“Memang benar, flayer itu saya dapat dari WAG keluarga lalu saya teruskan ke WAG media center kandidat untuk Pilkada 2024. Di dalam grup ini terdapat sekitar 20 media. Tujuan saya meneruskan hanya satu: menginformasikan ke teman-teman jurnalis, bahwa besokada aksi, tapi aksinya berpotensi chaos. Sebagai seorang jurnalis, ini penting, agar kita dapat menyiapkan hal-hal urgen selama di lapangan, apalagi aksi yang berpotensi chaos. Di flayer itu, jika diteruskan maka tulisan atau “caption” awal yang ada di dalamnya juga ikut terkirim. Narasi atau “caption” di flayer itu adalah “sebarkan”. Lalu saat saya teruskan, saya menambahkan tulisan di bawahnya, “Dapa takooo (yang berarti sangat bikin takut). Isi flayer ini menurut saya bikin takut karena memang sangat provokatif. Seperti ada kata-kata “Desember Berdarah”, “Perjuangan Ummat Islam Melawan Oligarki dan Misionaris Menguasai Maluku Utara”.
Rajif menjelaskan, bahwa di dalam ruangan, ia juga diminta untuk mendatangani sebuah kertas namun hal tersebut ditolak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya diminta menjadi saksi dan memberikan keterangan lalu tanda tangan. Tapi saya menolak dan keberatan, karena saya tidak punya hubungan apa-apa dengan flayer itu, dan saya tak bisa berbicara lebih atau tanda tangan karena saya terikat oleh organisasi profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate. Sehingga itu, saya harus didampingi organisasi profesi.Mereka menerima itu dan meminta saya untuk menceritakan singkat saja di kertas, bagaimanaawal mula saya mendapatkan flayer tersebut dan meneruskannya di mana saja,” jelasnya.
Sekiranya satu jam di ruangan itu. Setelah sudah keluar dari ruangan sekitar 5 meter dari pintu, saya diminta kembali untuk ikut berfoto dengan mereka. Di akhir pembicaraan, saya sempat menjelaskan, kalau di organisasi profesi saya menjunjung tinggi yang namanya “Jurnalisme Damai”. Kami selalu dilatih dan diingatkan terkait ini. Kemudian kami kembali ke kedai kopi dan sempat ditelepon lagi nomor awal tadi, tapi saya memilih tak angkat karena merasa sudah cukup untuk memberikan keterangan.
Terpisah, Praktisi hukum Abdul Kadir Bubu menyoroti langkah sejumlah anggota Polres Ternate yang mendatangi dan meminta keterangan dua jurnalis di Maluku Utara terkait pembagian informasi aksi unjuk rasa pilkada 2024.
Unjuk rasa tersebut dijadwalkan berlangsung Senin (2/12/2024) selepas Zuhur. Sedangkan kedua jurnalis tersebut didatangi polisi pada Minggu (1/12/2024) jelang tengah malam.
Abdul Kadir menyatakan, flyer yang tersebar di media sosial itu merupakan seruan demo.
“Demonya sendiri belum dilaksanakan, kok kalian cari orang yang membagikan flyer, bagaimana logikanya?” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate ini.
Ia menegaskan, seharusnya pihak kepolisian berterima kasih dengan adanya penyebaran flyer tersebut. Dengan begitu polisi bisa mengantisipasi jalannya demo.
“Bukan mengintimidasi orang-orang yang membagikan seruan demo. Kecuali demo ini berisi ajakan baku bunuh. Ini protes adanya dugaan ketidakadilan yang dilakukan penyelenggara pemilu. Protesnya jelas ke Bawaslu, KPU, itu jelas demonya di situ. Masak protes adanya dugaan ketidakadilan diharamkan?” tukas Abdul Kadir.
Menurutnya, kepolisian seharusnya fokus mengantisipasi jalannya demo agar tidak ricuh, bukan mengintimidasi jurnalis atau orang-orang yang membagikan informasi aksi.
“Polisi mendatangi orang di rumah tanpa surat panggilan apapun, itu bentuk teror yang dilakukan aparat. Jangan-jangan aparat juga turut berpartisipasi, atau katakanlah juga terlibat dalam politik semacam ini. Jangan-jangan begitu. Jadi yang mesti diantisipasi juga adalah perilaku aparat yang semacam ini,” tegasnya.
“Kalau memang dinilai ada masalah, panggil klarifikasi, kenapa begini. Jangan didatangi tengah malam seakan-akan ini situasinya sudah sangat genting, tidak boleh begitu,” sambung Abdul Kadir Bubu.
Kapolda, kata dia, harus mengevaluasi anggotanya yang diduga melakukan upaya intimidasi terhadap jurnalis tersebut. Sebab langkah ini mencoreng nama baik institusi kepolisian.
“Ini demokrasi yang begini biasa saja, orang demo biasa saja. Kalau ada yang tidak puas dengan proses demokrasi lalu demo ke KPU, itu biasa saja. Jadi jangan tengah malam orang didatangi, orang dipanggil tanpa prosedur, jangan begitu. Kapolda harus panggil anggotanya itu,” tandas Abdul Kadir.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Abdila Moloku |
Editor | : Delvi |
Sumber | : |
Halaman : 1 2