Intelektual Medioker

Rabu, 6 April 2022 - 11:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Istilah intelektual tentu kemudian berkembang dimensi dan muatannya.  Kadang menimbulkan padanannya,  seperti inteligensia.  Hal yang menonjol kemudan adalah kompetensi keilmuannya, meski aspek intelektual generiknya tergerus.

Dengan demikian misi prophetis akademisi hendaknya menjadi intelektual dalam makna generiknya dan penjabaran aktualnya.   Meskipun kita sadari bersama itu tidak mudah.  Menjadi peneliti (reseacher) bukan hanya pelaku riset,  tetapi mampu menginternalisai jiwa riset yaitu teliti,  mendalam,  objektif,  argumentatif dan kebaruan (novelty) dan kejujuran (honesty).  Baru kemudian menjadi bagian dari masyarakat dan perubahan.  Bukan elitis atau menara gading,  yang teralienasi dari masyarakat.  Engagement dengan masyarakat dilakukan secara lebih cair,  kreatif,  inovatif dan solutif.

Dari keseluruhan gambaran di atas,  maka jika kita bicara intelektual medioker kriterianya akan semakin tegas.  Semua negasi dari tiga ranah pengabdian menjadi karakter dari intelektual atau akademisi medioker.   Secara intelektual, akademisi medioker tidak cukup kapasitas keilmuan (low intelectual capacity). Kemudian tidak memiliki tanggung jawab terhadap kebenaran, meskipun sebenarnya mereka tahu tentang hal tersebut.  Rendahnya kompetensi keilmuannya terjadi karena berbagai faktor. Diantaranya adalah titik kemapanan keilmuan,  merasa sudah cukup puas dengan pengetahuan yang ada.  Lemahnya etos kreatifitas dan inovasi,  sebagai akibat pragmatisme dalam bidang akademik.  Kemudian faktor iklim akademik yang tidak mendukung kompetisi diantara para akademisi.

Kemudian, tidak memiliki tanggung jawab terhadap kebenaran dan keadilan di kalangan akademisi dikarenakan banyak hal.  Bisa jadi karena fragmentasi dalam pandangan dunianya sebagai seorang intelektual.  Sehingga pandangan dunianya tidak lagi utuh (holistik).   Kemudian faktor kooptasi yang kuat oleh kekuasaan,  sehingga mematikan “keberanian” akademisi untuk kritis terhadap kebijakan publik.  Faktor berikutnya boleh jadi ada upaya sistematis  mengkerdilkan fungsi kritis dan fungsi kontrol dunia kampus, dengan berbagai kebijakan yang “memasung” kebebasan akademik.

Ciri intelektual medioker berikutnya adalah berkenaan dengan darma penelitian.  Secara formal Intelektual medioker tidak memproduksi hasil-hasil riset secara aktif,  apalagi riset-riset yang bermutu. Secara filosofis tidak memiliki jiwa riset (research soul) seperti teliti dalam mengkaji sesuatu, objektif dalam memberikan penilaian (bukan berdasarkan kepentingan dan pesanan), mendalam dalam mengali informasi dan pengetahuan (bukan pengetahuan yang peripheral), berusaha mengeksplorasi kebaruan dalam pengetahuan (novelty),  membangun pandangan berdasarkan argumentasi yang kokoh serta menjunjung tinggi kejujuran akademik (honesty).

Baca Juga :  Presiden Jokowi Dan Kemajuan Bali Menuju Indonesia Raya Yang Sehat, Aman, Damai, Dan Maju

Kita bisa membayangkan jika para intelektual tidak memiliki karya penelitian dan juga “miskin” jiwa riset dalam fungsi keintelektualannya.  Maka peluang untuk lahir intelektual reaktif,  emosial, berpikiran picik,   partial dan boleh jadi lahir juga para penghianat intelektual (untuk tidak menyebutkan pelacuran intelektual).  Pada gilirannya berambisi memperebutkan jabatan,  bukan lagi sibuk meningkatkan kualitas diri dan lembaga.

Terakhir terkait dengan pengabdian kepada masyarakat, intelektual medioker adalah sebaliknya tidak memiliki engagement  dengan masyarakat, sehingga keberadaannya tidak memiliki arti bagi masyarakat.   Bahkan lebih parah lagi,  jika intelektual lebih dekat dengan elit yang memberikan manfaat praktis bagi dirinya.  Maka wajar,  kampus akan teralienasi dan sekaligus tercerabut dari akar masyarakatnya.

Baca Juga :  Keberagaman Dalam Pusaran Politik Identitas

Demikian kiranya ilustrasi dari intelektual medioker yang lahir dari rahim perguruan tinggi. Dalam politik para medioker melahirkan politisi dan pemimpin yang gagal,  maka medioler di kampus akan melahirkan intelektual atau akademisi gagal.

Tentu saja, jika semakin banyak lahir intelektual medioker di kampus, maka lamban laun akan berimbas kepada reputasi,  kewibawaan dan otoritas serta harapan terhadap dunia kampus.  Kampus-kampus diisi para intelektual medioker,  dipastikan kampus akan lambat berkembang, karena akan dibebani oleh mengurus manusianya,  ketimbang kerjanya.

Tulisan ini tidak memberikan solusi,  karena solusi terbaik adalah kesadaran pada setiap diri kita.  Semoga kita bukan bagian dari intelektual medioker.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Eka Hendry Ar
Editor : Harris
Sumber :

Berita Terkait

Konflik Politik dan Resolusi
Catatan Politik Senayan; Prioritaskan Program dengan Berpijak Pada Aspirasi Publik
Politik di Spice Islands
Transmigrasi Bukan Solusi Kesejahteraan Bagi Penduduk Orang Asli Papua
Implementasi Disertasi Menteri Bahlil: Pembentukan SATGAS Hilirisasi Berkeadilan dan Berkelanjutan Mendesak Dipercepat
Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden
Kerek Lamok dan Wunuk Kerek
Perempuan Lani dan Cawat Tali

Berita Terkait

Minggu, 22 Desember 2024 - 14:25 WIB

Diduga Membeck’up Aktifitas Galian C Ilegal, Muamil Meminta Kapolda Malut Copot Kapolsek Obi

Minggu, 22 Desember 2024 - 12:55 WIB

PB-FORMMALUT Minta Kapolsek Obi Tindak Tegas Galian C, Milik Hasan Hanafi 

Minggu, 22 Desember 2024 - 12:54 WIB

Soal Kasus Korupsi Bank BPRS, Kejari Halsel Di Demo 

Minggu, 22 Desember 2024 - 07:01 WIB

TPID Kota Tidore Gelar Rakor Pengendalian Inflasi Jelang Nataru

Minggu, 22 Desember 2024 - 06:54 WIB

Dorong Pembangunan Kaimana Berbasis Data, Bupati Freddy Thie Jalin Kermitraan Strategis Dengan BPS RI

Kamis, 19 Desember 2024 - 16:09 WIB

Pemkot Tidore Kembali Raih Penghargaan Predikat Kepatuhan Pelayanan Publik dari Ombudsman

Kamis, 19 Desember 2024 - 16:03 WIB

Hadiri Investment Forum, Bupati Freddy Thie Perkenalkan Pariwisata Kaimana

Kamis, 19 Desember 2024 - 15:56 WIB

Pemkab Kaimana Kembangkan Ekowisata Berkelanjutan di Teluk Triton

Berita Terbaru

Daerah

Soal Kasus Korupsi Bank BPRS, Kejari Halsel Di Demo 

Minggu, 22 Des 2024 - 12:54 WIB