Peneliti Center Of Human and Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Roosita Meilani mengatakan kebijakan cukai harusnya mendorong optimalisasi pengendalian konsumsi dan mendorong penerimaan negara. Pihaknya terus mendorong agar simplifikasi layer atau penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau segera dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan.
“Tujuan dari simplifikasi struktur tarif cukai ini agar pabrikan tidak turun golongan dengan cara mengurangi produksinya agar dapat membayar tarif cukai yang lebih murah,” tuturnya.
Selain itu, tambahnya, dampak simplifikasi bagi pabrikan atau
perusahaan akan minimal, sedangkan dampak bagi penerimaan cukai akan sangat positif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Roosita menambahkan bahwa simplifikasi struktur tarif CHT ini sudah ada dalam roadmap struktur tarif CHT yang sudah dirancang pemerintah pada 2017, tetapi kemudian tidak dilaksanakan. “Harapannya simplifikasi dicantumkan kembali di PMK berikutnya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan urgensi penyederhaaan sistem cukai untuk perlindungan konsumen sangat penting dilakukan. “Sebenarnya Presiden sudah punya itikad baik yang tertuang dalam Perpres No 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024 terkait penyederhanaan sistem cukai
rokok dari 10 layer menjadi 3-4 layer pada 2024. Tetapi, mandat ini gagal dilakukan.
Walau kemarin ada penyederhanaan menjadi 8 layer, tetapi masih jauh dari yang kita harapkan sesuai RPJMN ini,” ungkapnya.
Itulah sebabnya ia melihat masih tingginya tingkat pelanggarannya, khususnya oleh industri rokok kelas kakap. “Selain itu, pendapatan negara dari cukai tidak signifikan, karena terlalu rumit. Persaingan antarindustri rokok juga menjadi tidak sehat karena
industri rokok besar bersaing dengan industri rokok kecil, serta tidak efektif dalam pengendalian konsumsi rokok. Simplifikasi sistem cukai harus dilakukan secara bertahap, karena dari penyederhanaan juga akan mengatrol pendapatan negara,” paparnya.
Pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah
mengatakan bahwa jarak tarif antar golongan masih tinggi. “Persoalannya tidak hanya pada struktur tarif cukainya, tetapi juga pada golongannya. Jadi si pengusaha bisa bermain di golongan ini untuk meminimalkan tarif cukai yang harus dibayarkannya. Beda 1 batang produksi saja, bisa membuat pengusaha rokok berubah golongan dan berubah tarif cukainya,” terang Piter.
Piter mengungkap, bahwa tidak hanya penyederhanaan struktur tarif cukai yang bisa dilakukan, tetapi pada penggolongannya juga. “Padahal awalnya penggolongan ini untuk melindungi pabrikan kecil, harusnya pengelompokannya berdasarkan besar dan kecilnya saja sehingga pengusaha tidak bermain di jumlah produksi tadi,” imbunya.
Adapun, kata Piter, rencana penyederhanaan struktur tarif CHT harus dilakukan untuk optimalisasi penerimaan negara, meningkatkan kepatuhan, dan penyederhanaan sistem administrasi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Michael |
Sumber | : KBR Prime |
Halaman : 1 2