Keberagaman Dalam Pusaran Politik Identitas

Senin, 7 Maret 2022 - 19:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mereka pun merasa berhak untuk mengespresikan identitas mereka seluas-luasnya. Tak heran jika konflik horizontal di era yang diklaim demokratis ini lebih luas dan mengigit dibanding masa Orde Baru. Di sini Pers seakan ikut terlibat memberikan peluang konflik.

Politik sendiri secara esensial adalah memainkan segala kemungkinan, agar semua kalangan dapat berpartisipasi aktif demi mencapai kata ‘keadilan.’

Dalam narasi tentang demokrasi terdapat makna kedaulatan. Aspek yang paling penting adalah, mendistribusikan pelayanan publik yang berkeadilan sesuai amanat konstitusi. Semua diimplementasikan dalam sistem tata kelola pemerintahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bukan tentang penegasan atas sebuah identitas. Karena akan sulit bagi kita untuk melihat dan membedakan, bahwa mana figur rakyat dan mana figur untuk kelompok atau daerah tertentu. Apalagi beragam polarisasi hingga argumen yang dibangun, ujung-ujungnya justru mendeskreditkan sesama rakyat.

Pada akhirnya, hak memilih dan kewajiban dari yang terpilih akan sulit untuk dijelaskan capaian demokrasi dari hasil pemilu. Tentu ini akan berdampak pada amburadulnya penyelenggaraan pemerintah. Sebab pers sendiri seakan lebih menekankan aspek popularitas ketimbang kualitas.

Baca Juga :  Kemungkinan terjadi Kompetisi Big Match Pasangan Ganjar - Anies Vs Prabowo - Jokowi ???

Jurnalisme seakan memainkan peranan ganda, yaitu sebagai alat komunikasi dan juga sebagai penanda identitas. Identitas seakan menjadi faktor penentu atas dukungan publik.

Karena lewat identitas, seseorang dapat membangun kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya, dapat juga digunakan untuk mengukur keterbukaan masyarakat terhadap politisi atau partai politik.

Penggunaan model politik dengan memanfaatkan identitas tradisional-ikatan primordial, sebagai instrumen strategis seakan sudah menjadi semacam pola pandang dan anutan yang diikuti.

Karenanya, pemanfaatan identitas tradisional yang mestinya dirasakan sebagai ancaman, malah lebih dilihat sebagai faktor determinan penentu kemenangan politik.
Memang, dalam konteks demokrasi penegasan identitas bukanlah persoalan melainkan keniscayaan. Penguatan identitas dalam konteks demokrasi sesungguhnya menegaskan kebinekaan, pluralisme. Tujuannya agar kita saling mengenal dan menghargai.
Apalagi keberagaman punya argumentasi yang sangat kuat, baik dari sisi filosofis, teologis, ideologis, konstitusional, etis, sosiologis, maupun historis.
Keberagaman adalah fakta. Kita menyaksikan, merasakan, dan mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah kita adalah bagian dari kelompok etnik, gender, atau agama tertentu? Kita bahkan menjadi bagian dari satu identitas.
Tapi yang perlu dipahami bahwa masa transisi semestinya menjadikan Indonesia lebih demokratis. Era transisi demokrasi menjadi jembatan menuju konsolidasi demokrasi yang sesungguhnya. Melalui jalan demokrasi, Indonesia diharapkan dapat mengelola keberagaman.
Namun di era transisi demokrasi ini kerap dimanfaatkan oleh kelompok – kelompok tertentu, untuk membajak demokrasi melalui ekspresi identitas yang berlebihan.
Gardiner H. W dan Kosmitzki, C melihat identitas sebagai “definisi diri seseorang sebagai individu yang berbeda dan terpisah. Termasuk perilaku, kepercayaan dan sikap.”
Artinya, di balik pentingnya identitas dalam perkembangan sosial-psikologi manusia, identitas itu sendiri menyimpan sisi gelap. Banyak penelitian menyebutkan, orang cenderung menyukai orang dengan identitas yang sama. Sekurang-kurangnya, orang lebih menyukai atau percaya kepada orang dari kelompok yang sama ketimbang kelompok yang berbeda.
Survei Majalah Intisari April 2011, misalnya, menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap orang sesama etnis sebesar 62%. Angka ini lebih besar dibanding tingkat kepercayaan kepada orang dari etnis berbeda, yakni 53%.
Dari sini, identitas kemudian bisa menghasilkan ‘kelompok kita’ dan ‘kelompok mereka’. Hal itu dapat mengarah pada stereotip, prasangka, rasisme, dan etnosentrisme. Dan pada titik ekstrem, polarisasi semacam ini berpotensi menimbulkan konflik.
Jurnalisme, sebagai salah satu pilar demokrasi, semestinya ikut mewujudkan dua sisi mata pisau keberagaman tadi. Namun jurnalisme pun seakan setengah hati dan diliputi ketidakpastian dalam menegakkan demokrasi dan mengelola keberagaman.

Baca Juga :  Kepemimpinan dan Arah Kebijakan Energi

Padahal, perhelatan demokrasi merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpinnya. Momentum pemilu akan menjadi parameter dalam mengukur prinsip demokrasi sebuah negara.

Di sini, rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke akan menentukan masa depannya. Itu berarti, pemimpin hadir berdasarkan kepercayaan rakyat. Dan jurnalisme hadir mengawal kepercayaan itu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Bahrudin Tosofu
Editor : Harris
Sumber :

Berita Terkait

Presiden Prabowo Tentang Urgensi Patuh Pada Sistem Hukum dan Undang-Undang
Gereja Suku menutup Pintu penginjilan
Transformasi Distribusi Energi: Dari Pengecer ke Sub Pangkalan dalam Kebijakan LPG 3kg
Periode Kerja Untuk Swasembada Energi
Tidak Dipakai Di Pemerintahan Baru, Mantan Menlu Retno Marsudi Moncer Di Kancah Nasional dan Internasional
Sebuah Langkah Nyata Dari Anies Baswedan Menuju Kepemimpinan yang Visioner
Kepemimpinan dan Arah Kebijakan Energi
Pemuda Gereja Diharapkan Membudayakan Baca Buku

Berita Terkait

Selasa, 4 Februari 2025 - 14:27 WIB

Pj WaliKota Sorong Ikuti Rapat Koordinasi Persiapan Pelantikan Kepala Daerah 2025

Selasa, 4 Februari 2025 - 14:21 WIB

Pemprov PBD Harap Sorong Modern City Jadi Daya Tarik Wisata

Selasa, 4 Februari 2025 - 14:04 WIB

Kursi Sekda Buru Selatan Masih Kosong, Usai Makatita Mundur

Senin, 3 Februari 2025 - 19:01 WIB

Pemda Bursel Usul 532 Tenaga P3K ke BKN

Senin, 3 Februari 2025 - 14:09 WIB

Beasiswa Jadi Peluang, Kemenag Berharap Civitas Akademika Institut Bhakti Negara Tegal Memanfaatkannya

Minggu, 2 Februari 2025 - 16:13 WIB

Pemkot Tidore Lakukan Refokusing Anggaran, Perjalanan Dinas ASN dan DPRD ‘tapotong’ 50 Persen

Sabtu, 1 Februari 2025 - 21:20 WIB

Pemprov DKI Kembali Lakukan Modifikasi Cuaca untuk Kurangi Potensi Banjir

Sabtu, 1 Februari 2025 - 17:01 WIB

Ngopi Bareng Kohati Cabang Ternate: Perempuan Kepulauan dan Tantangan Ketahanan Pangan

Berita Terbaru

Komisi IV DPR RI melakukan Rapat Kerja dengan Dirut Perum Bulog, Wahyu Suparyono membahas program kerja anggaran tahun 2025 pada Selasa (4/2/2025)

Nasional

Bulog Pastikan Cadangan Beras Aman Jelang Ramadan

Rabu, 5 Feb 2025 - 10:43 WIB

Nasional

Apa Itu Subpangkalan LPG 3 Kg dan Bedanya dengan Pengecer?

Rabu, 5 Feb 2025 - 10:34 WIB

Teraju

Gereja Suku menutup Pintu penginjilan

Rabu, 5 Feb 2025 - 10:20 WIB