Upaya penindakan terhadap kejahatan seksual saat ini masih mengacu pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 281 sampai dengan pasal 295. Tindakan pemidanaan dianggap sebagai langkah terakhir dalam upaya menimbulkan efek jerah bagi pelaku kejahatan seksual. Akan tetapi dari peraturan perundang-undangan yang telah berlaku ini dianggap belum cukup untuk menghapuskan kejahatan kesusilaan. Oleh karenanya dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang terfokus dalam menangani masalah tersebut.
Sayangnya proses legislasi pengesahan rancangan undang undang tentang kekerasan seksual sampai hari ini mengalami banyak halangan dan rintangan. Sebagai contoh RUU tentang penghapusan kekerasan seksual yang diusulkan sejak tahun 2016 bahkan telah berubah nama menjadi RUU TPKS sampai hari ini belum menemui titik terang. Begitupun dengan undang undang yang lain misalnya pasal tentang batas usia pernikahan, butuh waktu 45 tahun agar adaya perubahan dari usia 16 tahun menjadi 19 tahun.
Kemudian RUU lain seperti Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah tertunda selama 17 tahun dalam pembahasan dan belum juga mendapatkan titik terang, juga agar segara disahkan. Semua itu adalah suara rakyar yang perlu diperjuangkan dalam gerakan perempuan saat ini.
Yang kedua adalah Speak Up. Untuk dapat melakukan tindakan represif terhadap tindakan kejahatan seksual, korban harus berani berbicara atau melaporkannya ke pihak berwajib, sehingga kasus dapat ditangani dan tidak membiarkan para pelaku berkeliaran dan mencari korban selanjutnya. sehingga speak up adalah salah satu cara untuk membuat pelaku takut, dengan begitu, pelaku akan merasa terancam karena akan tersorot oleh masyarakat luas dan mendapatkan ancaman pidana.
Upaya represif adalah langkah terkhir untuk membuat efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual, namun pada beberapa kasus ternyata pelaku kejahatan seksual merupakan residivis, artinya pemidanaan tidak memberikan efek jera. Contoh kasus yang melibatkan guru pondok pesantren di Oku Selatan yang melakukan pemerkosaan terhadap muridnya. Kasus ini terbongkar saat korban melahirkan bayi premature di toilet asrama pondok pesantren tersebut. Korban mengalami pemerkosaan pada bulan April 2021. dan pada 30 Desember 2021 pelaku di tetapkan sebagai tersangka. Saat ini pelaku dikenakan pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan hukuman penjara diatas 5 tahun. Namun ada fakta mengejutkan atas kasus ini bahwa pelaku adalah seorang residivis kasus pencabulan pada tahun 2006 dan hanya di hukum 1 tahun 8 bulan, yang setelah keluar mendirikan pondok pesantren dan ikut menjadi salah satu pengajar di pesantren tersebut.
Oleh karena tindakan represif dalam beberapa kasus dianggap tidak memberi efek jera, maka perlu mendorong upaya preventif atau upaya pencegahan. Upaya pencegahan dianggap menjadi langkap paling efektif dalam mengatasi kejahatan karena melibatkan berbagai unsur tidak hanya penegak hukum, pemerintah serta masyarakat juga bisa berperan aktif dalam mencegah terjadinya suatu tindak kejahatan. Saat ini dibutuhkan lebih banyak lagi tindakan pencegahan dalam kasus kejahatan seksual yang belakangan ini marak terjadi. Banyak kasus kekerasan seksual menyeret nama institusi pendidikan baik umum maupun pendidikan keagamaan (pesatren). Tentunya kepercayaan public kian menurun serta meningkatnya kekhwatiran dengan banyaknya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan.
Berdasarkan temuan-temuan kasus yang ada, ini menjadi pembelajaran bagi kita untuk tidak sembarangan memasukan anak ataupun saudara ke institusi atau lembaga pendidikan yang tidak jelas asal usul ataupun tujuannya pendiriannya. Dan Penting bagi pemerintah Indonesis untuk memastikan pengawasan yang ketat serta mengevaluasi lembaga-lemaga pendidikan yang tidak sesuai dengan aturan secara berkala dan bukan hanya sekedar melakukan pengawasan serta evaluasi hanya diwilayah administrasi.
Mengingat banyaknya kejadian tindak kejahatan seksual didalam lembaga pendidikan penting kiranya Kementerian Pendidikan serta Kementerian Agama melakukan Tindakan evaluasi secara massif terhadap Lembaga pendidikan yang dinaungi oleh kedua kemeterian tersebut termasuk dalam penggunaan tenaga pendidik.
Kemudian upaya pencegahan lain yang bisa dilakukan adalah dengan berkolaborasi dengan lembaga pemberdayaan perempuan yang dilakukan melalui kegiatan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan seksual. ini juga penting dan perlu ditingkatkan. Beberapa organisasi perempuan selain bergerak dalam gerakan sosial, politik, dan agama. Organisasi perempuan berperan penting dalam membentuk karakter perempuan yang cerdas. Bahwa perempuan harus diberikan kesadaran tentang bagaimana dirinya berharga, Perempuan harus mampu memproteksi dirinya dari hal-hal yang menyakiti dirinya baik secara fisik maupun psikis. Bahwa Perempuan berhak mendapatkan hak-hak kemanusiaan dan sebagai warga negara, serta berhak untuk mendapatkan perlindungan. Oleh sebab itu, pendidikan perempuan ini menjadi hal paling penting dalam upaya pencegahan menangani kasus kejahatan seksual.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Penulis | : Umiroh Fauziah |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2