Oleh: Deshandra Yusuf, S.H. (Mahasiswa Pascasarjana Hukum UGM)
Pembunuhan Brigadir Josua dengan terdakwa Ferdy Sambo cs telah digelar, Kasus pembunuhan Brigadir Josua nampaknya masih banyak serial drama yang ditampilkan dalam persidangan.
Dakwaan Jaksa pun bukan main-main. Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP dengan ancaman yang tidak main-main pula yaitu maksimal Hukuman Mati atau setidaknya penjara seumur hidup. Pasal 340 KUHP berbunyi:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Peristiwa Pembunuhan yang sangat mengejutkan seluruh Masyarakat Indonesia, Hampir semua pemberitaan meliput peristiwa tersebut, atas peristiwa tersebut Institusi Kepolisian RI mendapat penilaian buruk dari masyarakat, Hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dirilis Kamis (27/10/2022) memperlihatkan, citra Institusi Polri sentuh titik terendah dalam dua tahun terakhir.
Peristiwa pembunuhan tersebut semula penuh dengan rekayasa disebut dalam pernyataan Ferdy Sambo yaitu Terjadi Tembak Menembak antara Baradha E dengan Brigadir J, akhirnya Terungkap bahwa Brigadir J sengaja ditembak oleh Bradha E atas Instruksi mantan Kadiv Propam Polri tersebut. Akhirnya FS mengakui bahwa Brigadir J tewas karena ditembak oleh Bradha E.
Dalam persidangan, nampaknya Ferdy Sambo dan Putri Chandrawati, masih mendalilkan bahwa telah terjadi Pelecehan Seksual yang melatarbelakangi Emosi/kemarahan FS untuk menghabisi Nyawa Brigadir J.
Persidangan memperlihatkan adanya ketidaksingkronan atau konsistensi keterangan yang diberikan antara Saksi satu dengan lainnya. Mereka seakan ingin menjauhkan dirinya tidak terlibat dalam pembunuhan atau setidak tidaknya terlibat dalam skenario Ferdy Sambo.
Persidangan ini merupakan arena pembuktian, penulis melihat masing – masing pihak mempunyai beban berat, Jaksa harus mampu membuktikan kebenaran atas dakwaannya, sedangkan terdakwa melalui kuasa hukumnya harus membuktikan bahwa dakwaan tersebut tidak terbukti.
“Tak ada sebuah kejahatan yang sempurna”, untuk membuktikan kejahatan tersebut persidangan harus mampu memunculkan anatomi kriminal (crime anatomy). Anatomi kriminal merupakan penguraian unsur-unsur suatu jenis kejahatan yang meliputi tempat kejadian perkara (TKP), waktu kejadian, korban, pelaku dan lain-lain.
Hakim yang memeriksa harus mempunyai insting atau keyakinan untuk menggali keterangan keterangan saksi tersebut, Ibarat permainan Puzzle, Hakim harus mampu menyambungkan potongan – potongan puzzle tersebut sehingga menghasilkan kronologi dan putusan yang seadil adilnya.
Misalnya, apakah benar sebelum Brigadir J tewas ditembak, FS dan anak buahnya merencanakan dengan sempurna dan detail setiap langkah – langkah mulai dari Perencanaan hingga Tewasnya Brigadir J?
Pertanyaan ini menjadi Penting, karena unsur dari Pembunuhan Berencana adalah pelaku harus terbukti melakukan perencanaan pembunuhan dan mampu menyadari konsekuensi dari tindakan tersebut.
Hingga persidangan hari ini, setiap saksi yang didengarkan keterangannya tidak ada satu pun merujuk pada perbuatan Perencanaan tersebut, yang muncul adalah perencanaan atau membuat skenario pasca pembunuhan Brigadir J.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Admin |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya