Jakarta – Kepala Biro Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Harison Mocodompis, menegaskan bahwa sistem sertifikat tanah elektronik merupakan langkah maju dalam memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi masyarakat.
Menurutnya, sistem ini mengurangi risiko pemalsuan dan sengketa kepemilikan tanah yang kerap terjadi pada dokumen analog.
“Kalau ada yang mengatakan sertifikat elektronik adalah cara negara untuk mencaplok tanah masyarakat, itu sesat pikir dan membohongi masyarakat. Justru kita ingin melindungi masyarakat dengan sistem ini,” ujar Harison dalam wawancara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menjelaskan bahwa sistem elektronik mempermudah pencarian data kepemilikan tanah.
Jika sebelumnya data tersimpan dalam bentuk fisik yang rentan terhadap kesalahan dan kehilangan, kini cukup dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), informasi kepemilikan tanah bisa diakses dalam hitungan menit.
Transisi ke Sertifikat Elektronik Tanpa Biaya Tinggi
Harison menegaskan bahwa masyarakat tidak akan dikenakan biaya tinggi untuk mengubah sertifikat analog menjadi elektronik.
Biaya yang dikenakan hanya meliputi pengambilan informasi dari buku tanah sebesar Rp100.000 dan penggantian blanko sertifikat elektronik sebesar Rp50.000.
“Lebih dari itu, itu pungli. Laporkan ke aparat penegak hukum atau inspektorat. Ini sudah jelas dalam aturan,” tegasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya