Untuk menghadapi buzzer, lanjut Bamsoet, humas kementerian dan lembaga harus bisa membangun narasi yang baik, bukan hanya menyampaikan berita atau hanya sekadar menyampaikan peristiwa. “Tapi menyampaikan narasi-narasi yang bisa mempengaruhi bawah sadar orang-orang yang membacanya. Itulah fungsi dari para humas lembaga dan kementerian dalam bidang kehumasan,” ujarnya.
“Karena itu, narasi yang baik tidak memerlukan kata-kata dan kalimat yang panjang hingga satu halaman, tetapi cukup beberapa baris. Yang penting narasi itu mampu menggugah, mengubah konotasi, buah pikiran, persepsi, pada publik terhadap suatu peristiwa,” sambungnya.
Peran Bakohumas adalah menjalin koordinasi dengan humas kementerian dan lembaga agar bisa bersatu dan berjuang membangun narasi yang baik. “Bakohumas bekerja bukan untuk kepentingan sendiri tetapi kepentingan bersama. Itulah gunanya koordinasi, kolaborasi. Platform sudah banyak, mulai dari facebook, Instagram, tiktok, yuotube, twitter, tetapi perlu juga dibentuk antar individual sehingga terbentuk komunitas-komunitas yang tugasnya membangun informasi untuk melawan informasi yang menyesatkan,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bamsoet menambahkan dengan anggaran yang cukup besar, humas kementerian dan lembaga seharusnya tidak boleh kalah dengan para buzzer yang kadang-kadang bekerja secara serabutan. “Masak kalah sama buzzer. Humas kementerian dan lembaga punya anggaran besar. Buzzer kadang-kadang kerja serabut, meski ada beberapa yang ‘dibayar’. Humas bisa memakai jasa-jasa mereka (buzzer) untuk meluruskan atau membenarkan satu informasi yang menyesatkan,” katanya.
“Yang penting humas kementerian dan lembaga tidak boleh kalah dengan buzzer-buzzer yang merugikan negara Indonesia, yang mengancam dan memiliki potensi pemecah belah bangsa, dan mengancam nilai-nilai Pancasia,” pungkasnya.
Penulis | : Delvi |
Editor | : Airlangga |
Sumber | : |
Halaman : 1 2