Ia tegaskan kepada Menteri BKPM RI bahwa Kebijakan pencabutan IUP tanpa basis data yang akurat di era data digital, bigdata dan smartblockchain saat ini tentu sangat disayangkan. Ini membuktikan masih buruknya data antar Kementerian dibawah koordinasi Menkomarves. Menteri investasi/Kepala BKPM sebagai Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi sesuai Kepres Nomor 1 tahun 2022 tidak punya data perusahaan mana saja yang sudah terbit Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan perusahaan mana saja yang sudah mengantongi SKKL (Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saut Lukman Malanuang.
Iya tentu melihat Kementerian Investasi/BKPM juga tidak punya data perusahaan mana saja yang telah terbit Rencana Kegiatan Anggaran dan Biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) serta segudang data yang tidak terintegrasi, tidak terkoneksi dan tidak terkoordinasi antar Kementerian ditengah gencar gencarnya pemerintah membangun satu data Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2019 dan Peraturan Presiden 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Satu data Indonesia ini bertujuan agar setiap kebijakan pemerintah menjadi berkualitas, transparan dan akuntabel. Kata Lukman
Maka menurut Lukman harus Mencabut IUP secara ugal ugalan tanpa basis data yang akurat selanjutnya dapat dihitung dan dianalisis berapa potensi kerugian atas hilangnya penerimanaan negara dari pajak dan penerimaan neraga bukan pajak (PNBP) dari IUP yang telah dicabut selama 7 bulan terakhir sepanjang Januari hingga Juli 2022. Belum lagi dampak sosial ekonomi pencabutan IUP ini yang dirasakan langsung masyarakat kelas bawah dan para pekerja tambang, sektor jasa yang terkait langsung dan tidak langsung dengan bisnis pertambangan, hilangnya multiplier effect dan segudang dampak beragam lainnya. Kata Lukman Malanuang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi menurut DR.Lukman Malanuang yang juga pakar dan ahli di bidang energi pertambangan tidak bisa kita bayangkan kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat yang telah diterjang pandemi covid 19 selama 3 tahun terakhir ditambah lagi dengan hilangnya mata pencaharian masyarakat akibat pencabutan IUP ini. Anak anak kesulitan biaya pendidikan, pelayanan kesehatan buruk dan terancam stanting dwn gizi buruk sebagai akibat orang tua mereka kehilangan mata pencaharian sebagai pekerja tambang.
Terkait dgn pencabutan IUP dimasa yang akan datang penting bagi pemerintah untuk mengikuti regulasi yang justru dibuat oleh pemerintah sendiri yakni perlunya mekanisme peringatan tertulis pertama kedua atau pendekatan persuasif lainnya. Prinsip kehati – hatian bagi pemerintah dalam membuat setiap kebijakan dengan menghitung seluruh dampak yang ditimbulkan baik pajak, PNBP maupun dampak sosial ekonomi lainnya menjadi bahan pertimbangan kedepan untuk pengelolaan pertambangan yang baik (god mining practice), transparan, akuntabel dan partisipatif. Tutup DR.Lukman Malanuang, Direktur Eksekutif Institute Energi Pertambangan dan Industri Strategis
Penulis | : Delvi |
Editor | : Airlangga |
Sumber | : |
Halaman : 1 2