Dalam RDP Umum Komisi XII DPR-RI, dengan Dirut Pertamina Patra Niaga, Presdir Mobility Shell, Dirut Vivo, Prestir AKR (BP), Dirut Ekson pada Rabu 26 Februari 2025, diperoleh penjelasan dan kesimpulan bahwa Blending merupakan proses yang common dalam produksi proses minyak yang berbahan cair dengan tujuan meningkatalkan value dari produk, dimana contohnya jika base RON 92 ditambahkan adiktif hanya bertujuan untuk meningkatkan benefit dan tidak merubah RON dari minyak yang diolah, dan Blending bukanlah Oplos.
Pada dengar pendapat tersebut juga terdapat pengakuan dari pihak Pertamina bahwa yang melakukan Blending tersebut adalah Pertamina Patra Niaga bukan pihak lain (bukan PT OTM atau Muhamad Kerry Adrianto Riza), hal ini berkesesuaian dengan penunjukan lainnya. Lalu apakah Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah Pengadaan Jasa Storage ?.
Mengenai Jasa Storage minyak bumi bagi Pertamina sebagai BUMN baru muncul pada tahun 2018 yang mengatur harus melalui tender sebagaimana dinyatakan pada pasal 9 ayat 1 huruf N angka ke-1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan Jasa yang telah diubah oleh Perpres Nomor 12 tahun 2021. Sedangkan untuk pengadaan Jasa Penyimpanan/storage bagi Pertamina sebagai BUMN di bawah tahun 2018, merujuk pada ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1 angka 2 dan Angka 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER04/MBU/09/2017 secara substantive pengadaan jasa dan barang untuk BUMN dilakukan melalui kemitraan yang diikat kontrak tanpa melalui proses tender dan dengan cara penunjukan langsung (pasal 2 huruf c).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara faktual Kesepakatan antara PT. Pertamina dan PT. Orbit Terminal Merak yang dahulu PT. Oil Tanking Merak sudah dibuat pada 22 Agustus 2014 yang jangka waktu perjanjian adalah 10 tahun, yang berarti berakhirnya perjanjian/kesepakatan itu adalah pada 22 Agustus 2024.
Adapun adendum lainnya bukanlah bentuk berakhirnya perjanjian karena perjanjian masih mengikat dan berlaku berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, pasal 1320 Jo. Pasal 1338 KUHPerdata, sehingga peraturan yang lama masih mengikat. Sehingga dalam penyediaan storage oleh PT. Orbit Terminal Merak bukanlah perbuatan melawan hukum.
Bahkan secara yuridis merujuk pada ketentuan dalam pasal 1338 KUHPerdata, PT Orbit Terminal Merak wajib menyelenggarakan jasa Intank Blending, Injection Additive/Dyes, Intertank dan Analisa Samping. Hal ini adalah untuk memenuhi kewajiban hukum PT Orbit Terminal Merak kepada PT Pertamina (Persero) berdasarkan Addendum I Perjanjian yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian yang telah berlaku sejak tahun 2014. Apabila PT Orbit Terminal Merak tidak memberikan jasa tersebut.
Kalau pemberian jasa Intank Blending, Injection Additive/Dyes, Intertank dan Analisa Samping oleh PT Orbit Terminal Merak adalah dilarang atau ternyata melanggar hukum dan PT Orbit Terminal Merak tidak memiliki pengetahuan yang sepatutnya mengenai larangan tersebut atau tidak mengetahui bahwa hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum dan PT Pertamina (Persero) sendiri tidak pernah mengungkapkannya kepada PT Orbit Terminal Merak, maka yang bertanggungjawab dan patut dimintai pertanggungjawaban hukum adalah PT Pertamina (Persero) dan bukan PT. Orbit Terminal Merak. PT. Orbit Terminal Merak patut dianggap sebagai pihak yang beritikad baik dan patut mendapat perlindungan hukum.
Artinya Muhamad Kerry Adrianto Riza tidak dapat dipersangkakan pasal 2 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP dalam Hal Pencampuran/Blending, karena hal tersebut bukanlah perbuatan melawan hukum.
Status Beneficial Owner Tak Bisa Dijadikan Dasar Pidana
Selain itu, penetapan Kerry sebagai tersangka hanya karena statusnya sebagai Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa menurut IPW, dalam hukum pidana Indonesia, seseorang tidak bisa dipidana hanya berdasarkan jabatan atau kedudukannya tanpa adanya perbuatan melawan hukum yang nyata.
Dalam hukum pidana, seseorang hanya bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya sendiri. Jika tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan langsung dari Kerry dalam tindak pidana, maka tidak seharusnya dia ditetapkan sebagai tersangka hanya karena posisinya sebagai Beneficial Owner.
Hal ini, sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung dalam beberapa perkara yang menegaskan bahwa pertanggungjawaban pidana bersifat individual (individual criminal responsibility), bukan berdasarkan kedudukan seseorang dalam suatu perusahaan. Karena itu, penetapan Kerry sebagai tersangka bertentangan dengan prinsip dasar hukum pidana.
Persangkaan terhadap Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa terlibat dalam praktek kemahalan harga sewa kapal sebesar 13 persen hingga 15 persen adalah tidak memiliki alasan hukum kuat, bahkan diduga dibalik praktek penegakan hukum ini diduga kuat adalah upaya menyingkirkan pelaku usaha lama untuk diganti dengan pemain baru. (Msb/Yudha)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : TIM |
Editor | : BIM |
Sumber | : IPOL.ID |
Halaman : 1 2