Di atas kertas, penurunan harga-harga barang seharusnya membuat masyarakat giat berbelanja. Murahnya barang akan direspons positif dan berakibat banyak berbelanja, apalagi menjelang Ramadan tahun 2025. Sungguh ironi, deflasi harus terjadi satu bulan jelang Ramadan, di mana tingkat konsumsi masyarakat biasanya meningkat.
Setidaknya informasi ini menjadi petunjuk jika benar jika ekonomi masyarakat sedang terjun bebas. Secara logika, jika Barang-barang sedang mengalami penurunan harga apalagi masyarakat Indonesia sebagian besar muslim sedang menggelar hajat besar yakni menunaikan ibadah Puasa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Diketahui jika Indonesia menghadapi deflasi tahunan pertama sejak tahun 2000. Diketahui jika
Pada Januari 2025 secara bulanan atau MtM dan tahun kalender ytd terjadi deflasi 0,76% atau terjadi penurunan IHK dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 202.
Pada akhirnya Deflasi terjadi lagi di Bulan Februari 2025. Indikator ekonomi sangat jelas. Ditemukan di lapangan, sejumlah warga mengaku menahan diri untuk berbelanja karena merasa kondisi ekonomi sedang tak baik-baik saja.
Phobia Deflasi
Dipastikan Pemerintah berusaha keras agar deflasi tidak nonggol di bulan Maret ini. Kejadian menakutkan jika benar deflasi akan terjadi disaat menjelang lebaran.
Menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, deflasi itu kemungkinan tidak akan berlanjut saat bulan Ramadan sekaligus menjelang Idulfitri 1446 Hijriah.
Karenanya Pemerintah, akan melakukan berbagai kebijakan supaya deflasi tak menghambat pertumbuhan ekonomi. “Kami melakukan semua ekosistem ekonomi supaya berjalan baik,” ucapnya.
Menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, deflasi itu kemungkinan tidak akan berlanjut saat bulan Ramadan sekaligus menjelang Idulfitri 1446 Hijriah.
Menjelang Lebaran, daya beli masyarakat Insyahlah meningkat terus,” ujar Budi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 3 Maret 2025. Ia meyakinkan harga-harga pangan akan tetap terjangkau dan daya beli masyarakat meningkat saat Ramadan dan lebaran.
Pertaruhan Politik
Dua hal yang menjadi portofolio politik bagi Pemerintah Prabowo. Pertama memastikan dalam waktu dekat tidak terjadi deflasi yakni turunnya daya beli masyarakat. Ukuran pertarungan ini akan dilihat di bulan April 2025 nanti. Kedua, memastikan dan bertanggung jawab target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Jika akhirnya deflasi terjadi lagi artinya Pemerintah gagal baik produk kebijakan dan juga kerja -kerja ekonomi dari tim ekonominya. Lebih parahnya, jika sampai ekonomi sedang terpuruk dan daya beli terjun bebas justru Pemerintah kembali menipu masyarakat melalui manipulasi atau propagandanya.
Hal ini akan memperparah kelakuan rejim yang berulang kali telah menipu, manipulasi dan memastikan bahwa rezim sedang mengibarkan peperangan dengan rakyatnya. Kebejatan Pemerintah berulang-ulang dan saatnya mandat kedaulatan ditarik.
Pertumbuhan Ekonomi Tak Tercapai
Pertaruhan politik yang kedua adalah jaminan pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 diangka 8 persen. Inilah penulis mengatakan bahwa rezim saat ini lebih mengumbar propaganda ekonomi dan politik dari sekedar harus bekerja keras mencapai target ekonomi yang rasional dan realistis.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditabuh dengan genderang frekuensi sangat optimistis. Faktanya, indikasi ekonomi dan juga pelakunya sedang berantakan. Proyek mercusuar seperti Pembentukan Danantara justru disambut negatif oleh pasar. Memicu terjadinya rupiah jatuh dan Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG) berguguran.
Proyeksi Proyek Danantara belum jelas, Rezim Prabowo Mengeluarkan Bank Emas kemudian dilanjutkan pembentukan Koperasi Desa. Pertanyaan, paket kebijakan ekonomi apa yang menjadikan icons atau blue print pencapaian pertumbuhan ekonomi 8 persen?
Apakah kebijakan yang telah dan sedang berlangsung saat ini adalah portofolio kebijakan ekonomi progresif? Kemudian, Bukannya justru Rezim Prabowo lebih melayani dan prioritaskan kebijakan atau privilege khusus bagi kelompok atau elite atau kooperasi pendukungnya di Pilpres 2024?
Fakta menunjukkan jika dalam 2 Bulan berturut-turut yakni Januari dan Februari 2025 ekonomi nasional sedang berlangsung pada titik terendah. Ekonomi bukannya tumbuh, justru menyudutkan Harapan-harapan optimistis.
Musuh pertumbuhan ekonomi itu adalah deflasi dan itu sudah terjadi selama 2 bulan berturut-turut di tahun 2025. Apa artinya? Momen pertumbuhan ekonomi kian suram dan buyar. Dipastikan jika ekonomi Indonesia telah kehilangan daya dongkrak pertumbuhan di awal tahun 2025. Tidak ada modal positif untuk membangun dan menabung pertumbuhan positif ekonomi Indonesia.
Indonesia Emas Bubar
Belum juga, rezim Prabowo masih disibukkan dan terjebak bagi-bagi jabatan dan juga diperparah lemahnya koordinasi program kerja yang pada saat ini juga masih belum selesai dirumuskan.
Dengan melihat defisit pertumbuhan ekonomi selama 2 bulan dan belum terkoordinasi berbagi program prioritas pembangunan ekonomi dan berbagai tarik ulur kepentingan politik dalam Kabinet Merah Putih dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi 8 persen sangat mustahil dapat tercapai.
Dipastikan juga rezim Prabowo akan mengalami kemunduran hegemoni politik, kepercayaan masyarakat yang turun drastis dan atau yang jauh menyakitkan jika masyarakat meminta Rezim Prabowo-Gibran untuk diminta atau dipaksa dibubarkan. Dengan demikian, Prabowo tumbang maka cita-cita Indonesia menuju jaman keemasan hanya mimpi di siang bolong. Kita untuk sekian kalinya terkena tipu dan rayuan gombal dari rezim ke rezim.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : TIM |
Editor | : BIM |
Sumber | : |
Halaman : 1 2