Oleh: Sepi Wanimbo – Ketua Umum DPD – PPDI Provinsi Papua Pegunungan
Menghidupkan budaya sendiri artinya menghidupkan nilai – nilai luhur, dan kearifan lokal yang dimiliki dan dihidupi bersama secara turun – temurun oleh suatu kelompok masyarakat tertentu dalam suatu bangsa, kebudayaan dapat dimaknai sebagai indentitas kolektif atau jati diri suatu bangsa.
Kebudayaan memiliki peran dan fungsi yang sentral dan mendasar sebagai landasan utama dalam tatanam kehidupan berbangsa dan bernegara karena suatu bangsa akan menjadi besar jika nilai – nilai kebudayaan telah mengakar ( deep – rooted ) dalam sendi kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kata ”budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak dari “Budhi” ( akal). Jadi, budaya adalah segalah hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.
Menurut kamus besar bahasa indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi, budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni bahasa, sebagaimana juga budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwarisi secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasih dengan orang – orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan – perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Mengapa perlu mengenal budayanya sendiri karena generasailah yang akan melanjutkan nilai – nilai budaya sebagai identitas suatu bangsa untuk membedakan diri dengan bangsa lain. Sebagai penguat, ada tujuh alasan lain mengapa budaya dikenalkan. (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa indonesia “KBBI” Edisi ke – 3. Jakarta : Balai Pustaka, 200, h. 169).
Saya sendiri orang asli Lani, bahasa saya Lani, Suku saya Lani, bangsa saya Lani tete moyang saya orang asli Lani Papua Pegunungan wilayah Lapago sejak kecil tete dan nenek saya sudah pernah ajarkan kepada saya tentang nilai – nilai atau norma – norma kebudayaan seperti garis keterunan, pernikahan/perkawinan,panggilan terhormat, cara bikin kebun, pagar, honai laki – laki dan honai wanita, dapur, pakaian laki – laki Koteka “Kobewak”, pakaian perempuan/wanita tali, membuat jembatang gantung, gelang, noken, tombak, panah dan busur, makan bersama, demokrasi dan mengenal pemimpin.
Nilai – nilai kebudayaan ini tete moyang orang Lani ajar kepada anaknya ditempat – tempat tertentu yaitu bagi wanita dari nene – nenek atau ibu – ibu ajarkan nilai – nilai kebudayaan itu di honai perempuan disana diajarkan bagimana cara bersihkan kebun, gali ubi, masak bakar batu untuk makan bersama, cara buat noken, mengunakan pakaian perempuan yang sopan dan menghargai sesama wanita. Bagi pria/laki – laki biasanya belajar nilai – nilai kebudayaan juga tidak pada sembarang tempat tetapi belajar juga di honai laki – laki disana tete – tete atau bapa – bapa.
mereka ajarkan bagimana cara buat honai, pagar, kebun, perang, masak bakar batu, buat gelang tangan, tombak, panah dan busur,dan membuat jembatan gantung juga tetapi belajar salin menghargai sesama pria/laki – laki Lani.
Saat ini daerah semakin maju dengan perkembangan teknologi yang cangih, sehingga nilai – nilai atau norma – norma kebudayaan yang suda pernah diwariskan oleh moyang, Orang Asli Papua. itu saat ini sudah mulai hilan satu per satu kita bisa liat saja dulunya selalu mengunakan bahasa daerah di rumah, tetapi saat ini sudah tidak mengunakan bahasa daerah lagi di rumah, dulunya pake – pakaian asli, dipasar, dirumah, dijalan, tetapi sekarang sudah tidak mengunakan pakaian asli lagi, dulunya pake gelang tangan yang asli, tetapi sekarang suda tidak pake gelang tangan yang asli lagi, dulunya bagi wanita tau masak bakar batu tetapi sekarang wanita suda tidak bisa masak bakar batu lagi, dulunya laki – laki tau kerja kebun tetapi sekarang sudah tidak tau kerja kebun lagi, dulunya bagi pria tau buat pagar tetapi sekarang sudah tidak bisa buat pagar lagi, dulunya bagi pria tau buat jembatang gantung tetapi sekarang sudah tidak bisa buat jembatang gantung lagi, dulunya mengunakan gitar asli untuk menyanyi tetapi sekarang sudah tidak mengunakan gitar asli lagi, dulunya goyang,berdansa lain tetapi sekarang ketika acara goyangnya lain lagi, dulunya lebih nyaman tidur di honai, tetapi sekarang sudah tidak nyaman tidur lagi di honai, dulunya makan – makanan asli seperti ubi, sayur, sagu, ikan tetapi sekarang sudah tidak mengongsumsi lagi ini realita yang terjadi di depan mata kita.
Menghidupkan kembali nilai kebudayan yang diwariskan oleh orang tua itu sangatlah penting sehingga bagimana caranya untuk menghidupkan budaya sendiri bagi orang tua jangan tinggal diam, sante, nyaman tetapi liatlah kemunduran nilai budaya ini maka mengambil waktu ajarkan kepada generasi muda Papua tentang pentingnya nilai – nilai kebudayan di honai/rumah, di para – para adat, di komunitas, ikatan, gereja, disetip sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi negeri maupun sewasta yang ada di bumi cenderawasih Papua.
Selamatkan nilai budaya ini harus dilakukan sejak sekarang supaya muda – mudi Papua tidak terpengaruh dengan budaya orang lain tetapi tetap berdiri kokoh dengan budayanya sendiri karena budaya yang dimilki oleh, Orang Asli Papua ( OAP ). Terdiri dari 250 lebih budaya itu pemberian Tuhan. Maka pemberian Tuhan itu wajib dijaga, dilestarikan, dipelihara dan dipertahankan.
Menjaga budaya dan menghidupkan budaya sendiri sangatlah penting maka menjaga dengan baik dan benar otomatis muda – mudi Papua tidak akan pernah kehilangan jati dirinya sebagai, Orang Asli Papua, ( OAP).
Generasi muda saat ini kita jangan muda terpengaruh dengan budaya orang lain, bahasa orang lain, kepercayaan orang lain, gaya orang lain tetapi mempertahankan budayamu, bahasamu dengan nilai – nilai yang baik sudah diwarisi oleh leluhur, Orang Asli Papua.
Dalam nubuat aurat Yesus hadir bukan untuk menghilangkan aurat tapi justru menyempurnakan taurat yang ada. Taurat adalah kebudayaan yang telah diwariskan kepada suku dan bangsa di muka bumi ini oleh Allah sendiri. Pater Prans sering menyampaikan, Orang Asli Papua. wajib mencintai dan melestarikan budayanya. Karena kebudayaan Orang Asli Papua yang unik dan sakral akan menjadi kembanggaan tersendiri terhadap dunia luar dan juga pewarta Injil Yesus Kristus
akan tumbuh dan berkembang terhadap orang Papua. Karena kebudayaan, moral, integritas dan kewibawaan akan terpancar menjadi cahaya hidup dan menjadi berkat untuk orang lain. “Pastor Frans Lieshout, “OFM Gembala Dan Guru Bagi Papua”. Markus Haluk, et al. 2020 Hal:113 – 114”. ( Wamena, 03 Juni 2023. Sepi Wanimbo. Detikindonesia,co.id)
Menghidupan budaya sayang budayanya, menghidupan budaya peduli dengan budayanya, menghidupkan budaya bangga dengan budayanya, menghidupkan budaya cinta budayanya, menghidupkan budaya sayang daerahnya, menghidupkan budaya sayang sukunya, menghidupkan budaya sayang bangsanya, menghidupkan budaya mengenal dirinya, menghidupkan budaya mengenal asal – usulnya, menghidupkan budaya, mengenal bangsanya sendiri.
”pada mulainya adalah Firman; Firman itu bersama – sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” ( Yohanis 1 : 1 ). Demikian Alkitab mengambarkankan Firman Allah. Supaya Firman Allah dapat dimengerti oleh umat-Nya, maka Firman itu harus “dihidupkan” kembali melalui penerjemahan ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia.
Firman Tuhan sudah sangat jelas bahwa untuk menghidupkan budaya sendiri ini harus diajarkan terus menerus di berbagai tempat supaya bagi muda – mudi tetap rendah hati, fokus, loyal belajar menghidupkan budaya sendiri, mempertahankan budaya sendiri dan meneruskan budaya sendiri karena budaya merupakan pemberian Tuhan sendiri yang harus dijaga dirawat dipelihara dan dilestarikan terus – menerus waktu ke – waktu.
Demi kelestarian dan menghidupkan budaya dan bahasa sebagai bahasa pemersatu bangsa, mari kita meneruskan jiwa dan semangat para tokoh, pionir dan perintis budaya saatnya kita jaga dengan baik karyanya mereka sebagai pijakan hidup bagi orang Asli Papua.
Selamat membaca sahabat – sahabatku yang baik. Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua.waa..waa
Wamena, 31 Agustus 2023
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Sepi Wanimbo |
Editor | : Yuli |
Sumber | : |