Oleh : Nasarudin Sili Luli (Pegiat Kebangsaan)
Akhirnya DPR mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Otonomi Baru (DOB) menjadi Undang-Undang (UU) terkait pemekaran wilayah di Provinsi Papua. UU tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, pada kamis (30/6/2022). Kebijakan ini kemudian menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat Papua sendiri karena menganggap usulan untuk pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua bukan murni atas usulan dari masyarakat Papua, akan tetapi lahir dari keinginan pemerinta pusat. Karena menganggap permasalahan Papua hari ini tidak serta merta dapat diselesaikan dengan melakukan pemekaran (DOB). Persoalan ini kemudian pararel dengan hasil penelitian LIPI yang menemukan ada akar masalah utama yang menjadi permasalahan di Papua hari ini, yaitu soal marjinalisasi,diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia, kegagalan pembangunan, ancaman integrasi, perdebatan soal sejarah politik Papua dan ancaman demokrasi prosedural .
Terlepas dari berbagai persoalan dan masalah seperti yang suda diuraikan oleh penulis diatas muncul pertanyaan elementer yang mengemuka saat ini dari penyelenggara pemilu, politisi dan para praktisi adalah jika DOB Papua yang saat ini dimekarkan bagaimana probabalitas untuk penyelenggaraan pemilu tahun 2024? Bagaimana skema desain pembentukan daerah pemilihan pada DOB?, bagaimana mekanisme pendapilan? jika DOB baru yang suda di mekarkan apakah bisa diikutkan dalam kontestasi pada pemilu 2024 mendatang?. Sebelum menjawab semua keraguan dan pertanyaan yang begitu banyak, penulis ingin memulai dengan bagiaman merumuskan kewenangan penetapan jumlah kursi anggota DPRD provinsi yang diatur di atur dalam undang-undang sebagaimana ketentuan pasal 189 ayat (5) UU No 7/2017 yang berbunyi,daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lapiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini.
Konsep Dapil
Pada dasarnya konsep untuk menentukan Pendapilan perluh memenuhi beberapa prinsip Pertama, Impartiality bahwah untuk menentukan penadapilan harus independen dan professional. Kedua prinsip Equality diartiakn sebagai batasan bahwah populasi dapil harus setarah mungkin untuk memberi para pemilih kesetaraan kuatan suara. Ketiga, prinsip Representativeness yaitu keterwakilan konstituensi harus mempertimbangkan komunitas yang kohesif, yang ditentukan oleh faktor-faktor seperti batas administrasi, unsur geografis dan komunitas yang diminati.
Jika kita melihat lebih jauh dalam pasal 185 Undang –Undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu juga telah secara gamblang menetapkan prinsip dasar dalam pendapilan yang pertama, harus memenuhi kesetaraan nilai suara, artinya dalam menentukan pendapilan harus mengupayahkan nilai suara atau harga kursi yang setara antara 1 (satu) dapil lainya dengan prinsip 1(satu) orang 1(satu) suara 1(satu) nilai. Kedua Ketaatan dalam pembentukan dapil dalam mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentasi jumlah kursi yang diperolehi setiap partai politik dapat setara dengan persentasi suara sah yang di perolehnya. Ketiga, dalam penentuan pendapilan harus memperhatikan kesetaraan alokasi kursi antara dapil untuk menjaga perimbangan alokasi kursi setiap dapil. Keempat, integritas Wilayah dalam menentukan pendapilan harus memperhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, kondisi geografis, sarana perhubungan, dan aspek kemudahan tarnsportasi dalam menyusun beberapa daerah kecamatan kedalam 1(satu) dapil. Kelima, berada dalam cakupan wilayah yang sama artinya penyusunan angota DPRD kabupaten kota yang terbentuk dari satu, beberapa, dan atau bagian kecamatan harus tercakup seluruhnya dalam satu dapil anggota DPRD Provinsi. Keenam, Prinsip kohesifitas dalam hal untuk penysusnan dapil hendaknya memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas. Ketujuh, prinsip kesinambungan penyusunan dapil memperhatikan penetapan dapil pada pemilu terakhir, kecuali terjadi perubahan penduduk yang mengakibatkan alokasi kursi dalam 1 (satu) dapil melebihi batas maksimal dan atau dapil dan atau kurang dari batas minimal, adanya pemekaran wilayah dan dapil yang disusun bertentangan dengan prinsip penataan dapil.
Anomali Dapil DOB
Ada empat provinsi baru, maka akan ada pembentukan empat DPRD provinsi baru, termasuk pembentukan DPRD kabupaten kota di setiap provinsi. Dalam UU Pemilu disebutkan total kursi minimal dan maksimal di DPRD provinsi maupun kabupaten kota.
Pertama DOB pemekaran (Provinsi Tabi Sairei Papua Induk ) meliputi Kabupaten Jayapura, Kepulauan Yapen, Biak Numfor, Sarmi, Keerom, Waropen, Supiori, Memberamo Raya, Kota Jayapura dengan jumlah penduduk (1.124.877) jiwa dengan jumlah pemilih (791273). Kedua, (DOB dengan provinsi Papua Tengah) meliputi Mimika, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, Dogiyai, Nabire dengan jumlah penduduk (1,124.877) dengan jumlah pemilih (807.594). Ketiga DOB (provinsi Papua Selatan ) meliputi Merauke, Boven Diguel, Mappi, Asmat dengan jumlah penduduk (510.604) jumlah pemilih (352.293). Ketiga, DOB dengan (provinsi Pegunungan Tengah) meliputi Jayawijaya Nduga, Lany Jaya, Puncak Jaya, Tolikara, Membramo Tengah, Yalimo, Yahukimo, Pegunungan Bintang dengan jumlah penduduk (1.674.095) jumlah pemilih (1.369.774) sumber (RUU DOB dan KPU Provinsi Papua tahun 2022).
Dengan melihat empat DOB Papua untuk pembagian dapil dimasing – masing provinsi besarana jumlah penduduk serta jumlah pemilih maka dapat disimpulkan jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh ). Rumusannya adalah jika jumlah penduduk sampai dengan 1.000.000 maka alokasi kursi sebanyak 35 (tiga puluh limah kursi ), jika jumlah penduduk 1.000.0000 samapai dengan 3.000.000 maka alokasi kursi sebnyak 45 (empat puluh lima), jika jumlah penduduk 3.000.0000 sampai dengn 5.000.000 maka alokasi kursi sebanyak 55 kursi (lima puluh lima ), jika jumlah penduduk 5.000.000 sampai dengan 7.000.000 maka alokasi kursi sebanyak 65 kursi (enam puluh lima) jika jumlah penduduk 7.000.000 sampai dengan 9.000.000 maka alokasi kursi sebanyak 75 (tuju puluh lima), jika jumlah penduduk 9.000.000 sampai dengan 11.000.000 maka alokasi kursi sebanayak 85 (delapn puluh lima ), jika jumlah penduduk 11.000.000 sampai dengan 20.000.000 alokasi kursi sebanyak 100 (seratus) jika jumlah penduduk lebih dari 20.000.000 alokasi kursi sebanyak 120 (seratus dua puluh).
Jika dengan rumusan penetuan kursi diatas maka dapat kita rumusan besaran kursi di masing –masing rancangan DOB sebagai berikut, pertama (Provinsi Tabi Sairei sebagai Papua Induk) dengan jumlah penduduk sebanayak 999.131dan DOB provinsi Papua Selatan yang jumlah penduduknya hanya 510.604 jiwa, pertanyaannya adalah berapa jumlah kursi jika penduduk pada provinsi Tabi Sairei dan provinsi Papua Selatan tidak mencukupi jumlah penduduk 1.000.000 jiwa? Sedangakan seperti penulis menguraikan diatas pada ketentuan penataan dapil provinsi bahwa jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh)hal ini kemuadian bertolak belakang dengan rumusan pasal 189 undng-undang nomor 7 tahun 2017 ayat 2 tentang pemilu menyebutkan, jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedkit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Nasarudin Sili Luli |
Editor | : Muhamad Fiqram |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya