RENUNGAN SELINTAS: RG dan Bajingan Tolol

Kamis, 3 Agustus 2023 - 08:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wilson Lalengke

Wilson Lalengke

Oleh: Wilson Lalengke

Ketika rakyat kehabisan mantra suci,
Tuturan iblislah yang tersisa…
Ketika diksi ‘celana dalam polisi dibeli dari uang rakyat’ tak bermakna apa-apa,
Itu pertanda kita sedang diperhamba para bajingan…!!

Jakarta – Jika ditanyakan kepada 5,3 juta nasabah perusahaan asuransi milik negara, PT. Asuransi Jiwasraya, yang dananya raib 23 triliun lebih, nyaris dipastikan mereka akan memberi jawaban dan komentar yang sama dengan RG alias Rocky Gerung: kita punya pemimpin negeri yang ‘bajingan tolol’. Pada banyak kesempatan, kita sering juga mendengar frasa serumpun dengan itu, seperti bajingan tengik dan bajingan biadab, yang diucapkan orang saat di puncak kekesalan terhadap orang lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tidak semua pakar bahasa sepakat, namun kata bajingan diyakini berasal dari kata ‘bajing’ atau –walau tidak sama– tupai, sejenis binatang pengerat buah, yang demikian lincah loncat sana loncat sini di antara pepohonan. Bajing dan tupai ini kerap dianggap musuh besar petani, karena merupakan hama yang sangat mengganggu keberhasilan usaha pertanian, terutama petani buah. Bajing kerap kali mencuri buah-buahan dari kebun para petani.

Seiring waktu, nama jenis binatang bajing yang dikata-sifatkan menjadi ‘bajingan’ itu dilekatkan pada orang-orang yang suka mencuri, mengambil barang milik orang lain tanpa permisi, tanpa izin. Kata itupun merambah ke orang-orang yang sering mengambil barang dari kendaraan truk yang lalu-lalang di sepanjang jalan Anyer – Panarukan. Kemampuan para pencuri barang di kendaraan truk yang sedang berlari kencang dengan berloncatan antar truk memunculkan frasa unik ‘bajing loncat’, persis seperti tupai yang lincah berloncatan kesana-kemari.

Baca Juga :  LaNyala Wanti-wanti Penegak Hukum untuk Tindak Pengemplang Pajak

Kembali ke topik ucapan ‘bajingan tolol’ RG. Perkataan yang keluar dari mulut RG itu pada hakekatnya merupakan representase perasaan publik yang terabaikan, termarginalkan, tak sanggup terucapkan karena ketakutan luar biasa, yang tidak seorangpun berani mengucapkannya terhadap seseorang yang sedang berkuasa, kecuali oleh orang gila seperti RG.

Saat saya mengucapkan “celana dalam istri-istri polisi dibelikan oleh rakyat” yang kemudian menjadi pemicu kemarahan para polisi, bukankah ucapan itu adalah puncak-puncak kekecewaan masyarakat luas dan kawan-kawan media se-Indonesia yang terzolimi oleh kinerja polisi yang tidak beres di negeri ini? Diksi yang secara leksikal –denotatif dan konotatif– bermaksud mengingatkan mereka yang mengaku sebagai bhayangkara negara agar memahami benar bahwa Anda itu hakekatnya adalah pelayan rakyat alias babunya rakyat. Lah, wong celana dalam istrimu saja rakyat yang belikan rek!

Mirisnya, akibat ketololan akut tidak mampu menjawab pernyataan dengan argumen yang argumentatif, oknum Kapolres Lampung Timur, Zaki Alkazar Nasution, bersama gerombolannya merespon kalimat saya melalui cara yang brutal terkesan beradab. Dengan kewenangan hukum di tangannya, kelompok bajingan tolol itu menggunakan kewenangannya secara sewenang-wenang. Dengan bantuan sesama bajingan tolonya di kejaksaan dan pengadilan, mereka berhasil gemilang memenjarakan saya.

Baca Juga :  18 Tahun DPD RI: Api LaNyalla Untuk Indonesia

Apakah saya sedih, kapok, takut? No way! Saya justru menikmatinya sebagai sebuah karunia dari pemilik alam, yang senantiasa setia menyediakan ruang belajar penuh hikmat bagi setiap orang yang dipilih-Nya. Pentas perjuangan bagi keadilan dan kemanusiaan itu seperti ucapan Minke “Kita kalah, Ma,” yang dijawab Nyai Ontosoroh “Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. (Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006)

Menyambung Pram, seorang filsuf Yahudi kelahiran Rumania, Eliezer Wiesel, menegaskan bahwa tidak ada tempat untuk gagal menyampaikan protes atas ketidak-adilan yang terpampang di depan mata kita. “There may be times when we are powerless to prevent injustice, but there must never be a time when we fail to protest.” – Elie Wiesel (1928-2016).

Orang-orang semacam RG diperlukan oleh masyarakatnya, di sepanjang jaman, di setiap ruang dan waktu. Dia tidak akan pernah punah, karena alam akan selalu menyediakan orang-orang seperti itu demi menjaga mahluk manusia yang hampir dipastikan berperilaku zalim saat memegang kendali atas orang lain.

Soekarno muncul sebagai RG-nya Pemerintah Kolonial Belanda, dia keluar-masuk penjara. Sejarah kemudian mencatat, si RG yang mantan napi kolonial ini menjadi The Founding Father Negara Republik Indonesia yang sebentar lagi akan memperingati HUT-nya yang ke 78 tahun. Sutan Syahrir, Buya Hamka, Natsir, dan puluhan lainnya dapat giliran menjadi RG terhadap Pemerintahan Soekarno pasca bangsa ini merdeka. Tidak tanggung-tanggung, ada Mr. Mohamad Roem dan Sultan Hamid II, dua tokoh penting di masa itu masuk kelompok RG dan diasingkan, dipenjarakan.

Baca Juga :  Jadilah Garam dan Terang 

Dalam perspektif serupa, sesungguhnya Megawati merupakan RG terhadap Pemerintahan Soeharto di masa orde lama. Bersama Mega, juga ada Abdulrahman Wahid dan Rizal Ramli, serta sederetan anak-anak bangsa yang menjadi penyambung lidah rakyat di jalanan kala itu. Sepak terjang mereka selalu dikuntit para londo-irengnya penguasa. Ujaran-ujaran miring mereka terancam dipidanakan di mana-mana, bahkan tidak sedikit yang dijemput penguasa untuk tidak kembali lagi. Media yang berani menyiarkan suara sumbang para RG versi orba dibredel tanpa ampun.

Tidak pada sikap membela Rocky Gerung dan orang-orang vokal sejenisnya, juga tidak bermaksud mempengaruhi proses hukum atas masalah ini, namun hal yang semestinya dilakukan adalah kata dibalas kata, ucapan dibalas ucapan, tulisan dibalas tulisan, bahkan makian dibalas makian. Jangan sekali-kali pakai jubah hukum dan kekuasaan dengan sembarangan, atau kekerasan fisik dan anarkisme gerombolan massa tolol, untuk membungkam siapapun. Setiap lengkingan pasti punya alasan sebagaimana prinsip hukum kausalitas untuk bisa membuncah ke langit. Demikianlah juga frasa ‘bajingan tolol’ itu akhirnya meledak di cakrawala.

Jika manusia diberi otak, itu artinya dia diberi alat untuk menyelesaikan setiap persoalan menggunakan otaknya, yang terartikulasi melalui argumen versus kontra-argumen yang sehat. Jika tidak memiliki otak, itu lain soal. Terima kasih.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Wilson Lalengke
Editor : Yuli A.H
Sumber :

Berita Terkait

Tengoklah ke Mana Kita Takbir? – Pesan Penting Usai Ramadhan
Hancurkan Mafia Pertamina: Moment of Truth Prabowo, Erick Thohir?
Buka Puasa Bersama: Makna dan Tradisi
Revisi UU Minerba; Langkah Maju Percepatan Hilirisasi
Mata Uang Dunia
Berita Acara Sumpah (BAS) Firdaus dan Razman Dibekukan Pengadilan Tinggi, Apa Pelajaran Bagi Advokat Lain?
Pesan Ketum di Rakernas, Partai Golkar Solid
Kongkriet! Arahan Ketua Umum DPP Partai Golkar di Rakernas

Berita Terkait

Minggu, 30 Maret 2025 - 13:31 WIB

IKA Trisakti Matangkan Pemilihan Ketum 2025-2028, Usung Musyawarah Mufakat

Sabtu, 29 Maret 2025 - 21:08 WIB

Tinjau Pos Pelayanan Mudik di Terminal Pulogebang, Kapolri Imbau Pemudik Jaga Keselamatan

Sabtu, 29 Maret 2025 - 19:58 WIB

Jan Maringka : Kehadiran UU TNI Wujudkan Single Prosecution System dalam Sistim Peradilan Pidana

Sabtu, 29 Maret 2025 - 19:14 WIB

Pahlevi Pangerang Ajak Musyawarah Mufakat di RUA IKA Trisakti: Perkuat Soliditas Alumni Menuju Indonesia Emas 2045

Jumat, 28 Maret 2025 - 23:59 WIB

Torang Matuari Bentuk Badan Hukum untuk Dukung Pemberian Masukan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah

Jumat, 28 Maret 2025 - 20:12 WIB

Rumah Zakat Distribusikan Zakat Fitrah Serentak di 29 Kota pada Hari Zakat Nasional 2025

Jumat, 28 Maret 2025 - 13:35 WIB

Harison Mocodompis: Transformasi Sertifikat Tanah Elektronik untuk Perlindungan Hak Masyarakat

Jumat, 28 Maret 2025 - 11:08 WIB

Menag Dorong Masjid dan Musala Jadi Rest Area Pemudik di Jalur Mudik

Berita Terbaru

JAWA TENGAH

Ribuan Warga Hadiri Open House Bupati Sragen, Soto Jadi Favorit

Senin, 31 Mar 2025 - 20:10 WIB