DETIKINDONESIA.CO.ID, SURABAYA – Anggota MPR RI/DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menekankan pentingnya peran negara dalam menjalankan sistem ekonomi yang berfokus pada kesejahteraan rakyat. Ia juga menyoroti kebutuhan akan pemimpin yang bijaksana dalam membuat keputusan untuk kemajuan negara.
Dalam kesempatan tersebut, LaNyalla mengungkapkan pandangannya mengenai ekonomi kerakyatan yang berkeadilan menurut perspektif para pendiri bangsa. Hal ini disampaikan LaNyalla di hadapan Himpunan Nelayan di Surabaya, Jawa Timur, saat acara Serap Aspirasi MPR RI, Senin (21/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa dalam filosofi Pancasila, rakyat harus diposisikan sebagai subjek, bukan objek. Oleh karena itu, seluruh arah kebijakan Konstitusi Indonesia ditujukan untuk melindungi setiap elemen bangsa dan seluruh wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Para pendiri bangsa merumuskan Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pedoman untuk menjalankan misi yang termaktub dalam pembukaan Konstitusi kita,” ujar LaNyalla yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPD RI ke-5.
Menurutnya, Pasal 33 memiliki makna yang jelas dalam menentang model ekonomi liberal ala Barat, yang hanya memberi kemenangan kepada yang kuat. “Pasal ini menegaskan bahwa perekonomian Indonesia dibangun berdasarkan prinsip usaha bersama yang berlandaskan pada azas kekeluargaan,” kata LaNyalla, yang lahir di Jakarta dan besar di Surabaya itu.
Mantan Ketua Umum PSSI tersebut mengungkapkan bahwa usaha bersama berarti rakyat harus terlibat langsung dalam proses ekonomi nasional dan produksi negara.
“Rakyat harus memiliki alat produksi dan terlibat dalam struktur ekonomi nasional. Sementara azas kekeluargaan berseberangan dengan model liberalisme, yang hanya menguntungkan pemilik modal dan kekayaan,” tambahnya.
LaNyalla menjelaskan tiga indikator utama yang menunjukkan keterlibatan rakyat dalam proses ekonomi nasional.
“Pertama, rakyat atau penduduk di wilayah tersebut ikut memiliki atau menjadi bagian dari kepemilikan dalam proses produksi ekonomi. Kedua, mereka ikut menentukan keputusan-keputusan dalam produksi ekonomi tersebut,” ujar LaNyalla.
“Ketiga, mereka bertanggung jawab terhadap keberlangsungan dan masa depan proses produksi ekonomi itu. Dengan demikian, mereka berperan dalam menjaga dan memperlancar jalannya produksi,” lanjutnya.
LaNyalla juga menyampaikan, apabila terjadi pembangunan yang mempengaruhi pemindahan atau pengosongan lahan yang sudah menjadi bagian hidup masyarakat, hal itu harus dilakukan dengan pendekatan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.
“Pembangunan harus memastikan rakyat menjadi bagian dari proses ekonomi tersebut, bukan hanya memberi ganti rugi lalu mengusir mereka begitu saja,” tegasnya.
Selama acara tersebut, sejumlah nelayan juga memanfaatkan kesempatan untuk mengungkapkan keluhan mereka. Salah satunya, Heru Sri Rahayu, Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Surabaya, yang menyampaikan keresahan terkait proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL).
“Berbagai upaya telah kami lakukan bersama masyarakat untuk menentang proyek yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) ini,” ungkap Heru.
Namun, proyek yang berlokasi di perairan Pantai Timur Surabaya itu tetap dilanjutkan. Heru menyebutkan bahwa proyek ini berpotensi merusak ekosistem pesisir, menggusur warga pesisir, serta berdampak negatif pada kehidupan nelayan yang berasal dari Surabaya, Madura, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, dan Gresik.
Sumber : Duta.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : |
Sumber | : |