Oleh: Dr. Petrus, S.H., M.H.
Jakarta, 3 Januari 2025 – Dalam setiap negara, hukum seharusnya menjadi panglima, menjadi instrumen utama untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak setiap warganya. Namun, di Indonesia, hukum sering kali berubah menjadi alat kompromi, digunakan sebagai sarana tawar-menawar oleh penegak hukum, penguasa, dan pengusaha. Fenomena ini telah merusak fondasi keadilan yang seharusnya diterima oleh setiap warga negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kompromi dalam Penegakan Hukum
Penegakan hukum di Indonesia sudah lama menghadapi masalah mendasar. Banyak sekali undang-undang yang ambigu dan tidak konsisten, sementara sistem peradilan masih dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Keputusan-keputusan hukum sering kali dibuat melalui proses negosiasi di bawah meja yang tidak transparan, menguntungkan pihak-pihak tertentu, sementara mereka yang tidak memiliki kekuatan atau pengaruh hanya menjadi korban dari ketidakadilan ini.
Korupsi merupakan contoh nyata bagaimana hukum di Indonesia bisa menjadi alat kompromi. Pelaku korupsi kelas kakap sering mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya. Fasilitas mewah di penjara dan bahkan remisi tahunan menjadi hadiah bagi mereka yang memiliki kekuasaan. Sementara itu, para pelaku kejahatan kecil, atau bahkan mereka yang berjuang untuk kepentingan rakyat, sering kali mendapat hukuman yang jauh lebih berat.
Hukum, yang seharusnya menjadi alat untuk menegakkan keadilan, kini justru menjadi panggung untuk permainan politik dan ekonomi. “Hukum di Indonesia terlalu sering menjadi alat negosiasi, bukan lagi instrumen keadilan,” kata seorang pakar hukum yang enggan disebutkan namanya.
Oligarki dan Dominasi dalam Politik
Salah satu akar masalah terbesar dalam penegakan hukum adalah dominasi oligarki. Banyak partai politik di Indonesia yang dikelola layaknya perusahaan keluarga, dengan keputusan-keputusan besar yang dikendalikan oleh sekelompok elit politik dan pengusaha.
Mereka yang berada di puncak kekuasaan ini sering kali berkolaborasi untuk melindungi kepentingan mereka, mengabaikan kebutuhan dan hak-hak rakyat.
Oligarki telah menciptakan sistem di mana hukum tidak lagi bersifat independen, tetapi tunduk pada kepentingan politik dan ekonomi mereka. Para elit ini mengontrol jalannya proses hukum untuk memastikan bahwa mereka tetap berada di atas hukum, sementara masyarakat yang lebih lemah terus dirugikan.
Hak Asasi Manusia: Diterapkan Secara Selektif
Ironisnya, dalam situasi yang penuh dengan ketidakadilan ini, Hak Asasi Manusia (HAM) sering kali diterapkan secara selektif. Pelaku korupsi yang memiliki kekuasaan kerap mendapat perlindungan di balik alasan HAM, sementara pelaku terorisme atau pengedar narkoba dihukum mati tanpa banyak pertimbangan.
HAM, yang seharusnya menjadi pelindung bagi semua warga negara, justru sering kali digunakan untuk melindungi pihak yang memiliki kepentingan. Ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan dalam penerapan hukum, di mana mereka yang berkuasa dapat memanfaatkan sistem untuk keuntungan pribadi mereka.
Penyebab Gagalnya Penegakan Hukum
Lemahnya penegakan hukum di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya