Inkonstitusional
Ketentuan mengenai pendapilan tentu berimplikasi pada alokasi jumlah kursi. Saat ini, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ditentukan. Pertama jumlah kursi setiap dapil anggota DPR paling sedikit tiga kursi dan paling banyak 10 kursi, dengan total kursi di DPR sebanyak 575 kursi. Apabila ada penambahan dapil karena ada empat DOB provinsi baru, maka terjadi penambahan alokasi jumlah kursi dari Papua paling sedikit 12 kursi. Dengan demikian, akan terjadi inkonstitusional dalam penambahan total kursi di DPR yang kemudian sampai dengan saat ini belum ada perubahan ketentuan level pada UU Pemilu.
Padahal dalam rumusan pasal 186 UU 7 /2017 suda menegaskan bahwah jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanayak 575 jika ada penambahan 12 (dua belas) kursi dari DOB yang baru maka akan menjadi 587 kursi di DPR tentu langkah ini dinilai inkonstitusional jika tidak di sertai dengan melakukan langkah perubahan terdahulu terhadap UU pemilu. Begitu juga dengan pasal 187 ayat 1 dan 2 menyebutkan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepulu) kursi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua, Untuk alokasi jumlah kursi DPD RI. Dalam UU Pemilu disebutkan, jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan empat (pasal 196 dan 197 UU No 7/2017). Jika ada empat provinsi baru termasuk provinsi induk, maka akan ada 16 kursi baru di DPD. Namun, ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan, jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR RI (pasal 22C ayat 2 UUD1945). Kondisi ini penulis melihat seperti paradox inkonstitusi, ada ketentuan jumlah kursi DPD tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah kursi DPR. Kalau ditambah 16 kursi maka proporsionalitasnya melebihi sepertiganya kursi DPR.
Ketiga, apabila empat provinsi baru termasuk provinsi (DOB) terbentuk, maka perlu dilakukan pemilihan gubernur (pilgub) pada 2024. Jika tidak, maka akan diangkat penjabat gubernur sampai pelaksanaan pilkada serentak lima tahun berikutnya. pertanyaannya adalah apakah ada landasan konstitusional yang mengharuskan mengangkat pejabat daerah selama lima tahun? Kondisi ini tidak bisa dihindari adalah tahapan penyelenggaraan pilgub. Kalau provinsinya sudah terbentuk maka sebuah keharusan proses pilgubnya harus mengikuti keserentakan pemilu 2024. Kalau tidak akan diisi penjabat sampai lima tahun, karena Undang-Undang Pilkada desainnya lima tahunan. jika tidak ada konsekuensi penambahan empat provinsi baru di Papua dengan pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) 2024. Sebab, hitungannya per orang yang diakumulasi secara nasional, kondisi ini jika terlalu dipaksaan justru akan berdampaka pada rangkain tahapan penyelenggaraan pemilu yang sekarang lagi berjalan.
Rekomendasi
Persoalan diatas dapat diatasi jika mengikuti langkah – langkah sebagai berikut, Pertama berdasarakan pasal 190 ayat (3) menyatakan bahwah dalam hal terjadi pembentukan provinsi setelah pemilu dilakukan penataan di daerah provinsi induk sesuai dengan jumlah penduduk dan alokasi kursi, selanjutnya juga berdasarkan pasal 105 UU No 23/2014 menyatakan dalam hal terjadi pembentukan daerah setelah pemilu, dilakukan pengisian anggota DPRD di provinsi induk dan pemekaran oleh KPU provinsi induk, pengisian tidak dilakukan bagi daerah provinsi yang di bentuk 12 bulan sebelum pemilu.
Kedua, mendorong agar segera dilakukan perubahan UU No 7/2017 tentang pemilu agar ruang inkonstitusional dalam pendapilan DOB Papua mempunyai legitimasi secara konstitusional, jika pemerinta merasa terlalu mendesak untuk melakukan perubahan pada UU pemilu bisa dikelurkan Perpu, dasar penerbitan Perpu adalah: pertama, pasal 22 ayat (1) UUD NKRI 1945 dalam hal keadaan memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu ; dan kedua Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 138/PUU-VII/2009 yang menjelaskan bahwah Perpu adalah kebijakan subjektifitas Presiden yang ditetapkan oleh DPR. Hal ini dilakukan segera agar bisa menjamin konstitusionalitas dalam pendapilan pemekaran DOB Papua.
Ketiga, untuk mengantisipasi kondusifitas wilayah dan mengurangi tensi ketegangan, bisa dilakukan pembagian kursi secara proporsional di daerah induk seperti yang terjadi di Kalimantan Utara dan Sulawesi Barat. Tetapi tetap, penghitungan alokasi jumlah kursi DPD dan pilgub.
Keempat, DOB atau pemekaran daerah provinsi berdampak perluh disiapkan KPU dan Bawaslu didaerah pemekaran tersebut untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai KPU dan Bawaslu, mengingat sebagaian daerah DOB ini adalah sebagian masing menganut atau menggunakan sistem noken maka perlu KPU dan Bawaslu untuk menyipakn prangkat teksnis PKPU dan Perbawaslu noken yang konferhensif sesuai dengan konteks daerah Masing-masing DOB, hal ini perlu di dorong lebih awal agar peraturan teknis ini punya waktu yang cukup untuk melakukan uji publik untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, sehingga penerapannya nantinya mampu menjadi jalan keluar bagi pelaksanaan kontestasi demokrasi subtansial 2024 mendatang. Semoga
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Nasarudin Sili Luli |
Editor | : Muhamad Fiqram |
Sumber | : |
Halaman : 1 2