Oleh: Ahmad Surya Ramadhan R.
Ketua Umum Badan Pengelola Latihan Pengurus Besar (BPL PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Perkaderan dalam tubuh Himpunan digerakkan oleh Instruktur sebagai pelaku perkaderan HMI. Instruktur menggerakkan agenda-agenda perkaderan serta subyek yang dikader. Dalam menggerakkan perkaderan ternyata Instruktur dihadapkan pada stigma yang telah berkembang yaitu “Perkaderan adalah jalan sunyi”. Lantas memang benarkah demikian? Instruktur yang mempunyai semangat pengabdian dalam proses kaderisasi memiliki posisi yang sangat penting. Instruktur pula penjaga dan penyalur ideologi dalam proses ideologisasi Himpunan dalam perkaderan. Memang peran instruktur tidak begitu eksis. Akan tetapi ketika kita membayangkan di Himpunan kita tidak ada yang menjaga ideologi, bagaimana kehidupan berHMI kader-kadernya? Dengan ikhlas, instruktur rela kemanapun, kapanpun, dan bagaimanapun untuk menyebarkan ideologi Himpunan. Mencetak kader-kader Himpunan guna keberlangsungan hidup Himpunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Memang tidak mudah dalam mengelola perkaderan. Apalagi yang dikelola adalah seorang manusia yang sudah menjadi mahasiswa. Tapi marilah sebaiknya kita berpijak dalam perkaderan yang memanusiakan manusia. Seperti yang dijelaskan oleh Aristotels, dalam sebuah proses pendidikan maka sadarkanlah peserta didik bahwa mereka itu manusia. Dalam konteks perkaderan, sadarkanlah bahwa kader itu adalah seorang kader. Berikan asupan bahwa hal yang harus dicari adalah buah kesadaran dan buah pengetahuan. Maka, ketika kita sudah tahu stigma bahwa perkaderan adalah jalan sunyi bagi instruktur. Sudah saatnya instruktur menggembirakan perkaderan tersebut. Dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun caranya agenda-agenda perkaderan harus menggemberikan, pelakunya pun harus gembira. Sehingga dalam berorganisasi kita tetap bisa menjaga agenda-agenda perkaderan dengan baik. Dengan kegembiraan yang diiringi oleh ke ikhlasan, maka akan mampu menangkis kepentingan-kepentingan yang tidak berpihak pada perkaderan.
Setiap zaman atau generasi memiliki masalahnya sendiri. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan seorang ayah tidak dapat memaksakan pola pendidikan orang tuanya untuk diterapkan kepada anaknya karena zamannya telah berbeda. Begitu pun dengan pendidikan organisasi, termasuk di tubuh HMI. Apa yang diajarkan pada latihan kader pada generasi Lafran Pane tentu berbeda dengan konteks generasi Nurcholish Madjid (Cak Nur). Apa yang diajarkan pada generasi Cak Nur merupakan tantangan zaman yang memang sesuai dengan permasalahan zaman kala itu, berbeda dengan tantangan zaman generasi Anies Baswedan. Begitu seterusnya hingga sampailah pada generasi kita. Maka, penting kiranya untuk memahami permasalahan setiap generasi, utamanya generasi kita sendiri. Karena mustahil dapat menyelesaikan problematika generasi, jika konteks masalahnya saja kita gagal untuk memahaminya.
Penulis | : Ahmad Surya Ramadhan R |
Editor | : Muhamad Fiqram |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya