“Bagaimana kita melihat pembelahan yang terjadi di masyarakat. Antar kelompok berseteru dan selalu melakukan Anti-Thesa atas output pesan yang dihasilkan baik dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi,” paparnya.
Bagaimana bangsa ini disuguhi kegaduhan nasional. Sesama anak bangsa saling melakukan persekusi. Saling melaporkan ke ranah hukum. Belum lagi tradisi bar-bar seperti sweeping bendera, sweeping forum diskusi dan lain-lain, yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan di negara demokrasi.
“Inilah dampak buruk penerapan Ambang Batas Pencalonan Presiden, atau dalam kasus tertentu juga terjadi di ajang pemilihan kepala daerah. Dimana rakyat dihadapkan hanya kepada dua pilihan,” tukas LaNyalla lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
LaNyalla tak memungkiri jika berkongsi dalam politik adalah wajar. Namun menjadi jahat, ketika kongsi itu dilakukan dengan mendisain agar hanya ada dua pasang kandidat Capres-Cawapres, yang berlawanan dan memecah bangsa, atau sebaliknya seolah-olah berlawanan, tapi sudah didesain siapa yang bakal menang.
“Jika polarisasi rakyat dan kegaduhan terjadi dalam skala nasional serta masif, siapa yang diuntungkan? Jelas para Oligarki yang sibuk menumpuk kekayaan dengan menguras sumber daya di negeri ini. Karena faktanya, hampir separo sumber daya alam dan kekayaan negeri ini dikuasai segelintir orang saja. Padahal para pendiri bangsa bercita-cita untuk mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” katanya.
Senator Jawa Timur itu juga menegaskan Ambang Batas Pencalonan tidak sesuai keinganan masyarakat. Karena Presidential Threshold mengerdilkan potensi bangsa dimana sejatinya negeri ini tidak kekurangan calon pemimpin. Tetapi, kemunculannya digembosi aturan main tersebut.
“Rakyat menjadi berkurang pilihannya karena semakin sedikit kandidat yang bertarung. Tentu saja hal itu semakin mengecilkan peluang munculnya pemimpin terbaik. Padahal entitas civil society yang ikut melahirkan bangsa dan negara ini seharusnya juga diakomodasi. Oleh karena itu, saya keliling ke banyak kampus membicarakan soal ini. Mahasiswa sebagai kalangan terdidik, dan agen perubahan memiliki tanggung jawab moral untuk memikirkan masa depan negara ini, demi Indonesia yang lebih baik,” tegasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2