur Utama PT J-Trust Investment Indonesia, Yoshihiko Kusube (terlapor).
“Awalnya klien kami (Priscilia Georgia) merupakan Nasabah Bank Mutiara. Setelah melakukan pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah atas nama Agustina Th Raweyai sebesar 1.8 milyar dan di potong cicilan 300 juta. Bank Mutiara mengalami collapse, dan tanpa pemberitahuan ke debitur (Priscilia) diambil alih oleh J-Trust sehingga pengalihan piutang. Ketika mengetahui hal itu, kami tetap ada itikad untuk tetap menyelesaikan kewajiban bayar dengan nilai pokok yang harusnya sisa 1.5 milyar, tapi kami tetap ingin bayar 1.8 milyar (termaksud bunga) namun J-Trust malah mengeluarkan angka baru yang harus dibayarkan sebesar 3.7 milyar jika ingin dapatkan kembali sertifikat tersebut. Dari mana angka itu? Nah, saat itu kami lakukan perlawanan namun kalah pada Putusan Peninjauan Kembali (PK) karena kurangnya bukti,” jelas Ricky di Ruang Gelar Perkara Ditreskrimum Kamneg PMJ.
Hingga akhirnya kami temukan Cessie, lanjut Ricky, “Cessie yang kami temukan No 13 pada tanggal 3 Desember 2021 antara J-Trust dan Billy Bukit, kemudian pada tanggal 7 Desember 2021 adanya PPJB antara Billy dan Sharen, padahal Putusan PK baru tanggal 21 Desember 2021. Ini sudah melanggar hukum, karena sebelum putusan PK mereka (J-Trust) sudah melakukan Perjanjian Jual Beli atau pengalihan hak piutang (Cessie) kepada pihak lain, padahal ada niatan dari debitur untuk melakukan pembayaran.
Ricky juga menjabarkan, bahwa sebelum adanya putusan pengadilan (PK) maka aset tersebut (sertifikat) tidak milik siapapun dan tidak diperbolehkan untuk melakukan PPJB atau Cessie seperti tertuang dalam Pasal 613 KUHPerdata.
“Disinilah pidananya, J-Trust telah melanggar Inkrah pada pengadilan. Sebelum putusan PK dia telah membuat Cessie/PPJB kepada pihak lain dan di Notaris sebagai legal standing otentik tanpa pengetahuan dari nama yang tertulis dalam sertifikat atau debitur (Priscilia). Jelas ini sudah melakukan tindakan melawan hukum, ini penggelapan sesuai Pasal 372 KUHP,” tegasnya.
Sementara itu, Jamaludin menambahkan bahwa pembuatan PPJB atau Cessie yang dilakukan selama proses hukum masih berlangsung merupakan bukti adanya itikad kurang baik dari J-Trust dengan dugaan ingin menguasai aset sepenuhnya.
“Ini jelas tujuannya, J-Trust melakukan PPJB atau Cessie selama belum putusan PK maka sudah melanggar hukum. Apa lagi dilakukan selama kami masih melakukan langkah-langkah negosiasi dari angka yang di tawarkan. Artinya debitur masih itikad membayar. Sekarang dia (J-Trust) membuat Cessie/PPJB kepada pihak lain dengan nominal 1.6 milyar, padahal kami ingin membayar 1.8 milyar J-Trust tidak mau. Ada permainan apa ini sebenarnya,” tanya Jamaludin.
Pada kesempatan yang sama, Roger Melles juga menceritakan adanya tindakan pidana lain yang dilakukan oleh Sharen kepada Agustina Th Raweyai.
“Harusnya kami berurusan degan J-Trust, kemudian J-Trust dengan Billy, lalu Billy kerjasam dengan Sharen itu konstruksi hukumnya. Tapi kenapa Sharen memberikan surat kuasa kepada Robert (Chikal) untuk melakukan pengosongan rumah tanpa adanya putusan pengadilan. Atas dasar apa Sharen melakukan hal itu kami tidak tau. Yang kami tau bahwa adanya Surat kuasa yang ditandatangani oleh Sharen kepada Chikal dan melakukan intimidasi dan ancaman. Ini jelas perbuatan premanisme,” bebernya.
Seingat saya, kata Roger, “Pak Hengky paling benci dengan tindakan premanisme. Beliau sangat anti akan perbuatan tersebut dengan ucapannya yang mengatakan negara tidak boleh kalah dengan tindakan premanisme yang meresahkan masyarakat. Coba kita bayangkan, Ibu Agustina ini seorang perempuan tinggal sendiri, didatangi oleh orang untuk kosongkan rumah yang sudah belasan tahun ditempatinya, bagaimana perasaan sikisnya,” ujarnya.
Pada saat yang sama, Kuasa Hukum Priscilia Georgia menyerahkan bukti baru berupa salian surat kuasa yang diduga kuat ditandatangani oleh Sharen kepada penyidik, guna mengungkap dugaan tindakan melawan hukum dengan melanggar Pasal 336, 335 KUHP.
Ada pun bukti yang diserahkan berupa salinan Cessie No 13 antara J-Trust dengan Billy, salinan PPJB antara Billy dan Sharen, salinan surat kuasa antara Sharen dan Robert (Chikal), dan salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama Sharen kepada penyidik.
“Nah untuk masalah premanisme dan intimidasi dari Chikal, ini bisa masuk pasal baru. Nanti akan kita panggil Chikal dan Sharen untuk pembuktian terkait surat kuasa tersebut,” tegas Fadilah saat menerima bukti baru.
Mengutip dari akun tiktok @SHAREN F (akun milik Sharen) yang menjelaskan, “apakah boleh/bisa seseorang yang melakukan utang piutang dengan jaminan sertifikat dan tidak mampu membayar utangnya, kemudian sertifikat tersebut dijual pada pihak lain? Jawabannya, tidak bisa, jadi bila ingin menjual sertifikat tersebut maka harus dibuatkan PPJB terlebih dahulu, dan PPJB tersebut harus ditandatangani oleh suami/istri yang namanya tertulis dalam sertifikat itu. (Sumber: https://vt.tiktok.com/ZSLMaNocq/)
Cara Melakukan Cessie
Dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Keuangan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJKN Kemenkeu RI), berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, cessie bisa dilaksanakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari debitur. Cessie cukup dilaksanakan oleh kreditur asal dan kreditur baru, dan cessie sudah selesai dengan ditanda-tanganinya akta cessie. Artinya hak milik atas tagihan atas nama diserahkan sudah pindah kepemilikannya dari kreditur asal kepada kreditur baru.
Akan tetapi, sebagaimana yang dijelaskan juga dalam Pasal 613 KUH Perdata, agar perjanjian pengalihan piutang yang dibuat oleh kreditur asal dengan kreditur baru mempunyai akibat hukum kepada debitur, maka mengenai telah dilakukannya pengalihan piutang tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis disetujui atau diakui oleh debitur yang bersangkutan. (Sumber: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15372/Pengalihan-Hak-Tagih-dengan-Cessie.html)
Penulis | : Michael |
Editor | : Michael |
Sumber | : Special Report |