Oleh : Sepi Wanimbo – Wakil Ketua Umum BPP IPMI
Jadikan bahasa ibu sebagai jati diri dan kekayaan nilai – nilai kehidupan bagi Orang Asli Papua (Jhon Gobay, Jayapura, 21 Februari 2022)
Bahasa, bukan hanya sebagai yang berfungsi alat komunikasi untuk menyampaikan kehendak antar individu yang saling berinteraksi, tapi bahasa juga merupakan identitas warisan budaya diri suatu bangsa yang harus kita banggakan, pertahankan dan lestarikan serta kembangkan keberadaannya. Selain itu bahasa ibu juga merupakan alat ungkap kebudayaan dan jembatan antar generasi di dalam suatu bangsa. Bahasa itu adalah yang telah sejak lama digunakan sebelumnya adanya bahasa Nasional. Tapi sayangnya, bahasa ibu sudah mulsi melupakan keberadaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
UNESCO telah menetapkan setiap tanggal, 21 Februari 1999 sebagai hari bahasa ibu Internasional. Ini menunjukkan bahwa pentingnya bahasa ibu untuk diperingati agar dapat selalu dipertahankan dan dilestarikan perkembangannya, agar tiap – tiap bangsa tidak akan kehilangan budaya dan identitas dirinya.
Berdasarkan keterangan dari UNESCO, diperkirakan bahwa, jika tidak ada yang dilakukan, setengah dari lebih dari 6000 bahasa yang dicapkan hari ini akan hilang pada akhir abad ini. Di Indonesia, sekitar 90 persen dari 7000-an bahasa ibu akan punah dalam waktu kurang dari 100 tahun. Hanya 13 bahasa ibu yang menutur diatas satu juta orang. Artinya, bahasa daerah lainnya berpenutur di bawah satu juta orang. Di antara 7000-an bahasa ibu tersebut, 169 di antaranya punah, karena berpenutur kurang dari 500 orang.
Terdapat 428 bahasa daerah di Papua terancam punah itu tersebar di beberapa wilayah dan bahasa antaranya, bahasa Kuri/Nabi, bahasa Ormu, bahasa Sapani, bahasa Skouw, bahasa Bku, bahasa Mansim Borai, bahasa Tadia, Bahasa Tobati, bahasa Kayu Pulau, bahasa Moi, mahasa Manokwari, bahasa Raja Ampat, bahasa Tandia di daerah Teluk Wondama, bahasa Air Matoa di Kaimana, bahasa Mapia di Supiori dan bahasa Mawes di Sarmi.
Balai bahasa di Papua sudah melakukan penelitian dari tahun 2006 – 2019 dan mendata ada 428 bahasa, daerah terbanyak penuturnya adalah bahasa Lani dan bahasa Mee memiliki penutur lebih dari 1. 000 orang.
Memang dua bahasa itulah yang memiliki penutur lebih dari 1. 000 orang bahkan masih banyak generasi muda yang masih menggunakan bahasa lokal atau bahasa ibu sebagai identitas, jati diri, budaya sehingga terus dilestarikan di berbagai tempat maka bahasa ibu tetap terjaga dari generasi ke generasi akan datang.
Pada umumnya bahasa ibu yang jumlah penuturnya sedikit cenderung merupakan bahasa yang mempunyai tulisan. Dengan demikian, tradisi lisan yang berkembang pada bahasa – bahasa minoritas ini jika tidak segera didokumenkan maka akan sangat sulit untuk mempertahankan eksistensi mereka. Dengan hilangnya bahasa yang tidak tertulis dan tidak didokumentasikan, manusia akan kehilangan tidak hanya kekayaan budaya, tetapi juga pengetahuan pentingnya yang ditanamkan leluhur khususnya dalam bahasa pribumi.
Bahasa sebagai jati diri, identitas, budaya dan pemberian Tuhan sendiri kepada Orang Asli Papua sehingga bagi orang tua di setiap honai/rumah, gereja, komunitas, diwajibkan mengajar bahasa bahasa ibu kepada generasi muda Papua. Agar bahasa daerah yang dimiliki oleh Orang Asli Papua tetap terawet, hidup selama – lamanya.
Jumlah penutur secara signifikat berkaitan dengan keberlanjutan suatu bahasa daerah dengan catatan adanya pembudayaan bahasa daerah tersebut secara turun – temurun. Bahasa ibu merupakan aset Nasional bangsa yang tak terhingga jika para penuturnya menyadari betapa keberagaman bahasa erat kaitkan dengan stabilitas kesuksesan kemanusiaan.
Semakin punahnya bahasa ibu di tanah Papua. Juga disebabkan karena minimnya pengguna bahasa ibu baik dirumah maupun di sekolah. Tayangan televisi dan siaran radio di Papua cenderung memunculkan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Asing ditambah dengan bahasa gaul yang tidak sesuai dengan ejaan bahasa baku yang baik dan benar. Banyak generasi muda Papua yang malu menggunakan bahasa ibu dalam pergaulan mereka dan orang tuapun banyak yang tidak berbicara menggunakan bahasa ibu lagi dalam keluarga, sahabat, kerabat. Banyak dari Orang Asli Papua berpikir bahwa menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa Asing lebih bergensi dibanding menggunakan bahasa ibu. Langkanya penutur dalam bahasa ibu di Papua ini tentu saja semakin memicu punahnya bahasa ibu merupakan bagian dari pada kebudayaan itu sendiri. Selain itu penggunaan bahasa Inggris atau bahasa Asing lainnya di jenjang pendidikan tingkat bawah juga semakin kepunahan bahasa ibu di Papua.
Sejak tahun 1951, UNESCO telah merekomendasikan penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan. Hal itu merupakan langka konkret mempertahankan dan memberdayakan bahasa ibu menurut. Crystal, 1997, pemertahanan bahasa ibu ( ianguage maintenance ) lazim didefinisikan sebagai upaya yang disengaja antara lain ada lima yaitu, mewujudkan divestasi kultur, memelihara identitas etnis, memungkinkan adaptabilitas sosial, secara psikologis menambah rasa aman bagi anak dan meningkatkan kepekaan linguistik.
Kelima tujuan diatas satu sama lain saling terkait dalam konteks kebudayaan. Karena itu pemberdayaan bahasa ibu merupakan bagian dari strategi kebudayaan. Dunia pendidikan sebagai medium pembelajaran dinilai sangat penting dalam usaha mempertahankan dan melestarikan bahasa ibu. Di Papua sudah ada beberapa daerah yang sekolah – sekolahnya memberikan pelajaran bahasa ibu, tetapi hal ini dinilai masih belum cukup dikarenakan lebih banyak daerah yang sekolah – sekokahnya belum memasukan bahasa ibu sebagai pelajaran buatan lokalnya. Keluarga juga dapat membangtu melestarikan bahasa ibu ini dengan mulai menggunakan dalam komunitas antar anggota keluarga, hasabat, kerabat dalam aktivitas sehari – hari. Pemerintah daerah dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar mengembangkan penggunaan bahasa ibu melalui siaran televisi, radio, khusus kepada generasi muda Papua. Pemerintah juga dapat melakukan pendataan dan penulisan serta pencetakan buku – buku bahasa ibu agar memudahkan masyarakat untuk mempelajarinya.
Untuk menghindari punahnya bahasa ibu dan kebudayaan serta peradaban Papua, maka diperlukan adanya kerja sama antara pemerintah, sekolah, gereja, komunitas serta masyarakat untuk melestarikan dan mempertahankannya. Diperlukan adanya kemauan dan usaha yang sungguh – sungguh untuk bekerjasama antar pihak yang terkait tersebut untuk melestarikan bahasa ibu di setiap daerah sehingga bangsa Papua tidak perlu kehilangan akan budayanya.
Bahasa daerah dan budaya sebagai jati diri, identitas pemberian dari Tuhan sendiri bagi Orang Asli Papua sehingga anda wajib jaga dan selamatkan bahasa ibu serta budaya sendiri untuk menentukan masa depan bangsa.
Selamat membaca sahabat – sahabatku yang baik Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Sepi Wanimbo |
Editor | : Mufik |
Sumber | : |