Oleh : Yanuardi Syukur
Kesan Personal
Pertengahan 1999. Itu kali pertama saya melihat Profesor Azyumardi Azra pada tahun kedua kepemimpinannya sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selanjutnya, nama Profesor Azra saya baca lewat berbagai publikasinya. Dalam sebuah sarapan pagi di Washington, DC. seorang kawan bercerita tentang semangat Profesor Azra dalam mendidik generasi muda agar jadi intelektual yang berdampak luas. Ibarat kata, beliau pribadi yang senang memberikan support kepada mereka yang ingin maju, terutama dalam pendidikan.
Pada satu kesempatan, saya mendengarkan dari dekat penjelasan Profesor Azra terkait Buya Hamka. Saya duduk di bagian kanan di Rumah Kelahiran Buya Hamka di Maninjau, Sumatera Barat. Profesor Azra menceritakan sosok Hamka yang sangat bersemangat dalam belajar, menulis, dan berdampak bagi bangsa dan negara.
Saya lihat beliau adalah pribadi yang senang betul berbagi ilmu. Komisi Hubungan Luar Negeri MUI pernah buat Webinar Internasional terkait Amerika Serikat, 9 April 2021 dan beliau hadir. Beliau bahkan membuatkan membuat makalah untuk itu berjudul: ‘Membaca Arah Kebijakan Presiden Joe Biden Terkait Muslim dan Dunia Muslim’.
“Gesture Positif” tapi Tidak Terburu-buru
Menyoroti Joe Biden, Profesor Azra mengatakan bahwa secara retrospektif, tak kurang pentingnya, Presiden Donald Trump juga menampilkan sikap dan kebijakan anti-Muslim. Dia mengeluarkan Perintah Eksekutif Presiden (Executive Order 13769) yang secara resmi disebut untuk ‘protecting the nation from foreign terrorist entry into the United States’.
Perintah Eksekutif itu yang juga disebut sebagai ‘Muslim ban’ (pelarangan Muslim) itu melarang masuknya Muslim dari enam negara: Iran, Iraq, Libya, Somalia, Sudan, Syria, dan Yaman. Ketika Perintah Eksekutif ini diberlakukan 27 Januari 2017, sekitar 700 pelancong yang sudah sampai di berbagai bandara AS dikembalikan ke negara masing-masing dan sekitar 700.000 visa AS yang diterbitkan untuk warga keenam negara itu dibatalkan.
Mengomentari itu, dia mengatakan, “Agaknya masih terlalu dini untuk membayangkan kebijakan Presiden Joe Biden secara komprehensif sepanjang masa pemerintahannya nanti. Oleh karena itu, negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim dan warga individu dan jamaah atau Muslim di negara-negara Eropa, Australia, India, China dan AS sendiri di mana mereka merupakan minoritas tidak perlu terjerumus ke dalam euforia penuh harapan para pemerintahan Joe Biden-Kamala Harris.”
Meski demikian, rekam jejak Joe Biden dapat dilacak; yang sejauh menyangkut Islam sangat berbeda dengan Donald Trump. Nama terakhir ini jauh sebelum menjadi Presiden ke-45 AS berulangkali mengeluarkan pernyataan tidak bersahabat terhadap Muslim dan Islam. Trump antara lain menyatakan ‘masjid perlu ditutup’, ‘perlu membuat database Muslim untuk mengawasi’ dan ‘migran Muslim boleh jadi adalah lasykar ISIS’.
Gesture Positif
Menurut Profesor Azra, Joe Biden menunjukkan gesture positif dalam kepemimpinannya. “Untuk diingat kembali, sejak masa kampanye Pilpres, pencoblosan kartu suara 4 November 2020, penghitungan suara yang berakhir dengan kemenangan Capres Joe Biden, Presiden ke-46 AS ini menjadi tambah populer di kalangan Muslim. Ini tidak lain karena Joe Biden memberikan gesture yang sangat positif,” kata beliau.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Yanuardi Syukur |
Editor | : Fiqram |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya