Pilkada Serentak 2024 di Sultra; Merajut Keberagaman Etnisitas

Minggu, 3 Juli 2022 - 18:28 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Ridwan La Ode Bona (Direktur Eksekutif The Sunan Institute)

“Kita tidak boleh berdiam diri menghadapi kefanatikan. Kita harus mengutuk mereka yang berusaha memecah belah kita. Di semua tempat dan di setiap saat, kita harus mengajarkan toleransi dan mencela rasisme, anti semitisme dan semua kefanatikan etnis atau agama dimanapun mereka berada sebagai kejahatan yang tidak dapat diterima. Kami tidak punya tempat untuk pembenci etnis/agama di Amerika dan tidak ada sama sekali”. (Ronald Reagan/Presiden Amerika Serikat 1981-1989)

Di alam demokrasi, keragaman etnis, agama, budaya, warna kulit dan sejenisnya adalah keniscayaan. Hidup dalam bingkai keragaman adalah miniatur alam demokrasi. Dengan keragaman, nilai-nilai demokrasi tumbuh sebagai pengingat dan penopang interaksi sosial kemasyarakatan kita sebagai sebuah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai keseteraan dan keadilan tanpa perbedaan dimata Hukum.

Indonesia yang menganut demokrasi pancasila pun tidak jauh berbeda dengan demokrasi yang dilahirkan dinegara-negara penganut paham demokrasi. Ada banyak titik temu antara konsepsi demokrasi Negara penganut demokrasi seperti amerika misalnya dengan bangsa kita yang menganut prinsip demokrasi pancasila. Dan salah satu yang bisa kita lihat dan rasakan yakni sama-sama menjunjung tinggi nilai hak-hak warga negaranya dimata hukum sama tanpa ada rasa diskriminasi. Walaupun masih ada kita temukan pelanggaran-pelanggaran warga Negara tentang suara-suara minor terkait dengan eksploitasi hak-hak sipil tentang kaum minoritas dinegara penganut paham demokrasi. Namun paling tidak demokrasi memberikan ruang bagi setiap warga negaranya setara dimata hukum dan keadilan.

Pasca pemerintahan orde baru, sistem politik di indonesia berubah bentuk yang semula desainnya adalah sentralistik kemudian bergeser pada desentralisasi. Hal ini terbangun dengan adanya gumpalan persoalan masa lalu (orde baru) yang menimbulkan banyaknya kecemburuan elit politik lokal/regional yang merasakan ada Ketidak-adilan dalam membangun tata kelola pemerintahan sebagai sebuah bangsa dan negara, dan puncaknya gumpalan kekecewaan itu terwadahi dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah di era reformasi dan di lanjutkan dengan lahirnya undang-undang pilkada yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung.

Baca Juga :  Dekatkan Diri

Undang-Undang Pilkada No.10 tahun 2016 telah membuka ruang yang sama bagi siapapun untuk tampil mencalonkan diri menjadi kepala daerah dimanapun dia berada dan juga membuka ruang lebar bagi tokoh-tokoh daerah untuk tampil memimpin daerah dengan harapan semangat untuk memajukan daerahnya dimiliki oleh setiap calon yang berkostestasi.

Keteladanan dan Penyadaran Politik

Dalam Politik kekuasaan, Politik adalah seni meyakinkan atau membuat orang percaya bahwa ia bisa memerintah atau menggunakan kekuasaannya dengan baik. (Kutipan kata Lous Latzarus), atau dalam pandangan Warren Bennis bahwa kepemimpinan adalah kapasitas untuk menerjemahkan pemikiran/gagasan menjadi kenyataan.

Berkaca pada hasil Pilkada yang ada di seluruh Indonesia dan telah melahirkan begitu banyak kepala daerah hasil dari pemilihan secara langsung, kita hampir tidak menemukan ada tokoh atau pemimpin yang lahir dengan kapasitas kepemimpinan yang memadai yang sesuai dengan harapan rakyat. Penguasaan terhadap akar persoalan daerah yang di pimpinnya cukup rendah, dan gagasan untuk membangun daerah cenderung normatif dan tanpa terobosan. Minusnya pengalaman dan pengetahuan politik yang ada pada setiap kepala daerah yang terpilih membuat daerah yang dipimpinya tidak mengalami loncatan kemajuan dan lebih tragisnya lagi banyak kita temukan daerah-daerah baru di era otonomi daerah mengalami “Kebangkrutan” ekonomi (Minus APBD) dan hilangnya “Trush” masyarakat kepada pemimpinya (Bupati atau Walikota) terpilih.

Baca Juga :  INDONESIA CENTRISTS GOLD of The WORLD, HOW THE WORLD WORKS ???

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Ridwan La Ode Bona
Editor : Muhamad Fiqram
Sumber :

Berita Terkait

HABLUM MINNAS OM BOER, PERJALANAN HINGGA KINI
Hancurkan Mafia Pertamina: Moment of Truth Prabowo, Erick Thohir?
JURUS DEWA MABUK EKONOMI INDONESIA
Buka Puasa Bersama: Makna dan Tradisi
Saatnya MA menjadi Sang Adil (Dharmayukti), Meluruskan Kasus Timah Rp 300 Triliun: Antara Framing dan Keadilan?
Tetep Autentik di Tiap Langkah
Pandangan Praktisi Hukum Iswan Samma, S.H.: Dewan Pers Independen Harus Hentikan Manuver Monopoli Dewan Pers Melalui Judicial Review
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni Lambat Menyelesaikan Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan Bidang Pertambangan  

Berita Terkait

Senin, 31 Maret 2025 - 13:44 WIB

Ribuan Umat Muslim Laksanakan Salat Idul Fitri 1446 H di Jatinegara

Minggu, 30 Maret 2025 - 13:31 WIB

IKA Trisakti Matangkan Pemilihan Ketum 2025-2028, Usung Musyawarah Mufakat

Sabtu, 29 Maret 2025 - 19:58 WIB

Jan Maringka : Kehadiran UU TNI Wujudkan Single Prosecution System dalam Sistim Peradilan Pidana

Sabtu, 29 Maret 2025 - 19:14 WIB

Pahlevi Pangerang Ajak Musyawarah Mufakat di RUA IKA Trisakti: Perkuat Soliditas Alumni Menuju Indonesia Emas 2045

Jumat, 28 Maret 2025 - 23:59 WIB

Torang Matuari Bentuk Badan Hukum untuk Dukung Pemberian Masukan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah

Jumat, 28 Maret 2025 - 20:12 WIB

Rumah Zakat Distribusikan Zakat Fitrah Serentak di 29 Kota pada Hari Zakat Nasional 2025

Jumat, 28 Maret 2025 - 13:35 WIB

Harison Mocodompis: Transformasi Sertifikat Tanah Elektronik untuk Perlindungan Hak Masyarakat

Jumat, 28 Maret 2025 - 11:08 WIB

Menag Dorong Masjid dan Musala Jadi Rest Area Pemudik di Jalur Mudik

Berita Terbaru