DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan penolakannya terhadap rencana kenaikan royalti untuk sektor mineral dan batu bara. Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, menuturkan bahwa sejak awal tahun 2025, para pelaku industri tambang nikel telah menghadapi berbagai tekanan berat.
“Sejak awal tahun ini, kami merasa dibebani dengan berbagai kebijakan baru yang menambah beban operasional. Salah satunya adalah kewajiban penggunaan biodiesel yang naik dari B30 menjadi B40,” ujarnya dalam program Mining Zone, dikutip Sabtu, 5 April.
Menurut Meidy, kebijakan penggunaan B40 telah menyebabkan lonjakan biaya produksi, karena biaya operasional tambang ikut meningkat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, para penambang nikel juga diwajibkan mematuhi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam, yang mewajibkan penahanan 100 persen devisa hasil ekspor selama satu tahun. Kebijakan ini dinilai berdampak pada kelancaran arus kas perusahaan.
“Ini jelas berdampak pada cashflow. Kalau di 2023 hanya wajib 30 persen selama 3 bulan, sekarang harus 100 persen selama setahun penuh,” jelasnya.
Penulis | : TIM |
Editor | : BIM |
Sumber | : VOI.ID |