DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra di Jl. Sriwijaya III Nomor 1, Jakarta Selatan, karena kalah dalam gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya dan Guruh pun dihukum ganti rugi materiil Rp 23 miliar.
Seperti diberitakan detikindonesia, Guruh sudah diminta meninggalkan rumah pada 31 Agustus 2022 dan tanggal 4 Agustus 2023 atau hari ini proses eksekusi pun akan dilakukan.
Duduk perkara kasus ini berawal pada kasus pernjanjian antara Guruh dengan Suwantara Gotama di Mei 2011, dimana Guruh mengajukan pinjaman sebesar Rp 35 miliar untuk bisnis dengan bunga 4,5% dalam jangka waktu tiga bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gotama pun setuju dengan pemberian pinjaman namun dia memberikan syarat yaitu PPJB alias perjanjian perikatan jual beli. Alhasil, dibuatlah PPJB kuasa menjual dan kuasa mengosongkan, pembayaran uang Rp 35 miliar itu terjadi pada 3 Mei 2011.
Sebelum jatuh tempo, Guruh kabarnya sudah menghubungi Suwantara Gotama namun tidak ada jawaban. Dan pada 3 Agustus 2011, Guruh bertemu dengan Susy Angkawijaya yang kabarnya ingin membantu Guruh dalam pelunasan utangnya ke Suwantara Gotama.
Susy pun mengajukan syarat ke Guruh yaitu yaitu pembuatan Akta Jual Beli (AJB).
“Kemudian terjadilah kesepakatan itu dengan AJB, harga jual beli itu hanya Rp 16 miliar. Uang Rp 16 miliar pun Mas Guruh tidak pernah terima, jadi itu hanya murni di tanggal 3 Agustus 2011 itu hanya murni dibuat AJB antara Mas Guruh sebagai penjual, Susy sebagai pembeli,” ujar pengacara Guruh, Simeon Petrus, seperti dikutip detik.
Simeon menyebut bahwa Guruh adalah orang yang mudah percaya dengan orang lain, oleh karena itu Guruh malah dirugikan.
Muncul kabar bahwa Guruh tidak pernah menerima uang Rp 16 miliar tersebut, dan Guruh mengatakan bahwa AJB tersebut malah digunakan Susy untuk menggugat Guruh dan mengklaim rumahnya.
AJB adalah bukti transaksi properti
AJB adalah bukti transaksi sebuah aset properti, AJB diterbitkan oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), bukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sudah semestinya AJB didapat usai terjadinya transaksi jual-beli, adapun hal yang cukup janggal dalam kasus ini adalah pernyataan guruh yang mengatakan bahwa dirinya belum menerima sepeserpun uang dari Susy.
Sampai detik ini, pihak Susy juga belum berkomentar lebih lanjut mengenai pembayaran uang Rp 16 miliar ke Guruh.
Seperti diketahui, AJB tentu bukan menjadi bukti sah atas kepemilikan tanah lantaran sifatnya hanya sebatas dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas tanah dan bangunan.
Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria, sertifikat bukti kepemilikan tanah/properti tak ada yang wujudnya AJB. Yang dikenal adalah SHM (Sertipikat Hak Milik), SHGB (Sertipikat Hak Guna Bangunan), SHGU (Sertipikat Hak Guna Usaha), atau SHSRS (Sertipikat Hak Satuan Rumah Susun).
SHM adalah kepemilikan tertinggi dan memiliki hak yang paling kuat. SHGB dan SHGU memiliki batas waktu, karena statusnya seperti ‘menyewa.
Awas jangan sembarangan utang ke perorangan
Belajar dari kasus Guruh, urusan utang perorangan bisa menjadi semakin rumit karena hal yang diceritakan di atas. Pergelutan di ranah hukum tidak saja akan membuang waktu, melainkan menyedot biaya yang tidak sedikit.
Agar lebih aman baik dari segi hukum dan lain sebagainya, ada baiknya untuk meminjam dana ke lembaga pembiayaan saja ketimbang perorangan, jika Anda memang tujuan Anda adalah untuk ekspansi bisnis.
Namun tentunya, jangan pernah meminjam tanpa tahu alasan yang jelas dan memahami kemampuan Anda dalam membayar utang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Yuli A.H |
Sumber | : CNBC Indonesia |