DETIKINDONESI.CO.ID | SIDOARJO – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti terus menjalankan ikhtiarnya untuk bangsa dan negara. Buktinya, LaNyalla mengajak semua komponen bangsa untuk berbuat sebagai peninggalan (legacy) bagi bangsa dan negara, dengan mengembalikan Pancasila ke dalam Konstitusi negara ini.
Hal itu disampaikan LaNyalla saat Sosdap MPR sekaligus meresmikan Masjid Nurul Arif di Krian, Sidoarjo, Minggu (30/7/2023).
Menurut Senator asal Jawa Timur itu selama hidup di dunia manusia harus memiliki legacy untuk menjadi bekal kehidupan di akhirat yang kekal. Salah satu legacy penting adalah amal jariyah yang pahala dan manfaatnya tidak akan putus, selama apa yang kita tinggalkan masih membawa manfaat kebaikan bagi makhluk di muka bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Selain keterlibatan kita di dalam mendirikan dan memakmurkan masjid, legacy yang bisa kita lakukan adalah kembali ke sistem bernegara yang tidak meninggalkan Pancasila,” ujar LaNyalla.
Pria berdarah Bugis yang besar di Surabaya itu menyampaikan negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti termaktub dalam Pasal 29 Ayat (1) Konstitusi.
Maka dari itu, sudah seharusnya dalam mengatur kehidupan rakyatnya, negara berpegang pada kosmologi dan spirit Ketuhanan. Sehingga kebijakan yang dibuat perlu diletakkan dalam kerangka etis dan moral agama.
“Tetapi apa yang terjadi, semakin hari, wajah bangsa ini menjadi semakin Liberal secara politik, dengan ekonomi yang semakin Kapitalistik,” tukas dia.
Hakikat dari Sila ke-empat dan Sila ke-tiga dari Pancasila, kata LaNyalla, sudah ditinggalkan. Memilih pemimpin nasional dengan sistem suara terbanyak, bukan dengan tradisi musyawarah.
“Kita milih pemimpin dengan sistem One man One vote. Suara kiai dan ulama, dihitung sama dengan suara santri yang baru belajar agama. Sistem Syuro yang merupakan hasil rancangan para pendiri bangsa hilang. Karena sejak era reformasi, sudah tidak ada lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang menjadi wadah penjelmaan rakyat,” katanya.
Lanjut dia, demokrasi saat ini menjadi hegemoni partai politik dengan biaya mahal. Sehingga melahirkan bandar-bandar Oligarki ekonomi yang membiayai Oligarki politik.
“Calon pemimpin bangsa hanya diuji melalui popularitas dan elektabilitas. Padahal itu dibentuk melalui media massa dan diframing lembaga-lembaga survei. Kemudian diresonansi para buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau takliq buta puja-puji. Akibatnya rakyat akan terbelah, dan selalu disodori realitas-realitas palsu,” paparnya.
Menurut LaNyalla, hal itu sama sekali tidak mencerminkan negara yang beragama. Di negeri ini berdiri jutaan masjid
dan musholah, namun sistem bernegara yang ditempuh justru meninggalkan nilai-nilai luhur yang dirumuskan para pendiri bangsa.
“Oleh karena itu, marilah kita gunakan momen peresmian masjid ini sebagai muhasabah. Kita lakukan koreksi diri dan koreksi perjalanan bangsa. Marilah kita satukan tekad untuk kembali ke sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa. Sistem bernegara yang tidak meninggalkan Pancasila,” ajaknya.
Sementara itu dalam sambutannya Pimpinan Ponpes Mardhotillah yang merupakan penasehat pembangunan masjid, Ustadz Muhammad Maliki Muhadi menyampaikan rasa terima kepada LaNyalla yang sudah meresmikan Masjid Nurul Arif.
Menurutnya, ciri orang baik adalah membawa manfaat, baik ilmu, harta, tenaga, pikiran dan lainnya.
“Dan Pak LaNyalla sudah membuktikan hal itu.Beliau sudah berjanji mewakafkan diri kepada bangsa dan negara. Kita doakan semoga beliau selalu sehat karena terus membawa aspirasi kita,” ucapnya.
Hadir dalam kegiatan, jajaran Forkopimka Krian, Ketua MPC PP Kabupaten Sidoarjo, H. Mursidi, Ketua MUI Krian, KH. Drs. Sudi Kotib, MM, Kepala Desa Jerukgamping, Krian, para tokoh masyarakat dan warga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : |
Sumber | : |