Dalam sistem demokrasi, supremasi sipil atas militer adalah prinsip fundamental yang menjamin bahwa keputusan-keputusan negara tetap berada di tangan rakyat melalui pemerintahan sipil yang demokratis.
Prinsip ini sejalan dengan teori Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan (separation of powers), di mana militer seharusnya berada di luar ranah politik dan pemerintahan sipil.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam perspektif sosial, muncul kekhawatiran bahwa revisi ini dapat membuka ruang bagi kembalinya militer dalam kehidupan sipil, yang berpotensi mengurangi ruang demokrasi dan meningkatkan potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Publik pun bertanya-tanya, apakah revisi ini benar-benar bertujuan meningkatkan keamanan nasional atau hanya menjadi instrumen politik bagi kelompok tertentu?
Di sisi lain, ada juga argumen yang menyatakan bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks, mulai dari ancaman siber, terorisme, hingga konflik geopolitik. Dalam konteks ini, revisi UU TNI bisa saja dimaknai sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan nasional.
Namun, apakah penguatan ini harus dilakukan dengan cara yang membuka kembali peluang keterlibatan militer dalam politik dan pemerintahan?
Secara sosiologis, masyarakat telah mengalami transformasi demokrasi sejak reformasi 1998. Kembali memasukkan militer dalam ranah sipil berisiko menimbulkan distrust terhadap sistem politik yang telah mengalami desentralisasi dan demokratisasi. Masyarakat saat ini menghendaki transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum, yang bisa terganggu jika peran militer diperluas tanpa batasan yang jelas.
Sejarah telah mengajarkan bahwa keterlibatan militer dalam ranah sipil sering kali membawa dampak negatif bagi demokrasi.
Oleh karena itu, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam, dengan memastikan bahwa reformasi yang telah diperjuangkan sejak era Reformasi tidak tergerus oleh kepentingan jangka pendek.
Keputusan negara dalam mengubah UU TNI seharusnya tidak sekadar merespons dinamika politik saat ini, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi demokrasi dan supremasi hukum.
Sebagai warga negara, kita perlu kritis dalam mengawal revisi ini agar tidak membawa kita kembali ke masa lalu yang pernah kita tinggalkan dengan susah payah. Hanya dengan pengawasan ketat dari publik dan pemangku kepentingan yang bertanggung jawab, revisi ini bisa berjalan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis.
Penulis | : Wahyu Muhlis |
Editor | : Abdila Moloku |
Sumber | : |
Halaman : 1 2