DETIKINDONESIA.CO.ID, MAUMERE – John Bala menganjurkan kepada Marianus Gaharpung untuk mengkaji dengan baik pernyataannya di media yang berjudul ‘Penjabat Bupati Sikka Harus Cabut Surat Kepala Desa Atas Tanah Hutan Lindung’.
“Dikaji dulu baik-baik baru melakukan pencabutan, karena menurut saya: persoalan adanya hak milik di dalam kawasan hutan bukanlah persoalan sederhana, tetapi sebuah implikasi lemahnya koordinasi antar pemerintahan pada berbagai level,” tulis John Bala dalam rilis yang diterima media ini Sabtu, 14 September 2024.
Lanjut John Bala, penetapan kawasan hutan sejatinya harus atas persetujuan masyarakat dan Pemerintahan Desa (Pemdes) dimana hutan itu berada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau masih ada Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SPKT) diatas tanah kawasan hutan dan tanah tersebut masih dikenakan pajak sampai Januari 2024, maka jangan cepat-cepat salahkan Kepala Desa, tapi pastikan dulu prosedur penetapannya sudah sesuai aturan atau belum,” terang John Bala.
John Bala menilai atas Surat Keterangan (SKPT) yang dikeluarkan Kepala Desa (Kades) sama sekali tidak melanggar pasal 18 ayat (1) huruf b UU No: 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
“Kepala Desa mengeluarkan Surat Keterangan mengenai SKPT 25 Agustus 1998 dimaksud, menurut kami sama sekali tidak melanggar pasal 18 ayat (1) huruf b UU No: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Karena Kepala desa membuat Surat Keterangan tersebut tidak melampauhi batas wilayah berlakunya wewenang tersebut yakni Desa Riit di mana obyek Wairladan Bokak Du’ur itu berada,” hemat John Bala.
Selain itu kata John Bala, terhadap pasal 18 ayat (3) huruf a UU yang sama, ia menilai bahwa Kades Riit dalam menjalankan fungsinya sudah sesuai dengan kewenangannya.
“Terhadap pasal 18 ayat (3) huruf a UU yang sama, Kepala Desa Riit sungguh menjalankan kewenangan otonomnya dalam memberikan Surat Keterangan tentang keberadaan hak atas tanah warganya berdasarkan bukti pembayaran pajak sampai dengan Januari 2024 dan berdasarkan buku register DHKP (Dana Himpun Ketetapan Pajak),” terang John Bala.
“Pertanyaan kepada Penulis sebelumnya, kalau kesimpulannya bahwa: Surat Keterangan yang menegaskan tentang ada-nya SKPT berdasarkan data-data dari desa itu, bukan kewenangan kepala Desa lalu hal dimaksud adalah kewenangan siapa? Camat…. ? atau Bubati… ? tolong diberikan juga dasar hukum yang eksplisit,” lanjut John Bala.
Kemudian, soal klaim adanya tindakan kesewenang-wenangan terhadap Kades Riit itu, John Bala menukil bahwa “Kepala Desa Riit telah bertindak terukur dan sesuai kewenangan berdasarkan sumber data DHKP dan bukti pajak terbayar Januari 2024 tersebut di atas. Jadi Surat Keterangan tersebut tidak perlu dicabut berdasarkan pasal 64 ayat (b) UU No: 30 Tahun 2014.
John Bala menyarankan agar pihak Kuasa Hukum dari Suitbertus Amandus sesegara mungkin melakukan pelaporan terhadap kliennya (John Bala, red) ke polisi agar terungkap duduk persoalan yang sebenarnya.
“Saya kira sebaiknya Kuasa Hukum Suitbertus Amandus yang salah satunya adalah Marianus Gaharpung itu segeralah mengadu atau melaporkan klien kami ke Polisi agar disana klien kami dapat membuktikan duduk persoalan sesungguhnya dalam isi somasi yang mereka berikan dan bagaimana relasi mereka dengan tanah leluhurnya tersebut,” pinta John Bala.
Bagi John Bala, arahan itu menyikapi kesiapan kliennya yang tengah siap berproses setelah melakukan konsultasi kepadanya.
“Hal ini penting, karena setelah berkonsultasi dengan klien kami, ternyata mereka bersedia menghadapi proses hukum lebih lanjut apabila mereka dilaporkan oleh Kuasa Hukum Suitbertus Amandus dengan tuduhan Pencemaran Nama Baik berdasarkan 310 KUHP, pemberian keterangan palsu berdasarkan 242 KUHP dan Pemalsuan Surat berdasarkan 246 KUHP,” papar dia.
Atas tanggapan terhadap surat balasan Somasi yang diberikan kepadanya pada Jumad, 13 September 2024 kemarin oleh Kuasa Hukum Suitbertus Amandus justru ia (John Bala,) bersama tim senang sebab kata dia akan menjadi bahan pembelajaran bagi publik dalam menghadapi persoalan hukum.
“Kami senang dengan proses ini seutuhnya, karena publik bisa belajar tentang cara rasional dan tanpa emosional untuk menyelesaikan masalah hukum,” tutupnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : FAIDIN |
Editor | : YULIANA |
Sumber | : |