Oleh: Fahrul Abd Muid – (Penulis adalah Sekretaris ICMI Kota Ternate-Maluku Utara)
Dapat dipastikan bahwa pelaksanaan Pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2024 akan diikuti oleh tiga pasangan calon yaitu pasangan calon Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar yang di calonkan oleh gabungan partai politik yaitu Nasdem, PKB, PKS sebagai partai pengusung dan partai Umat sebagai partai pendukung,
sedangkan pasangan calon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang dicalonkan oleh gabungan partai politik yaitu PDI-P dan PPP sebagai partai pengusung, sedangkan partai Hanura, dan Perindo sebagai partai pendukung, selanjutnya pasangan calon Capres dan Cawapres Prabowo Subianto dan Eric Thohir yang dicalonkan oleh gabungan partai politik yaitu Gerindra, Demokrat, Golkar, PAN sebagai partai pengusung, dan partai Gelora dan PBB sebagai partai pendukung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nama-nama Capres dan Cawapres tersebut sangat dekat dengan organisasi terbesar di Indonesia ini yaitu Nahdlatul Ulama, tetapi apakah mereka adalah kader NU atau tidak. Jika dilihat dari rekam jejak organisasi yang mereka pernah masuki, maka yang secara langsung pernah di kader dalam proses kaderisasi formal di NU hanyalah Abdul Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD sebagai Cawapres dan mereka berdua ini memang asli kader NU 24 karat, sedangkan Anies, Ganjar dan Prabowo bukanlah kader Nahdlatul Ulama dalam konteks bahwa mereka belum pernah mengikuti proses kaderisasi secara formal dalam organisasi NU. Tetapi mereka sangat mencintai NU dan sangat dekat dengan organisasi NU dan warga NU sejak dulu dan lebih-lebih hari ini.
Berbeda lagi dengan Cawapres yang bernama Eric Thohir yang memang belum lama ini pernah mengikuti proses kaderisasi secara formal di Pimpinan Pusat GP. Ansor, maka yang bersangkutan secara otomatis adalah kader NU sama statusnya dengan Abdul Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD, sehingga kader NU ada tiga orang yang menjadi pasangan Cawapres pada ketiga pasangan Capres hari ini. Kelihatannya basis masa NU dan kader NU diperhitungkan secara kualitas dan kuantitas bagi masing-masing partai politik atau gabungan partai politik untuk dijadikan dasar pertimbangan sebagai pasangan calon Cawapres dalam rangka menyedot suara jama’ah dan jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang berjumlah sekitar 40 juta suara khususnya suara NU yang jumlahnya sangat signifikan utamanya di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Karena jika dihitung dari jumlah DPT secara Nasional yang telah ditetapkan oleh KPU sebanyak 204.807.222, maka jumlah DPT anggota NU sebanyak 20 persen itu setara dengan 40.91.444 orang. Bahwa jumlah 20 persen inilah yang menjadi alasan semua orang tertarik dengan NU bahkan semua partai politik di negeri ini ingin mendekati NU, sebab memang survei menunjukkan bahwa NU punya suara dengan jumlah yang sangat besar.
Dalam organisasi NU paling tidak ada tiga jenjang kaderisasi itu adalah pertama, Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU), kedua, adalah Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (P-MKNU), dan yang ketiga adalah Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU). Peserta di dalam PD-PKPNU sebagai pelatihan kader jenjang pertama adalah setiap warga NU yang berkeinginan menjadi pengurus perkumpulan NU dan penggerak di lingkungan NU di tingkat MWCNU dan ranting.
Sementara peserta P-MKNU adalah setiap warga NU yang pernah mengikuti dan dinyatakan lulus PKPNU dan MKNU (jalur kaderisasi lama), serta badan otonom tingkat menengah yang berkeinginan menjadi pengurus NU di tingkat cabang. Lalu peserta AKN-NU adalah peserta yang sebelumnya sudah lulus P-MKNU dan pengaderan badan otonom tertinggi yang berkeinginan menjadi calon pengurus dan pengurus perkumpulan di tingkat wilayah dan pengurus besar.
Selain istilah kader dan warga NU, ada pula yang disebut sebagai anggota sebagaimana diatur dalam Bab I tentang keanggotaan. Pasal 1 dalam bab ini menjelaskan bahwa ada tiga kategori anggota yakni anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan. Anggota biasa adalah stiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh dan menyatakan diri setiap terhadap AD dan ART perkumpulan. Sementara anggota luar biasa adalah setiap orang yang beragama Islam, baligh, menyutujui akidah, asas dan tujuan NU namun yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia. Lalu anggota kehormatan adalah setiap orang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada NU dan ditetapkan dalam keputusan PBNU.
Maka berdasarkan aturan formal organisasi NU tersebut maka jalur anggota biasa yang biasanya mendominasi proses kaderisasi secara formal yang banyak dilakukan secara organisatoris. Sedangkan anggota luar biasa dan anggota kehormatan jarang-jarang terjadi peristiwanya didalam organisasi NU, tetapi pernah terjadi hal demikian. Sehingga, yang namanya kader NU pasti ketahuan rekam jejaknya dan yang bukan kader NU pasti juga ketahuan rekam jejaknya. Jadi kalau ada orang yang mengklaim dirinya kader NU dengan sendirinya pasti ketahuan kebohongannya,
Maka jangan coba-coba mengakui dirinya sebagai kader NU jika dirinya tidak pernah mengikuti jenjang kaderisasi formal dalam organisasi NU dan kaderisasi formal pada banom-banom NU. Karena setiap musim pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pasti kader NU menjadi rebutan untuk dijadikan sebagai pasangan calon dalam rangka untuk dijadikan kekuatan besar agar pasangan tersebut dapat memenangkan pemilihan tersebut, dan hal ini sudah terbukti dalam setiap pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sejak tahun 2009-2014 yang memenangkan pasangan SBY dan M. Yusuf Kalla dan Pilpres 2014-2019 yang memenangkan pasangan Joko Widodo dan M. Yusuf Kalla dan Pilpres 2019-2024 yang memenangkan pasangan Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin.
Selanjutnya, berdasarkan pengalaman Pilpres 2009-2014, Pilpres 2014-2019 dan Pilpres 2019-2024 inilah yang hari ini dapat dipertimbangkan dan dikalkulasi potensi kemenangan oleh partai dan gabungan partai politik dalam menentukan pasangan calon Capres dan Cawapresnya yang wajib hukumnya dekat-dekat dengan kiyai NU serta mengambil kader NU sebagai Cawapresnya, karena kalau dilihat dari jumlah pemilih memang NU punya nilai electoral karena dari sisi jumlahnya itu besar sekali dan sangat menjadi penentu kemenangan dalam Pilpres tahun 2024,
belum lagi dilihat bahwa penduduk Muslim Indonesia yang mengaku dekat NU sebesar 59,2 persen, sedangkan orang Indonesia yang mengaku menjadi anggota NU sebesar 39,6 persen. Maka lagi-lagi secara politik organisasi NU sangat diuntungkan dan dibutuhkan oleh Negara setelah selesai Pilpres tahun 2024 untuk berkolaborasi dengan pemerintah guna menyukseskan program pemerintah dalam hal pemberdayaan umat baik dibidang Pendidikan, Kesehatan dan lebih-lebih di bidang Ekonomi.
Akan tetapi, jangan sampai kebalikan dari semua ini, bahwa ketika pelaksanaan Pilpres NU sangat dibutuhkan suaranya tetapi setelah menang dan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia justru organisasi NU dan warga NU dilupakan oleh pemerintah, sehingga lagi-lagi NU dan warganya merasa dikhianati oleh pemerintah dan akhirnya NU dan warganya mengalami sakit hati yang mendalam,
Memang, fakta menunjukkan bahwa biasanya organisasi NU akan selalu mengawal sekaligus mengawasi jalannya pemerintahan yang baru hasil Pilpres tahun 2024 agar pemerintah selalu berada di jalan yang benar dan kebijakannya sesuai dengan kehendak UUD 1945. Sikap kritis organisasi NU kepada pemerintah selalu saja dilakukan dalam rangka agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berdasarkan pertimbangan untuk menciptakan kemashlahatan bagi warga negaranya dan selalu menghindari kebijakan pemerintah yang dapat merusak tata hidup dan kehidupan warga negaranya.
Maka bagi organisasi NU dan warga NU akan selalu menaati pemerintah sepanjang pemerintah berada pada jalan yang benar dan tidak berbuat zalim kepada NU dan warganya, tetapi sebaliknya organisasi NU dan warga NU tidak akan mentaati pemerintah jika pemerintah dengan sengaja berbuat zalim kepada organisasi NU dan warga NU bahkan NU dan warga NU akan meninggalkan pemerintah dan yang lebih ekstrimnya lagi bahwa organisasi NU dan warga NU akan beroposisi dengan pemerintah hatta yang menjadi Wakil Presiden RI adalah kader NU. Dengan demikian, bahwa kader NU yang nantinya terpilih menjadi Wakil Presiden wajib hukumnya memperhatikan aspirasi warga NU diseluruh Indonesia agar warga NU menjadi sejahtera lahir dan bathin.
Oleh karena itu, sebagai anggota NU dan warga NU diseluruh Indonesia agar wajib hukumnya menggunakan hak suaranya untuk memilih pasangan Capres dan Cawapres pada pelaksanaan Pilpres tahun 2024. Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallahu ‘alam Bishshawab
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Fahrul Abd Muid |
Editor | : Yuli |
Sumber | : |